"Kalian yakin?"
Semuanya mengangguk.Â
Aku mengernyit. Ada sesuatu yang aku pikirkan, sebuah ide. Aku coba memposisikan HT itu di depan mulut, menekan tombol dan berkata sesuatu. "Test, test, test." Namun, ternyata tak ada suara terdengar dari HT yang kupikir ada di antara mereka. Mungkin mereka jujur. Semua orang itu tampak memandangiku seakan bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan.Â
Walau sebenarnya belum yakin, aku lantas beranjak pergi.Â
"Ya sudah. Jika ada yang merasa kehilangan HT, suruh pergi ke tenda saya," ujarku.Â
"Baik, Bang."
Aku pergi dari hadapan mereka. Agak canggung sebenarnya karena sudah menuduh meski tak terucapkan.Â
Sampai di tenda, aku lemparkan lagi benda itu ke dalam. Lalu terduduk di matras tepat di depan pintu tenda. Kucoba menikmati kembali langit malam sambil menyesap kopi. Namun, beberapa saat kemudian, HT itu bersuara lagi.Â
"Halo, apa kau masih di sana?"
Mendengarnya, aku langsung mengembuskan napas kesal. Sempat berpikir untuk mengabaikan. Namun, suara itu terus memanggil. Dengan pasrah, aku bangkit dari posisi duduk dan mengambil HT itu.Â
"Hei, dengar. Aku tak peduli denganmu. Jika kau ingin benda ini, temui aku di Terminal Wonosobo."