Jam weker berwarna ivory itu berbunyi. 06.00, kedua jarumnya sejajar dengan dua angka.
Samantha membuka matanya perlahan. Bola matanya berputar memerhatikan langit-langit kamar dan seisinya. Kembali sesosok lelaki itu melayang dalam ingatannya. Ia terperanjat, lalu berlari keluar kamar.
“Opp—”
Dalam waktu sepersekian detik, ia tersadar baru saja melakukan hal bodoh. Kenapa ia harus berteriak keluar kamar dan memanggil Jae Woon? Hari ini, lelakinya itu tidak bisa mengantar.
“Aish! Lihat saja sana ponselmu! Dia pasti sudah mengirim pesan rutin padamu setiap pagi.” Seorang gadis berpiyama Lilac itu menggerutu sebal.
Bunyi jam weker semakin menjadi. Baiklah, Sam, kau jangan hanya terdiam diri begitu saja. Segera matikan. Suara gaduhnya memecah kesunyian pagi.
Dengan langkah mengendap-ngendap seperti pencuri, akhirnya kini ia berada di dalam kamar. Matanya masih berkeliling ke setiap sudut kamar seolah tetap waspada meski sebenarnya ia tahu pasti apa yang tengah dilakukannya itu terlihat menggelikan.
Ok, kau harus segera mandi, Sam. Jangan sampai terlambat. Akan sangat memalukan!
***
Samantha mengakhiri teleponnya dengan Jae Woon, lantas memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Pipi gadis itu memerah setelah lelakinya berkata I love you…
Irama embusan angin bergerak tidak beraturan. Menciptakan suasana yang tidak nyaman. Ada yang menafsirkan sebagai pertanda datanganya bencana, suasana magis, atau bahkan kesedihan untuk orang yang sedang terduduk sendirian.