“Lengkung, kenapa kamu cengar-cengir sendiri?”, tanya Undanawati.
“Hatiku senang mbok”.
“Senang kenapa?”
“Lha aku ditunggui bapak dan simbok”.
“Kamu ini kok ya ndak ngerti to, simbok sedang sayang-sayangan sama bapakmu, kamu kok nyela saja”.
“Dasar anak tidak tahu malu, ya gini ini”, Petruk membenarkan.
“Mbok ya agak ngerti sedikit gitu to le, le…”.
“Ya harus sabar dan maklum to mbok”.
“Maklum gimana?”, tanya Petruk.
“Bapak sudah pernah jadi saya, tapi saya kan belum pernah jadi bapak. Tegasnya, bapak kan sudah melakoni muda, tapi saya belum melakoni tua seperti bapak. Jadi kalau ada saruning tumindak ki (kalau ada perilaku yang kurang pantas), salah-salah sedikit ya dimaklumi lah”.
“Apiik…. Kamu sekarang kok pandai, nak?”