Mohon tunggu...
hesti puspita
hesti puspita Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekarang saya bekerja sebagai head of sales marketing

Saya suka bersossialiasai,problem sorlver,suka traveling,suka bekerja dan suka tantangan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Pembinaan Disipilin dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Bahian Kantor CV. Sugih Maju Berkah Kota Cimahi

8 Agustus 2024   16:17 Diperbarui: 8 Agustus 2024   16:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Pembinaan Disiplin

2.1.1Pengertian Disiplin Kerja dan Pembinaan Disiplin

Disiplin berperan penting dalam suatu organisasi. Max dan Widjaja disiplin adalah sikap pihak manajemen untuk mempekuat pedoman-pedoman yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut (Hasibuan, 2017, p. 76) disiplin kerja merupakan kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun, terus menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar atura-aturan yang sudah ditetapkan. Kemudian menurut (Sutrisno, 2017, p. 87) Disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusaaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan. Sedangkan menurut (Nitisemito, 2015, p. 199) pembinaan disiplin adalah pembinaan suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.

2.1.2Jenis-jenis Disiplin Kerja

Menurut (Mangkunegara, 2017, p. 129) terdapat 2 bentuk disiplin kerja, yaitu sebagai berikut:

 

 

Disiplin Preventif

Disiplin preventif merupakan suatu upaya agar karyawan bergerak mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah ditetapkan dengan tujuan agar karyawan memiliki disiplin diri. Dengan cara preventif, diharapkan karyawan dapat menjaga kedisiplinan diri karyawan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pemimpin perusahaan bertanggung jawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Selain itu, karyawan pun waib mengetahui dan memahami seluruh pedoman kerja serta peraturan-peraturan yang ada di dalam perusahaan. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berkaitan dengan kebutuhan kerja karyawan pada seluruh bagian sistem yang ada di dalam organisasi. Sistem oganisasi yang baik diharapkan mampu mempermudah perusahaan dalam menegakkan disiplin.

Berikut adalah tiga hal yang terkait denan disiplin preventif yang harus diperhatikan oleh menajemen terhadap karyawan (Triguno, 2014, p. 25):

Mendorong karyawan agar merasa memiliki orgnanisasi. Secara logika, seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya.

Memberikan penjelasan terkait ketentuan hal yang harus ditaati dan standar yang harus dipenuhi beserta informasi lengkap terkait latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut.

Mendorong untuk melakukan cara-cara disiplin diri secara mandiri dalam kerangka ketentuanketentuan yang diberlakukan untuk seluruh karyawan dan pemimpin memiliki tanggung jawab menciptakan iklim organisasi dalam rangka pendisiplinan preventif.

Disiplin Korektif

Disiplin korektif merupakan suatu upaya mendorong karyawan untuk memenuhi aturan-aturan dan menyatukan seluruh aturan sesuai dengan pedoman yang berlaku di perusahaan. Karyawan yang melangagar akan diberi sanksi yang tujuannya adalah untuk memperbaiki pelanggaran yang dilakukan, memelihara aturan-aturan yang berlaku, dan pelanggar diberikan pelajaran.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Disiplin

Seorang pemimpin yang efektif dalam kepemimpinannya yaiitu jika para bawahannya meliliki disiplin yang baik. Namun, meningkatkan disiplin merupakan hal yang sulit karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Seorang pemimpin harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. (Sutrisno, 2017, p. 89) berpendapat bahwa disiplin dipengaruhi oleh hal-hal berikut:

Besar kecilnya pemberian kompensasi

Karyawan akan mematuhi peraturan yang berlaku jika merasa balas jasa yang diterima sesuai dengan jeri payah yang dikeluarkan untuk perusahaan. Jika karyawan menerima kompensasi yang sesuai, maka karyawan akan berusaha mencari pendapatan dari luar, akibatnya karyawan sering mangkir, sering meminta izin ke luar, dan sebagainya.

 

Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Pengembangan pembinaan disiplin dapat dilakukan dengan cara kepemimpinan, sehingga dapat dijadikan panutan oleh para bawahannya. Memberikan teladan, membangkitkan semangat dan kegairahan kerja, dan membangun disiplin karyawan merupakan tanggung jawab seorang pemimpin.

Ada tidaknya aturan yang dapat dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak dapat dilakukan dalam perusahaan jika tidak terdapat aturan yang pasti untuk dijadikan pedoman bersama. Seluruh karyawan akan melaksanakan disiplin jika aturan tersebut sudah pasti dan diberi penjelasan bahwa siapa pun yang melanggar peraturan, akan dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.

Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Disiplin dapat ditegakkan jika peraturan tersebut tertulis dan dapat dijadikan pedoman bersama. Selain itu, perlu adanya sanksi bagi pelanggar disiplin yang tertulis dan benar-benar dilaksanakan. Jika terdapat karyawan yang menlanggar disiplin, maka pimpinan mengambil tindakan yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Perusahaan perlu pengawasan disetiap kegiatan yang dilaksanakan agar seluruh pekerjaan tepat dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan

 

 

Ada tidaknya perhatian kepada karyawan

Pimpinan dikatakan berhasil jika ia memberi perhatian besar kepada seluruh bawahannya akan menciptakan kedisiplinan yang baik, karena seorang pemimpin tidak hanya memiliki jarak dekat secara fisik namun juga secara batin. Artinya, pemimpin tersebut dihormati oleh para karyawan sehingga karyawan akan terpengaruh oleh prestasi, semangat kerja, dan normal moral kerja karayawan.

Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Perusahaan dapat membudayakan kebiasaan-kebiasaan guna menegakkan disiplin, yaitu sebagai berikut:

Saling menghormati dalam lingkungan kerja

Memberikan pujian kepada karyawan sesuai dengan waktu dan tempat, sehingga karyawan merasa bangga atas pujian tersebut.

Melibatkan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, terutama yang berhubungan dengan nasib dan pekerjaan mereka

Memberi tahu jika hendak meninggalkan tempat kerja (keluar kantor) kepada rekan kerja dengan memberi penjelasan ke mana serta kepentintingan apa, meskipun dengan bawahan

Pola Pembinaan Disiplin

(Nursanti, 2017, p. 9) mengatakan bahwa pola pembinaan disiplin dapat berupa:

Menciptakan peraturan-peraturan dan tata tertib yang harus dilakukan oleh karyawan

Perusahaan harus membuat peraturan dan tata tertib bagi seluruh karyawan sebagai pedoman di dalam perusahaan. Berikut adalah aturan-aturan mengenai disiplin menurut (Sutrisno, 2017, p. 94) :

peraturan jam masuk kerja, jam istirahat, dan jam pulang kerja.

Peraturan mengenai cara berpakaian dan tingkah laku.

Perantauan dan cara-cara dalam melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit lain.

Peraturan mengenai hal-hal yang boleh dilakukan pekerjaan dan berhuungan dengan unit lain.

Peraturan mengenai hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh (Mangkunegara, 2017, p. 131) dilakukan selama dalam perusahaan oleh seluruh karyawan.

Menciptakan dan memberi sanksi bagi pelanggar disiplin.

Peraturan yang tekah ditetapkan sering kali sulit untuk diterapkan apabila tidak ada sanksi bagi pelanggar. Sanksi yang telah ditetapkan akan efektif jika benar-benar dilaksanakan dengan sasaran yang tepat. Selain sebagai sanksi, hal ini dapat mendidik karyawan bagaimana karyawan bertingkah laku di dalam perusahaan dalam melakukan pekerjaan. Menurut pelaksanaan sanksi bagi pelanggar disiplin dengan memberikan:

Pemberian peringatan

Karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin perlu diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Tujuannya adalah agar pelanggar menyadari tindakan yang dilakukannya. Kemudian, surat peringatan itu akan dijadikan pertimbangan saat dilakukannya penilaian karyawan.

Pemberian sanksi harus segera

Pelanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh  perusahaan, tujuannya adalah agar pelanggar tersebut memahami sanksi yang berlaku, dan lalai dalam pemberian sanksi mengakibatkan disiplin menjadi lemah.

Pemberian sanksi harus impersonal

Pemberian sanksi diberlakukan sesuai dengan peraturan yang ada dengan tidak membeda-bedakan jenis kelamin, mapupun usia. Tujuannya adalah agar karyawan paham bahwa sanksi tersebut berlaku bagi seluruh karyawan. Suatu tindakan pelanggaran disiplin adalah ucapan, tulisan, perbuatan yang melanggar baik di dalam maupun di luar jam kerja. Pasal 7 PP N0.53 tahun 2010 Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan hukuman dan sebelas jenis hukuman disiplin, kemudian berisi mengenai cara penerapan dan bagaimana pelaksanaan yang berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil.

Hukuman disiplin ringan

Teguran lisan

Teguran tertulis

Teguran tidak puas secara tertulis

Hukuman disiplin sedang

penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun.

Penundaan kenaikan pangkat 1 tahun

Penundaan pangkat selama 1 tahun

Hukuman disiplin berat

penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun.

Pemindahan dalam rang rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah.

Pembatasan masalaj

Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri

Pemberhentian tidak dengan hormat.

Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan-pelatihan kedisiplinan secara terus menerus

Perusahaan sebaiknya melakukan pelatihan secara terusmenerus guna mempertahankan dan meningkatkan pembinaan disiplin (Saydam, 2017, p. 290) megatakan bahwa pembinaan disiplin karyawan melalui pelatihan dasar sebagai berikut:

Pelatihan fisik melalui pelatihan fisik

Pelatihan fisik merupakan pelatihan untuk karyawan dengan dasar kemiliteran, dengan tujuan karyawan memiliki kondisi fisik yang tidak mudah lelah. Pelatihan ini dapat dijadikan teladan bagi masyarakat.

Pembinaan disiplin melalui pelatihan mental spiritual

Pelatihan mental biasanya dilakukan dengan memberi kesempatan para karyawan untuk mengikuti ceramah-ceramah agama dengan tujuan agar karyawan menjadi pribadi yang berbudi luhur dan memil memiliki disiplin yang tinggi dalam perusahaan.

Metode pembinaan Disiplin

(Moekizat , 2013, p. 397) mengatakan bahwa terdapat tiga hal yang dapat dilakukan dalam metode pembinaan disiplin, sebagai beriut:

Punishment (hukuman) dan reward (hadiah) dapat kdilakukan sebagai upaya karyawan dalam perusahaan.

Adil dan tegas adalah penegakan hukum, peraturan, prossedur kerja yang harus dilakukan dengan tegas dan secara adil. Perusahaan dapat dikatakan adil jika tidak membeda-bedakan dalam pemberian hukuman kepada karyawan

Motivasi adalah pihak-pihak yang berkompetisi dalam organisasi atau perusahaan yang harus memberi penjelasan mengenai manfaat disiplin saat bekerja.

Keteladanan adalah bimbingan yang dapat memberikan teladan yang baik, akan mebambah bahwa segala segala sikap dan perilaku pimpinan selalu menjadi rujukan atau panutan bagi bawahan.

Lingkungan yang kondusif merupakan kondisi social tempat kerja yang kondusif, bila mengharapkan orang-orang yang bekerja di sana berdisiplin tinggi.

Evaluasi Pembinaan Disiplin

Proses evaluasi bertujuan untuk menguur keberhasilan dari kegiatan yang akan dijadikan umpan baik untuk penilaian kinerja karyawan, yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana perusahaan berhasil menerapkan pembinaan disiplin kepada para karyawan. Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan antara pelaksanaan disiplin kerja dan peraturan kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui peraturan yang telah diterima atau tidak oleh para karyawan. Menurut (Simamora, 2014, p. 615) pelaksanaan disiplin kerja dapat diketahui dengan mengawasi karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

Karyawan yang tidak melanggar peraturan kerja, maka karyawan tersebut dapat dikatakan berdisiplin dalam bekerja. Artinya, pelaksanaan pembinaan disiplin dalam perusahaan sudah baik. Maka dari itu, tindakan disiplin perlu diberikan dan dilakukan kepada pelanggar tersebut. Pada saat tindakan disipin dijatuhkan, para karyawan harus menyadari perilaku tertentu tidak dapat diterima dan tidak boleh terulang (Simamora, 2014, p. 616)

2.2    Lingkungan Kerja Fisik

2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja adalah keadaan fisik dan non fisik yang ada di dalam suatu perusahaan yang berpengaruh terhadap karyawan dalam melakukan pekerjaanya (Nuhiya, dkk, 2024). Lingkungan kerja adalah situasi keadaan yang ada di area kerja yang menyangkut lingkungan kerja fisik maupun lingkungan kerja non fisik yang dapat membuat karyawan nyaman dan meningkatkan kinerja karyawan (Nurhalizah & Jufrizen, 2020). Menurut (Sutrisno, 2017, p. 118), lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, music, penerangan dan lain-lain. Kemudian menurut (Karundeng, dkk, 2024) Lingkungan kerja yaitu hal yang merujuk pada aspek-aspek yang mempengaruhi aktivitas karyawan di dalam kantor mencakup ruang, tata letak fisik, kebisingan, alat, bahan dan interaksi rekan kerja.

Menurut (Jovanka & Foeh, 2024), lingkungan kerja terbagi menjadi  dua yaitu ligkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja yang digunakan dalam ini adalah lingkungan kerja fisik. Menurut (Sedarmayanti, 2017, p. 22), Lingkungan kerja fisik adalah semua yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung". Sedangkan menurut (Swasti, dkk, 2024) lingkungan kerja fisik adalah seala sesuatu yang ada disekitar karyawan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan".

2.2.2  Jenis-jenis Lingkungan Kerja Fisik

Menurut (Sedarmayanti, 2017, p. 28), lingkungan kerja fisik terbagi menjadi dua, yaitu:

Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, seperti pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya.

Lingkungan perantara, yaitu lingkungan yang dapat memperngaruhi kondisi manusia, seperti temperature, kelembaban, sirkulasi udara, penerangan, kebisingan, getaran mekanis, dan bau-bauan, warna dan lain-lain.

Berikut merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja fisik menurut (Sedarmayanti, 2017, p. 28)

Penerangan di tempat kerja

Penerangan atau cahaya yang ideal sangat penting diperhatikan demu kelancaran dan keselamatan kerja. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan penerangan yang terang tapi tidak menyilaukan. Penerangan yang kurang akan memperlambat dan cenderung terjadi kesalahan saat bekerja sehingga mengakibatkan pelaksanaan kerka yang kruang efisien dan tujuan perusahaan sulit dicapai. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri  menyatakan bahwa standar pencahayaan dalam ruang kerja minimal 100 fux.

Temperatur di tempat kerja

Tubuh manusia dalam keadaan normal memiliki temperature yang berbeda akan mempertahankan dalam kondisi normal. Tubuh manusia akan beradaptasi melalui suatu sistem tubuh yang normal. Di samping itu, tubuh manusia memiliki batasan untuk beradaptasi dengan temperatur yang terjadi di luar tubuh. Jika perubahan temperatur luar tubuh dalam kondisi dingin lebih dari 35% dan lebih dari 20% untuk kondisi panas, tubuh manusia masih mampu menyesuaikan dengan temperatur luar tubuh.

 

 

Kelembaban

Kelembaban merupakan banyaknya kandungan air dalam udara yang umunya dinyatakan dalam presentase. Kelembaban dipengaruhi oleh antara temperatur udaran, kelembaban, dan udara secara bersamaan bergerak sehingga radiasi panas tersebut mempengaruhi terhadap kondisi tubuh manusia terutama saat menerima dan melepaskan napas dalam kelembaban tinggi sehingga menyebabkan pengurangan napas pada tubuh manusia secara besar-besaran akibat sistem penguapan. Selain itu, frekuensi denyut jantung yang meningkat akibat makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi oksigen dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu di sekitarnya.

Sirkulasi udara di tempat kerja

Dalam proses metabolisme tubuh dan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia membutuhkan oksigen. Apabila udara di sekitar kotor dan telah terkontaminasi oleh gas atau bau-bauan yang membahayakan tubuh karena kadar oksigen dalam udara tersebut sudah berkurang. Sumber oksigen yang segar berasal dari tanaman di sekitar tempat kerja. Apabila oksigen di lingkungan kerja cukup, maka tubuh manusia akan merasa sejuk dan segar sehingga memperlancar dalam memulihkan tubuh lelah setelah bekerja.

Kebisingan

Kebisingan merupakan polusi suara yang tidak diinginkan oleh telinga yang mengganggu konsentrasi kerja, merusak pendengaran dan cenderung menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi. Sebuah penelitian mengatakan bahwa kebisingan yang serius akan menyebabkan kematian. Sebaiknya kebisingan dihindari karena dikhawatirkan mengganggu konsentrasi karyawan dan agar pekerjaan dilaksanakan dengan efektif sehinggak memicu peningkatan produktivitas kerja. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri Nilai Ambang Batas kebisingan adalah nilai yang mengatur tentang tekanan bising rata-rata atau level kebisingan berdasarkan durasi pajanan bising yaitu NAB kebisingan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar 85 dAB.

Getaran mekanis

Getaran mekanis merupakan getaran yang dihasilkan akibat aktivitas alat mekanis yang sebagian getarannya bergetar sampai ke tubuh karyawan yang menyebabkan risiko yang tidak diinginkan. Frekuensi atau intensitas getaran yang tidak teratur itu umumnya mengganggu tubuh.

Bau-bauan di tempat kerja

Bau-bauan termasuk pencemaran untuk lingkungan kerja

karena bau-bauan yang terus-menerus juga mempengaruhi kepekaan penciuman dan berakibat pada terganggunya konsentrasi karyawan. Salah satu cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah menggunakan air conditioner (AC). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri:

Ruangan yang tidak ber AC harus memiliki ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang.

 Ruangan ber-AC harus dimatikan secara periodic dan diupayakan mendapat pergantian udara secara alami atau menggunakan kipas angin. Membersihkan saringan/filter udara AC secara periodik.

Tata warna di tempat kerja

Sebaiknya perusahaan memperhatikan tata warna di tempat kerja karena pada umumnya tata warna tidak bisa dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini akan dimengerti karena tata warna mempengaruhi perasaan manusia baik itu rasa senang atau sedih.

Dekorasi

Dekorasi memiliki hubunngan dengan tata warna yang baik. Dekorasi tidak hanya berhubungan dengan ruang kerja saja melainkan cara menata tata letak, tata warna, dan lainnya untuk bekerja. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan kerja Industri:

Desain dan konstruksi bangunan berlandaskan pada UU No. 28 Tahun 2008 dan peraturan di bawahnya

Menunjang kebutuhan ruangan minimal 2,3 m2/orang. Apabila kurang maka dapat menggunakan sistem pengaturan udara dalam ruangan secara sensor.

Sistem perancangan ventilasi berdasarkan pada SNI 03-6572-2001.

Bahan bangunan yang tidak berbahaya untuk kesehatan dengan menggunakan cat dan pelapis dengan kadar senyawa yang mudah menguap (Volatile Organic Compounds-VOC) yang rendah.

Menggunakan bahan bagungan (kayu dan bahan perekat) dengan kandungan rendah formaldehied.

Mengelola kemungkinan perluasan bangunan.

Menggelola alur karyawan difabel.

Lantai yang tidak licin untuk menghindahi cedera dan mudah dibersihkan. Bangunan yang rapat agar terhindar dari serangga dan binatang pembawa penyakit.

Musik

Para ahli mengatakan bahwa musik yang bernada lembut yang sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat menumbuhkan dan mendorong karyawan untuk bekerja. Maka dari itu harus selektif dalam memilih musik yang diputar di tempat kerja. Menurut para ahli, musik yang tidak sesuai akan mengganggu konsentrasi karyawan.

Keamanan

Keamanan di lingkungan kerja fisik perlu diperhatikan. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di lingkungan kerja adalah dengan memanfaatkan jasa Satuan Petugas Keamanan (Satpam).  

Menurut (Dharmawan & Nugroho, 2023), lingkungan harus didesain sebaik mungkin demi terciptanya kebuah kepuasan kerja karyawan yang dapat mempermudah karyawan dalam bekerja serta bertujuan untuk tercapainya tujuan perusahaan kareka produktifitas yang tinggi yang ditunjukkan karena lingkungan kerja yang baik.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut (Sutrisno, 2017, p. 74) Kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antara karyawan, imbalan yang diterima dalam bekerja, dan hal-hal yang menyangkut fisik atau psikolois. Kemudian menurut (Mangkunegara, 2017, p. 117), Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. 

Sedangkan menurut (Hasibuan, 2017, p. 117), "Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja".

2.2.2Variabel-variabel Kepuasan Kerja

Menurut (Mangkunegara, 2017, pp. 118-119), indikator dari kepuasan kerja terdiri dari;

Perputaran karyawan

Perputaran kerja (turnover) merupakan perbandingan kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan turnover karyawan yang lebih rendah. Sedangkan yang memiliki turnover tinggi biasanya karyawan merasa kurang puas.

Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja

Ketidakhadiran (absen) yang tinggi menunjukan karyawan merasa kurang puas sehingga karyawan sering tidak hadir kerja tanpa alasan yang logis dan subjektif. Kepuasan kerja dengan perputaran karyawan (turnover) dan absensi.

Umur

Karyawan yang tua cenderung merasa puas apabila dibandingkan dengan karyawan yang relatif muda. Asumsinya adalah karyawan yang tua memiliki pengalaman untuk beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan. Sebaliknya, karyawan yang berumur relative muda umumnya memiliki harapan yang ideal mengenai dunia kerjanya, sehingga apabila harapan dengan realita kerja tidak sesuauai menimbulkan rasa tidak puas. Namun, umur tidak dapat dugunakan sebagai sub variabel karena perusahaan tidak dapat merubah umur seseorang (umur bersifat alamiah).

Tingkat pekerjaan

Karyawan yang menduduki jabatan tinggi cenderung merasa puas apabila dibandingkan dengan karyawan yang menduduki jabatann yang rendah. Karyawan dengan jabatan yang lebih tinggi menunjukan kapabilitas kerja yang baik dan aktif dalam menyampaikan ide- ide serta kreatif dalam bekerja. 

Ukuran organisasi

Kepuasan karyawan dapat dipengaruhi oleh ukuran organisasi perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan berhubungan dengan:

Koordinasi

(Silalahi, 2011, p. 217) berpendapat bahwa koordinasi adalah bekerja ke arah tujuan yang sama dengan mengintegrasikan kegiatan individual dan unit-unit ke dalam suatu usaha bersama.

Komunikasi

Menurut (Marwansyah, 2016, p. 321) komunikasi adalah proses pemindahan dan pemahaman makna antar manusia yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sama.

2.2.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut (Mangkunegara, 2017, p. 120), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

Faktor karyawan

Faktor karyawan yang dimaksudkan yaitu intelligence quotient (IQ), kecakapan, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian emosi, pola pikir, persepsi, dan sikap kerja.

Faktor pekerjaan

Faktor pekerjaan yang dimaksudkan yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan interaksi sosial dan hubungan kerja.

Selain itu, menurut (Efendi, 2014, p. 92) kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

Upah yang cukup

Setiap karyawan menginginkan upah yang mencukupi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan akan menggiatkan diri dalam bekerja

Perlakuan yang adil

Diperlakukan secara adil merupakan keinginan setiap karyawan seperti dalam pemberian kompensasi dan kegiatan lain yang berlangsung dalam lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu, harus ada upaya untuk menyamakan persepsi mengenai konsep keadilan antara karyawan dan atasan.

Ketenangan kerja

Ketenangan sangat diinginkan oleh setiap karyawan. Ketengan tidak hanya diperlukan saat melakukan pekerjaan, namun juga berkaitan dengan kesejahteraan keluarganya.

 

Perasaan diakui

Rasa ingin diakui sebagai anggota suatu kelompok merupakan hal yang berharga bagi karyawan.

Penghargaan atas hasil kerja

Karyawan akan merasa senang jika hasil kerjanya diapresiasi, sehingga karyawan akan semakin giat dalam bekerja.

2.2.4Teori-teori Kepuasan Kerja

Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Ia mengatakan komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl dalam Mangkunegara (2017) mengatakan bahwa input adalah nilai-nilai yang diterima karyawan sebagai penunjang dalam melaksanakan pekerjaan seperti pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome adalah nilainilai yang didapat dan dirasakan karyawan seperti kompensasi, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan berprestasi atau megekspresikan diri.

Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisai yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaansebelumnya. Teori ini mengatakan bahwa puas atau karyawan merupakan hasil dari perbandingan antara input-outcome dirinya dengan karyawan lain (comparison person). Jika perbandingan tersebut seimbang (equity), maka karyawan akan merasa puas.

Teori perbedaan (discrepancy theory)

Teori yang pertama kali dikemukakan oleh Porter, ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. 

Teori pemenuhan kebutuhan

Teori ini mengatakan bahwa kepuasan kerja bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Jika kebutuhan terpenuhi, maka karyawan akan merasa puas. Begitu pun sebaliknya, jika kebutuhan karyawan tidak terpenuhi karyawan tidak akan merasa puas.

Teori pandangan kelompok (social references group theory)

Teori ini mengatakan bahwa kepuasan kerja karyawan tidak hanya bergantung pada terpenuhinya kebutuhan, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang dianggap sebagai kelompok acuan oleh karyawan, yang kemudian akan dijadikan dasar pertimbangan untuk menulai dirinya maupun lingkungannya sehingga karyawan akan merasa puas jika hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

Teori dua faktor dari Herxberg

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing menjelaskan kejadian yang mereka alami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberi kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan (tidak memberi kepuasan). Kemudian dianalisis ini (content analysis) guna menentukan faktor-faktor penyebab kepuasan atau ketidakpuasan.

Teori pengharapan (Exceptancy Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Victor H. Vroom yang kemudian diperluas oleh Porter dan Lawyer. Ketika Davis mengemukakan bahwa "Vroom explains that motivation is a product of how much one wants something and one's estimate of the probability that a certain will lead to it" Vroom mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu produk bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

 

 

Pernyataan di atas berhubungan dengan rumus berikut:

Valensi merupakan hesrat seseorang untuk mencapai sesuatu.

Harapan merupakan keinginan mencapai suatu dengan aksi tertentu.

Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu.

Valensi lebih menguatkan pilihan dari karyawan untuk hasil kerjanya. Jika karyawan tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka karyawan tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi muncul dari dalam diri (internal) karyawan berdasarkan pengalamannya.

2.2.5  Survei Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2017:124): Survei kepuasan adalah suatu prosedur dimana karyawan-karyawan mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja". Survei kepuasan kerja merupakan prosedur yang di mana para karyawan mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaan melalui laporan kerja. Selain itu, survei kepuasan kerja digunakan untuk mengetahui watak, pendapat, sikap, iklim dan kualitas hidup karyawan.

(Mangkunegara, 2017, p. 124) mengatakan bahwa kepuasan kerja akan bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi kriteria di bawah ini:

Manajer dan pemimpim melibatkan diri pada survei

 Survei dirancang berdasarkan kebutuhan karyawan dan manajemen secara objektif

Survei administrasikan secara wajar

Adanya follow up (tindakan) dari pemimpin, dan ada kegiatan untung mensosialisasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin. Kepuasan survei kerja adalah kepuasan kerja secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja, dan untuk keperluan pelatihan (training)

Kepuasan kerja secara umum

Survei kepuasan kerja memberikan gambaran kerja karyawan di perusahaan, dan juga untuk mengetahui ketidakpuasan karyawan padasuatu jabatan. Hal ini sangat bermanfaat dalam menelaah karyawan yang berkaitan dengan peralatan kerja.

Komunikasi

Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam menginformasikan keinginan karyawan dengan Survery kepuasan kerja sangat bermanfaat untuk penentuan kebutuhan pelatihan tertentu. Biasanya karyawan diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang dirasakan atas perlakuan pemimpin pada suatu jabatan. Maka dari itu, kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan pada bidang pekerjaan karyawan peserta pelatihan. pikiran pemimpin. Bagi karyawan yang lurang berani dalam berkomentar tentang pekerjaannya kepada pemimpin, survei ini sangat membantu jika dijadikan alat untuk mengkomunikasikannya.

2.2.6 Tipe-tipe Survei Kepuasan Kerja

Menurut (Mangkunegara, 2017, p. 125), terdapat dua tipe survei kepuasan kerja yaitu:

 

 

Tipe survei objektif

Tipe survei yang paling populer adalah pernyataan pilihan berganda (multiple choice) yang di mana peserta pelatihan membaca semua pertanyaan yang tertera dan kemudian memilih satu dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisinya. Selain itu, ada bentuk pertanyaan yang menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak setuju. Keuntungan dari penggunaan tipe survei ini adalah mudah dalam mengadministrasikan penilaian dan menganalisisnya dengan metodestatistik dan dapat dianalisis dengan menggunakan komputer jika peserta survei sangat banyak.

 

 

 

Tipe survei deskriptif

Tipe survei deskriptif merupakan lawan dari tipe survei objektif. Pada tipe survei dedkriptif, responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan apa yang ada dipikiran dan mereka inginkan. Mereka dapat menjawab dengan kata-kata mereka sendiri. Untuk lebih jelasnya, penggunaan tipe-tipe survei kepuasan dipaparkan pada bagan di bawah ini:

 

 

 

 

2.2.7  Pengukuran Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskrpsi jabatan

Skala pengukuran yang dikembangkan oleh Smith Kendall dan Hulin pada tahun 1869, dalam penggunaannya karyawan diberi pertanyaan menyangkut pekerjaan atau jabatan yang dirasakan sangat baik atau sangat buruk, dalam skala mengukur sikap lima area, yaitu kerja, pengawasan, upah, peomosi, dan co-worker. Karyawan harus menjawab "ya" atau "tidak" pada setiap pertanyaan diajukan.

Pengukuran kepuasan berdasarkan ekspres wajar\h

Pengukuran ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Pengukuran ini memiliki skala dengan symbol gabar wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Karyawan diperintahkan untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan pekerjaan yang dirasakan pada saat itu.

Pengukuran kepuasan kerja dengan kuesioner Minnesota

Pengukuran ini dikebangkan oleh Weiss, Dawis, dan England pada tahun 1967. Penguk skala yang terdiri dari sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan, kemudian karyawan diperintahkan untuk memilih satu alternatif jawaban untuk mengekspresikan kondisi pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan.

 Penelitian Terdahulu

 Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengambil beberapa sumber penelitian terdadulu mengenai pembinaan disiplin, lingkungan kerja dan kepuasan kerja yang telah dirangkum dalam tabel di bawah ini

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

NO

JUDUL

PERSAMAAN

PERBEDAAN

HASIL

1

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi kasus PT. Imperial Putra Perdana Bandung).
Mukaromah dan Marselina (2023)

https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/5356 

Metode penelitian kuantitatif

Mambahas variable lingkungan kerja fisik

Membahas variable kepuasan kerja    

Objek penelitian

Membahas variable lingkungan kerja non fisik

Secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Lingkungan Kerja Fisik terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan terdapat pengaruh yang signifikan antara Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Sedangkan secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik terhadap Kepuasan Kerja Karyawan.

2

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non Fisik terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Pelindo (Persero) Regional IV Makassar
Nurhaisya, dkk (2023)

 

https://jurnal.penerbitseval.com/jurnal/index.php/kompeten/article/view/53 

Metode penelitian kuantitatif

Membahas variabel Lingkungan Kerja Fisik

Membahas variabel Kepuasan Kerja

Objek penelitian

Membahas variabel Lingkungan Kerja Non Fisik

Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik terhadap Kepuasan Kerja. Secara simultan Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan kerja Non Fisik Berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja

3

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja pada PT. Dharma Tunggul Wulung Kota Kediri
Dharmawan dan Nugroho (2023)

 

https://journal.laaroiba.ac.id/index.php/reslaj/article/view/1253 

Metode penelitian kuantitatif

Membahas variabel Lingkungan Kerja Fisik

Membahas Kepuasan Kerja

Objek penelitian

Membahas variabel Ligkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan kerja Non Fisik secara simultan atau bersama-sama berpengaruh seara positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, sedangkan Lingkungan Kerja Non Fisik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan.

4

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor Camat Belida Darat Kabupaten Muara Enim
Hendri, dkk (2023)

 

https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/manivestasi/article/view/12961 

Metode kuantitatif

Membahas variabel lingkungan kerja fisik dan kepuasan kerja

Objek penelitian

Membahas variabel lingkungan kerja non fisik

Secara parsial lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai kantor Kecamatan Belida Darat Muara Enim. Secara simultan atau secara Bersama-sama lingkungan kerja fisik dan non fisik terhadap kepuasan kerja pegawai kantor Kecamatan Belida Darat Muara Enim

5

Pengaruh Motivasi Kerja, Kompensasi,dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. TSA Bogor

Lawren dan Ekawati (2023)

 

https://journal.untar.ac.id/index.php/JMDK/article/download/22561/13672 

Metode kuantitatif

Membahas variabel lingkungan kerja fisik

Membahas variabel kepuasan kerja

Membahas variabel motivasi kerja

Membahas variabel kompensasi

Motivasi kerja memiliki pengaruh yang positif dan sinifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Kompensasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Lingkungan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

 

2.4Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menelaah bagaimana pengaruh pembinaan disiplin dan lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini menguji tiga variabel yaitu pembinaan disiplin dan lingkungan kerja fisik (variabel independent) serta kepuasan kerja (variabel dependen) yang diduga variabel pembinaan disiplin dan lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada CV. Sugih Maju Berkah.

Berikut merupakan penelitian terdahulu yang membahas terkait variabel yang diteliti dalam penelitian ini:

Paradigma Penelitian

Untuk memperjelas mengenai pengaruh pembinaan disiplin dan lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja karyawan pada CV. Sugih Maju Berkah dapat dilihat pada paradigma penelitian sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Wicaksono dkk, 2022

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Pengaruh Pembinaan Disiplin dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Sugih Maju Berkah Kota Cimahi

 

Mengacu pada kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pembinaan displin berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan bagian kantor CV. Sugih Maju Berkah Kota Cimahi.

Lingungan kerja fisik  berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan bagian kantor CV.

Pembinaan disiplin dan lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap kepuasan karyawan bagian kantor CV. Sugih Maju Berkah Kota Cimahi.

 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun