“Hahahahaha! Kau masih percaya pada hal seperti itu?” Gelambir di perut wanita paruh baya itu bergetar. Mata sipitnya seolah hilang ditelan tawa lebarnya. Samantha hanya bisa cengengesan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
“Kau penghuni baru?” Tebak wanita paruh baya itu tepat sasaran. Samantha mengangguk tanda mengiyakan. Tidak lama setelah wanita paruh baya itu bergumam, ia bertanya lagi.
“Kau blasteran?” tanyanya dengan pandangan mengintimidasi. Melihat Samantha dari atas sampai bawah hingga beberapa kali. Samantha merasa risih. Kenapa seorang blasteran seperti dia dipandang dengan aneh seperti itu? Memangnya apa yang salah?
“Ne, aku blasteran Korea-Kanada,” balas Samantha disertai dengan anggukan kecil. Begitu pula dengan wanita paruh baya itu. Ia sudah menduganya saat melihat wajah Samantha terutama matanya. Ya, mata besarnya itu. Hazel yang mewarnai irisnya.
“Mungkin kau belum terbiasa dengan suasana apartemen yang sepi. Makannya itu kau berhalusinasi—terutama yang berhubungan dengan hantu. Ah, anak zaman sekarang. Sukanya menonton film horror, tapi, sebenarnya penakut.”
Samantha sedikit geram. Perkataan wanita paruh baya itu terkesan meremehkannya. Padahal, ia sering menonton film horor sendirian. Ia juga selalu berpikiran rasional walaupun akhir-akhir ini pemikirannya tumbang.
“Sudahlah, kau mau keluar, kan? Kebetulan sekali. Aku juga mau keluar. Kajja, aku temani kau di lift,” ajak wanita paruh baya itu setelah menyadari jika di pundak kanan Samantha tergantung sebuah tas cantik khas remaja.
Samantha mendesis samar saat wanita paruh baya itu berlalu begitu saja dari hadapannya. Bukan semata karena tidak mengajaknya pergi dengan cara yang baik. Tapi, karena bau parfumnya yang begitu menyengat. Jauh berbeda dengan selera parfum Samantha. Bisa ditebak dengan mudah bagaimana parfum favorit Samantha jika berkaitan dengan kepribadiannya. Parfum yang memiliki aroma yang soft dan wangi yang segar, seperti: Kenzo dan Jazz pim.
Lift yang berisi dua orang berbentuk seperti angka sepuluh itu, berhasil turun ke lantai dasar dengan mulus. Pun tidak berhenti di lantai tertentu saat orang lain juga ingin menggunakannya.
Mereka kemudian berpisah di depan liftsaat berada di lantai dasar. Wanita paruh baya itu menuju garasi di mana mobilnya terletak, sedangkan kedua pasang kaki Samantha menuntunnya menuju halte bus yang berada persis di hadapan gedung apartemennya. Kini, Samantha kembali berjalan sendirian, tapi, ia bernapas lega. Ada banyak orang yang berlalu lalang di sana.
Dan, hey, kenapa Samantha sampai menaiki bus hanya sekadar untuk berbelanja ke pusat perbelanjaan? Bukankah letak apartemennya begitu strategis? Dekat dengan kampusnya, dan lima ratus meter dari sana terdapat pusat perbelanjaan?