Singkat cerita, aku tiba di basecamp pos 5 dan mendirikan tenda di sana. Seperti malam kemarin, di sepanjang malam itu aku masih dirundung kegelisahan dan tak bisa tidur hingga pukul 3 pagi, waktu ketika aku bergegas pergi ke puncak.
Bau belerang tercium menyengat di beberapa tempat di puncak. Setelah matahari terbit, aku segera beranjak berkeliling puncak. Ada berbagai tempat yang bisa kusinggahi sebenarnya, tetapi aku berfokus melihat-lihat kawah. Karena mungkin lelaki itu pergi ke bawah sana jika memang berniat bunuh diri. Namun, aku tak menemukan pertanda keberadaannya.Â
Jika dirinya memang sudah meninggal di bawah sana, aku harus melapor. Hatiku kalut saat sudah berkeliling untuk yang kedua kalinya. Kemudian aku duduk di sebuah batu menghadap kawah. Terdiam. Merenung.Â
Di tengah-tengah lamunanku, tiba-tiba saja suara krasak-krusuk itu terdengar dari dalam tas selempang. Aku terkejut dan langsung mengambilnya. Suara itu masih tidak jelas. Lantas aku berdiri dan mencari titik tempat di mana dapat menangkap frekuensi itu, yang ternyata dekat saja dari sana.Â
"Halo," ucapku mencoba menyapa.Â
"Halo, apa kau masih yang kemarin?"
"Iya. Kau belum mati?"
"Kau ingin aku mati?"
"Ha ha ha. Tentu saja tidak. Di mana kau sekarang?"
"Di Gunung Sumbing, di basecamp, di tengah area perkemahan sendirian. Kau di mana?"
"Aku di puncak Gunung Sindoro."