Mohon tunggu...
Hallo SobatKampus
Hallo SobatKampus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo semangat yaa!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir Dalam Dua Bahasa Surga

23 Desember 2024   22:31 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:22 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Takdir Dalam Dua Bahasa Surga"

Karya Voni Vonalia

 

Barangkali tuhan mempertemukan kita bukan untuk bersama, melainkan hanya mengenal satu sama lain.

Sinar mentari menepuk hangat di pipi gadis manis itu. Sedikit demi sedikit ia membuka perlahan mata yang masih mengantuk ini. Ketukan suara pintu dari luar mengusik tidurnya.

"Zaraa, bangun nak katanya mau ikut nenek" teriak nenek ku.

Ya, gadis itu tinggal bersama neneknya, orangtua si gadis sudah lama meninggalkannya  sedari kecil. Hingga akhirnya ia besar dan tumbuh bersama nenek kesayangannya.

Zara Amira namanya. Zara merupakan salah satu mahasiswa di Universitas Bina Cendekia di Jakarta. Umurnya 20 tahun. Hobinya menulis, apa saja yang ada di pikiran gadis itu jika ia berfikir itu menarik maka dia akan menulisnya, ya sepadan lah ya dengan jurusan Zara, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Di kampus Zara tidak memiliki banyak teman, hanya ada dua orang sahabatnya yang sekelas dan yang lain hanya sekedar bertegur sapa.

Hari ini adalah jadwal Zara menemani nenek pergi ke caf usahanya. Biasanya memang nenek memantau caf yang sudah ia bangun bertahun-tahun itu di dua minggu sekali.

"iyaa nenek, sebentar ya" jawabku di dalam kamar.

Setelah mandi dan bersiap aku pergi menemui nenek ku di dapur yang sedang sarapan.

"pagi nenek" sapaku riang

"aduh zara kebiasaan deh bangun telat nanti kalo udah punya suami gimana lagi" gumam nenek ku

"nenek, zara itu masi kuliah gada cinta-cintaan ah" jawabku

Nenek pun tertawa, melihat ia tertawa seperti itu sangat menghangatkan hatiku. Nenek yang selama ini merawat dan membesarkan ku hingga sebesar ini. Aku dan nenek pun pergi menuju caf diantar oleh supir nenek. Ya nenek termasuk orang yang berkecukupan namun tidak pernah berlebihan.

Sesampainya aku dan nenek ke caf, semua karyawan menyapa hangat kami

"selamat pagi ibu Farah dan neng Zara"

"pagi kak Uci, gimana kerjanya? Tanya ku

"aman aja neng" jawabnya

"yaudah aku masuk dulu ya kak" balasku

Aku masuk melihat sekeliling caf, namun tak sengaja berpandangan dengan sosok laki-laki yang cukup menarik. Aku menatapnya hingga ia menyadari kehadiran ku, langsung saja ku alihkan pandanganku darinya dan segera pergi menemui nenek.

"Zara darimana nak?" Tanya nenek

" oh ini nek keliling-keliling aja" jawabku

Tetapi pikiran ku masih tertuju kepada laki-laki tadi, rasanya seperti magnet yang terus menarikku untuk melihatnya.

"siapa dia?" gumam ku

"neng Zara" kejut kak Uci

"Kak Uci ya ampun, bikin kaget aja" jawabku

"ya gimana abisnya ngelamun mulu" jawab kak Uci

"Kak, Zara boleh nanya" kataku

"nanya apa Zar" jawabnya

"laki-laki yang duduk di meja no 12 itu, kakak kenal?" tanyaku lagi

"oh itu mah Biru, neng" jawab Kak Uci

"Biru? Kok kakak kenal?" Tanya ku lagi

"dia itu udah 2 mingguan disini dan udah akrab juga sama anak-anak lain" jawabnya

Kak Uci berlalu pergi meninggalkan aku sendiri. Aku cukup kaget mendengar namanya, Biru. Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu, tetapi dimana dan siapa?

Sepulang dari caf, aku merebahkan tubuhku di kasur kamar. Tidak ada yang menarik hari ini semuanya berjalan biasa saja, karena lelah aku pun terlelap.

Pagi hari, aku sudah bersiap untuk pergi kuliah. Seperti biasa aku pergi kuliah naik ojol, karena nenek tidak mengizinkan ku untuk pergi mengendarai motor sendiri. Sebelum aku pergi tidak lupa aku mengirim pesan kepada kedua sahabatku Alia dan Yuna meminta mereka untuk menunggu ku di gerbang masuk.

Sesampainya aku di gerbang kampus, mata ku berkeliaran mencari keberadaan kedua temanku. Tetapi ada satu orang yang menarik perhatianku, Sabiru. Laki-laki yang pernah ku jumpai di caf nenek kemarin. Ternyata dia kuliah disini juga.

"pagi Azaraa" kejut seseorang

"ya ampun kebiasaan banget deh" jawabku. Ternyata itu adalah kedua temanku, Alia dan Yuna.

"udah ah yuk masuk kelas" ajak Yuna

Kami pun pergi berjalan menuju kelas, namun ketika melewati papan pengumuman aku, Alia dan Yuna melihat anak-anak berkerumunan, apakah ada info penting?

"eh ada apa tu? Rame bener" ucap Yuna

"ayo liat" ajak Alia

Aku pun hanya menuruti kehendak  kedua temanku ini, dan ternyata hanya ada pengumuman turnamen futsal.

"aduh aku kira ada pengumuman apa loh" ucap ku kesal

"zaraaa, oh may good, kok lo biasa aja sih?" kesal Alia

"ya terus? Aku harus gimana toh Cuma turnamen futsal" jawab ku

"ya ampun zaraa sahabatkuu, kamu tau ga yang main di turnamen itu si Nathan loh. Makanya jadi seheboh itu" jelas Yuna

"Nathan siapa lagi?" tanyaku kesal

Entah apa yang merasuki kedua sahabatku ini, semua orang dan semua hal yang terjadi di kampus ini mereka mengetahuinya

"makanya kalo kita lagi gosipin Nathan, kamunya jangan sibuk sama novel kamu aja zar" jawab Alia

"Nathan itu anak fakultas kita juga loh, tapi dia ituu jago banget main futsalnya. Ihh jadi pengen ceper-cepet nontonnya" jelas Yuna

"yaudah sih biarin, dahlah ayo ke kelas" ucapku

Akhirnya setelah tertunda kami melanjutkan perjalanan ke kelas. Namun daritadi kedua sahabatku tidak henti berbicara tentang Nathan itu. Seperti artis saja, ah sudahlah aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Hari ini kuliah ku tidak lama, hanya ada 2 mata kuliah saja. Setelah selesai, aku dan kedua sahabatku bergegas pergi keluar

"ahh cape juga ya mikirin linguistic, morfologi, sintaksis, aduh mau pecah ni kepala" keluh Alia

"iya ya, aku bahkan mikir kalo aku salah jurusan karna ternyata susah juga ya" sambungku

Alhasil kami hanya tertawa, melepaskan penat hari ini.

"kamu langsung pulang, Zar?" Tanya Yuna

"kayaknya aku mau ke caf dulu deh, ada urusan" kata ku

"ohh yaudah kita duluan ya Zar" kata Yuna

Aku sedang menunggu abang ojol yang akan siap mengantarkan aku kemana saja. Tapi ketika aku sedang menunggu, pandanganku tertuju pada laki-laki yang tidak asing sepertinya.

"Sabiru?" gumam ku.

Entah mengapa walaupun baru bertemu dua kali dan bahkan tidak mengenalnya tetapi aku merasa begitu penasaran dengannya.

"jadi dia beneran kuliah disini? Tapi kok aku ga pernah liat ya" ucapku lagi

Sampai akhirnya abang ojol yang ku pesan pun datang. Disaat yang bersamaan Sabiru pun melaju dengan motornya. Tapi aku tidak menghiraukan kemana arah motornya pergi. 15 menit aku sampai di caf nenek, segera aku masuk dan memesan minuman kesukaanku, matcha. Tapi seketika aku merasa caf hari ini cukup ramai hingga para karyawan kewalahan.

"kak Uci, perlu bantuan?" Tanya kuu ketika kak Uci lewat

"eh Zara, gapapa kamu duduk aja dulu" jawabnya

"gapapa kak, aku bantu ya" balasku

"yaudah, ayo Zar. Agak kewalahan juga ini" katanya

Akhirnya aku turut membantu, dan momentnya ternyata aku mengantarkan pesanan ke meja nomor 12, dimana meja itu adalah meja Sabiru, ternyata dia disini.

"permisi mas, ini pesanannya" kataku ke Sabiru

"Lo ngikutin gue?" dia bertanya tiba-tiba. Aku terkejut, sejak kapan dia mengenaliku

"hah?" jawabku

"gue yakin lo denger" ketusnya

"aku ga ngikutin kamu kok, kenal aja engga" jawabku

"lo yang di depan gerbang kampus nungguin ojol tadikan?" katanya tanpa melihaatku

"ih GR banget jadi orang" aku pun berlalu pergi.

Buru-buru aku pergi dari hadapannya, entah kenapa aneh sekali dia. Aku pun pergi ke toilet untuk bersih-bersih. Namun seketika aku keluar ternyata Sabiru sudah ada di depan

"kamu ngapain disini? Ngikutin aku ya? Tanya ku setengah teriak

"lo kira, toilet ini bukan buat umum? Noh disebelah buat laki-laki kalo lo lupa"  jawabnya

Aku tidak bisa berkata, akhirnya aku berlalu pergi dari hadapannya. Namun tiba-tiba tanganku di tahan olehnya

"tunggu" katanya

"lepasin, kamu siapa sih? Kenal engga tapi pake pegang-pegang aja" ketusku

"yaudah, makanya kenalan. Siapa nama lo?" tanyanya

"ga penting buat kamu siapa aku" jawabku

"penting buat gue. Jawab atau ga akan gue lepasin tangan lo" katanya lagi

"nama aku Zara, udah lepasin" berontak ku

"gue Sabiru" balasnya. Setelah itu barulah ia melepaskan tanganku

Aku pergi meninggalkannya ketika ia melepaskan tanganku, ah entah apa maksudnya. Aku kira dia laki-laki yang pendiam, cool kepada perempuan tetapi dugaan ku salah.

Disisi lain, Sabiru ternyata sudah menyadari kehadiran Zara ketika mereka pertama kali bertemu di caf ini. Sejak hari itu ia terus mencari keberadaan Zara tetapi Zara tidak pernah muncul lagi. Dan akhirnya ia melihat Zara di gerbang kampus.

"Zara, nama yang cantik untuk orang yang cantik" gumam Sabiru

"Dasar laki-laki semuanya sama aja, modus" ucap Zara. Zara pun bergegas meninggalkan caf tidak lupa berpamitan dengan kak Uci. Ditengah jalan Zara menunggu ojol yang kembali ia pesan, namun tak sengaja bertemu dengan Sabiru yang hamper saja menabrak dirinya

"heh, buta ya? Kalo gabisa bawa motor gausah sok-sokan!" teriak Zara. Sabiru yang melihat Zara dibaik kaca helmnya tersenyum. Sesaat Sabiru membuka helm, Zara terkejut ternyata orang yang hamper menabraknya adalah Sabiru.

"kamu mau bunuh aku ya?" Tanya Zara

"ngapain, mending dijadiin pacar daripada di bunuh" jawab Sabiru

"emang gila ni cowok" ketus Zara

" udah mending pulang sama gue, ojol lo ga bakal dateng" sambung Sabiru

"lah kamu siapa nyuruh-nyuruh?" Tanya Zara

"ojol lo aja udah gue suruh pulang, mau tuh dia" balas Sabiru santai

"fiks, emang gila ni cowok" ketus Zara

"yaudah ayo gue anter, tenang aja gue ga nyulik lo kok" jawab Sabiru

Dengan berat hati, Zara menerima ajakan Sabiru, daripada ia tidak pulang?

Zara memberi tahu alamat rumahnya kepada Sabiru. Dan Zara bertanya kepada Sabiru

"kok kamu mau nganterin aku, padahal kita baru kenal?"

"emang kalo baru kenal ga boleh nganterin? Kenapa cowok lo marah?" balas Sabiru

"ya engga, kan ga punya cowok" jawab Zara

"oh berarti bisa dong gue..." belum sempat Sabiru menyelesaikan perkataannya

"apa? Bisa apa kamu?" potong Zara

Sabiru hanya diam tak menjawab, namun ia tersenyum dibalik kaca helmnya. Tak lama kemudian mereka sampai dirumah Zara

"makasih ya" ujar Zara

"ini gak gratis" balas Sabiru

"lah? Aku harus bayar? Kan kamu yang nawarin, mending tadi pake ojol aja" cerocos Zara

"gue ga bilang harus bayar pake uang, Zara" jawab Sabiru

"terus pake apa" Tanya Zara

"lo harus nonton gue tanding besok di kampus" kata Sabiru

"tanding? Maksudnya" Tanya Zara

" intinya besok lo harus ke lapangan futsal" jawab Sabiru

Zara hanya menghela napasnya, tanda menyetujui. Sabiru pun pergi berlalu dari rumah Zara.

Sabiru sampai ke rumahnya dengan perasaan senang, ia senyum-senyum sendiri hingga disadarkan oleh ibunya

"nath? Kamu kenapa senyum-senyum?" Tanya Anita, ibunya Sabiru

"eh mama, engga ma" jawabnya

"jangan bohong kamu, soal perempuan ya?" balas mamanya

"apaan sih ma, gada. Cuman tadi aku ketemu sama satu gadis, cantik. Namanya Zara." jawab Sabiru dengan tertawa

"aduh kenalin dong ke mama, kalo cocok langsung jadi calon mantu aja" jawab mamanya

"baru temenan ma, nih fotonya" Sabiru menunjukkan foto Zara di akun instagram Zara

"wah cantiknya, bawa dia ketemu mama ya" jawab Anita

Mamanya pun hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak bungsunya. Sekedar informasi bahwa Sabiru memiliki satu orang kakak perempuan, ia adalah Evelyn.

Sabiru memasuki kamarnya yang bernuansa hitam putih, sembari menatap dirinya dikaca,

"gue yakin, besok kita akan ketemu lagi, Zara" gumamnya. Senyuman dari sudut bibir Sabiru tidak pernah luntur sedari tadi.

Pagi harinya, Zara sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Seperti biasa Zara memesan ojol untuk mengantarkannya. 20 menit kemudian Zara sudah berada di kampusnya,tentu saja sudah bertemu dengan Alia dan Yuna.

"kalian, jadi nonton futsal?" Tanya Zara

"wow? Seorang Zara nanyain ke kita soal futsal?" jawab Yuna

"apa sih, cuman nanya aja loh" jawab Zara

"Ya jadilah Zara, kan mau liatin Nathan" balas Alia dengan genitnya

"aku ikut" jawab Zara. Seketika Alia dan Yuna terkejut mendengar kalimat itu

"HAH? GAK SALAH?" jawab mereka kompak

"engga. Kali ini beneran aku mau ikut" jawab Zara malas

Dengan girang Alia dan Yuna menarik tangan Zara untuk segera pergi ke lapangan futsal. Sesampainya mereka disana kursi penonton sudah penuh baik laki-laki maupun perempuan memenuhi lapangan. Jadi akhirnya mereka hanya bisa berdiri di pinggir. Zara cukup kaget melihat penonton yang membawa spanduk dengan tulisan "GO NATHAN, NATHAN SI COOL BOY KEREN" dan sebagainya. Sesaat kemudian penonton bersorak heboh sambil berteriak memanggil  nama Nathan.

"yang mana sih namanya Nathan?" Tanya Zara

"itu loh Zar, yang pake no punggung 12 baju warna merah" jawab Yuna

"HAH? Sabiru?" jawab Zara dengan perasaan campur aduk

"kok kamu manggilnya Sabiru sih?" Tanya Alia

"ya karna dia Sabiru" jawab Zara

"jadi, kamu udah kenal dia?" Tanya Yuna

Zara hanya diam, mencerna hal yang sedang terjadi di depannya. Jadi, Sabiru adalah Nathan? Zara menatap sekelilingnya, dan satu hal yang ia temukan yaitu spanduk dengan tulisan 'Nathaniel Sabiru Aksa'. Ternyata Sabiru yang Zara kenal adalah Nathan si hits itu.

Selama pertandingan berlangsung, mata Zara hanya tertuju pada Sabiru, ia masih tidak habis piker dengan pengetahuan yang baru ia ketahui ini. Tnpa disadari pertandingan sudah selesai. Ketika Zara dan kedua temannya ingin beranjak pergi tiba-tiba mereka dikagetkan dengan suara berat seseorang

"benerkan yang gue bilang, kita bakal ketemu lagi" ucapnya

Ternyata suara itu milik Sabiru. Zara menoleh ke belakang menatap sosok Sabiru.

"jadi ini yang kamu maksud?" udah ya hutang aku ke kamu udah selesai" ucap Zara berlalu pergi diikuti dengan kedua temannya.

"ZARAAA, kamu hutang cerita sama kita. Jadi kau udah kenal deket sama Nathan?" Tanya Alia

"gak gitu, sini aku jelasin" ucap Zara sambil menceritakan kejadian dibeberapa hari lalu.

"ohh jadi kalian udah saling kenal gitu, sampe di anterin pulang lagi" goda Yuna

"mulai deh halunya, udah ya mending kita pulang yuk capek" jawab Zara malas

Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Namun Zara ternyata tidak pulang kerumah, melainkan ke suatu tempat yang sudah ia rindukan. Ia pergi ke sebuah komplek makam yang bertuliskan nama 'Sarah' yang tak lain adalah ibunya. Sambil membersihkan makam ibunya Zara berbicara sendiri seolah didengarkan oleh ibunya

"assalamualaikum mama, ma Zara kangen banget sama mama. Ternyata udah lama juga Zara ga kesini, karna sibuk ma sama tugas kuliah. Ma, nenek disini jagain aku dengan baik, sampai sebesar ini. Oh iya ma, beberapa hari ini, aku ketemu sama seseorang yang matanya mirip sekali dengan mama, namanya Sabiru. Beberapa kali aku lihat matanya, aku ngerasa kalo itu adalah mata mama, seteduh itu ma. Tapi aku ga tau dia siapa, kami hanya berkenalan begitu saja. Ma, sering-sering ke mimpi Zara ya, Zara kangen. Hari ini Zara pulang dulu nanti Zara ke sini lagi bareng nenek. Assalamualaikum mama" sambil mengusap air matanya, Zara meninggalkan makam mamanya. Namun setengah perjalanan keluar, Zara melihat sosok seseorang yang dia  kenal, Sabiru?

Zara mendekati sosok yang ia kenali itu, ya benar itulah Sabiru yang sedang menatap gundukan tanah di depannya, yang bertuliskan nama 'Safika Fazura'

"Hai?" sapa Zara

"elo? Ngapain lo disini?" Tanya Sabiru

Bergegas Sabiru menarik tangan Zara membawanya pergi keluar dari komplek pemakaman itu.

"naik" perintah Sabiru ke Zara untuk menaiki motornya

"hah? Mau kemana" Tanya Zara panik

"udah naik aja" paksa Sabiru

Akhirnya Zara menuruti perintah Sabiru. Motor Sabiru melaju kencang melintasi jalan. Setelah kebut-kebutan motor Sabiru berhenti di sebuah danau yang ada di tepian jalan, Zara yang melihat tempat itu pun terkagum, selama ia tinggal disini belum pernah melihat tempat seperti itu.

"wah, cantik banget" kagum Zara

"cantik lagi lo" jawab Sabiru

"hah?" balas Zara

"apasih, engga" jawab Sabiru kelagapan

"jadi ngapain kamu bawa aku ke sini? Oh iya, terus kamu ngapain ke makam tadi?" Tanya Zara

"gada, gue cuma suka aja ke sini. Kalo soal makam, itu cewe gue" jelas Sabiru sendu

"pacar? Maksud kamu? Pacar kamu meninggal?" Tanya Zara agak kaget

Sabiru terdiam, menatap lurus ke depan, cukup lama. Namun Zara senantiasa menunggu jawaban Sabiru atas pertanyaannya, ia masih penasaran apa yang sudah terjadi kepada pria itu.

"cewek gue meninggal karna leukemia, tepat 2 tahun lalu. Sampai sekarang gue bingung mau move on dari dia" jawab Sabiru sendu

"kamu beruntung bisa jadi cinta terakhir dari cewe kamu. Kamu ga harus lupain dia kok, mau gimana pun kamu berusaha buat lupain dia, dia pasti akan selalu ada tempat tersendiri dihati kamu."

"Azura namanya, gue jadi kangen dia" jawab Sabiru sambil memeluk kedua lututnya

"pasti dia cantik dan baik, buktinya kamu kehilangan dia banget" jawab Zara

Keduanya saling berdiam diri, sibuk dengan perasaan masing-masing, namun tiba-tiba Zara dikejutkan dengan pertanyaan Sabiru

"lo mau jadi temen gue?" sedikit kaget tapi Zara mampu mengontrol ekspresinya

"kenapa engga?" jawab Zara tersenyum

Keduanya tersenyum. Sabiru yang ia kenal ternyata menyimpan masa sulit dalam hidupnya. Kehilangan orang yang ia cintai, sama seperti dirinya. Sepertinya keputusan Zara menjadi teman Sabiru tidaklah salah.

Sabiru menatap foto Azura yang tergantung di kamarnya. Gadis yang sangat ia sayangi.

"maafin aku ya Zura, aku bawa orang lain selain kamu ke tempat favorit kita, tapi gatau kenapa aku ngerasa nyaman sama dia" gumam Sabiru

"mungkin karna dia hampir mirip kamu, makanya aku ngerasa begitu" sambungnya

"tapi aku ga mungkin ngulang kesalahan yang sama kan?" katanya lagi

Disisi lain, Zara juga sedang memikirkan kejadian yang ia jalani hari ini. Mulai dari Sabiru dan Nathan itu adalah orang yang sama, sampai ia mengetahui bahwa Sabiru punya pacar yang sudah tiada di dunia.

"tapi aneh, kok bisa dia cerita kaya gitu ke aku? Kaya orang yang sudah dekat" ujarnya

"tapi, aku ngerasa sih nyaman aja kalo sama Sabiru, ihh apasih Zara, kenapa kemana mana mikirnya" sambungnya

2 minggu berlalu, Zara dan Sabiru semakin dekat mereka pergi ke kampus barengan, makan, hingga jalan-jalan bersama. Meskipun begitu, masih ada rahasia diantara keduanya yang belum terpecahkan. Namun untuk sekedar hobi, makanan favorit mereka sudah mengetahui satu sama lain. Hari ini adalah jadwal mereka untuk bermain di salah satu caf yang baru buka dengan tema vintage kesukaan Sabiru

"udah siap untuk menjelajah matcha?" Tanya Sabiru

"hahaha tentuu" seru Zara girang

Mereka pun masuk ke caf dan memesan beberapa menu. Sembari menunggu makanan mereka datang, Sabiru menatap Zara dengan seksama, namun Zara menyadari itu

"kamu kenapa? Ada yang salah sama aku?" Tanya Zara

"gue nyaman sama lo" ujar Sabiru

"buset, to the point banget bang" kekeh Zara

"gue serius" sambung Sabiru

"hahahah apa sih Biru, gausah ngetes aku kaya gitu deh" jawab Zara gugup

"gue serius, Zara Amira" balas Sabiru

Keduanya terdiam, Zara yang merasa salah tingkah namun berusaha untuk tetap tenang. Sampai akhirnya suara adzan terdengar, Zara pun mengajak Sabiru untuk sholat dzuhur terlebih dahulu mengingat ia adalah seorang muslim.

"ayo Biru kita sholat dulu" ajak Zara. Namun Sabiru hanya diam tetapi tetap mengikuti Zara dari belakang.

"mungkin ini saatnya" gumam Sabiru

Sesampainya di sebuah masjid di dekat caf, Zara pun memberhentikann langkahnya,

"disana kayaknya tempat wudhu cowok deh, kamu ke sana ya nanti kita ketemu disini lagi" ujar Zara. Ia pun segera membalikkan badannya hendak masuk ke dalam. Tetapi tiba-tiba tangannya di tahan oleh Sabiru

" kenapa? Ada yg ketinggalan? Sholat aja dulu, insyaallah ga hilang kok di cafnya" kata Zara

"Zara" potong Sabiru

"kenapa sih Biru, kita udah telat ini, ayo sholat dulu" sambung Zara

"Zara aku ga sholat" potong Sabiru

Zara terdiam, mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Sabiru. Seketika Sabiru mengeluarkan sebuah kalung yang ia sembunyikan di lehernya. Sebuah kalung berbentuk salib. Zara tidak perlu bertanya karena ia sudah tau jawaban yang akan dia terima. Kemudian tanpa berkata apapun Zara pergi meninggalkan Sabiru dan melakukan niatnya yang tertunda.

Selesai sholat, ia termenung beberapa saat

"apa ini, Ya Allah?" ujar Zara

Namun seketika Zara bergegas keluar karena sudah selesai shlolat, diluar ia masih melihat Sabiru yang menunggu dirinya, segera ia menghampiri Sabiru dan seolah semuanya biasa-biasa saja

"ayo Biru, kita ke caf lagi, aku udah selesai" ajaknya

Biru pun menuruti permintaan gadis itu, seperti tidak terjadi apa-apa baginya

"lo ga marah?" Tanya Sabiru

"kenapa aku harus marah? Apa yang salah?" Tanya Zara balik

"tapi gue udah nyembunyiin..." jawab Sabiru

"engga kok, masa aku marah sih" potong Zara sambil ketawa

Sabiru lega mendengar perkataan gadis itu, setidaknya Zara tidak akan menjauhi dirinya. Karena jauh di dalam lubuk hati Sabiru, ia menyadari bahwa ia sudah jatuh cinta pada Zara, gadis yang tanpa sengaja ia kenali. Melihat Zara ia seperti menemukan kembali Azura, meski ia tau keduanya tak mungkin sama. Setelah menyelesaikan segala aktivitas mereka di caf, Sabiru dan Zara pergi menuju Danau Sarangan, tempat favorit Sabiru.

"Zar, gue boleh jujur?" Tanya Sabiru

"boleh dong, kenapa?" jawab Zara

"Zar, gue mulai sadar kalo gue udah mulai suka sama lo" jawab Sabiru. Zara memalingkan wajahnya, terasa panas pipi gadis itu.

"hah? Kamu yakin?" balas Zara

"tapi gue terlalu takut untuk mengulang kesalahan yang sama" tambah Biru

"lo inget Azura, mantan gue? Dia muslim sama kaya lo. Tapi kami bingung mau dibawa kemana hubungan kami, sampai akhirnya penyakit Azura semakin parah dan buat dia kehilangan nyawanya" sambung Sabiru

"terkadang ga semua yang kita hayalkan itu bisa terwujud, Biru. Tapi keberuntungan bisa jadi selalu berpihak ke kita. Contohnya kamu dan Azura, kalian sama-sama beruntung karna ketemu antara satu sama lain sampai akhir hayat Azura. Kamu pasti ga  nyesel dong ketemu dia?" balas Zara

"iya, lo bener. Dan sekarang keberuntungan gue masih berlanjut, karna ketemu sama lo" jawab Sabiru

"kita cuman bisa ngejalanin semua ini, karna yang berhak menentukan cuma Tuhan" ujar Zara

"Tuhan yang mana,Zar?" goda Sabiru. Namun Zara tidak menjawabnya melainkan memukul pelan bahu Sabiru.

"lo suka gue?" Tanya Sabiru lagi. Zara terdiam, ia bingung harus menjawab apa

"aku ga au bohong, jujur aku nyamna sama kamu. Tapi kayaknya kita jalanin aja dulu gimana kedepannya urusan nanti" jawab Zara malu-malu dan tersenyum

"selain lemah di matematika, gue juga lemah kalo di senyumin lo kaya gini" goda Sabiru bahagia mendengar jawaban Zara

Zara hanya tersenyum, tidak bisa berdusta bahwa Zara juga telah jatuh cinta dengan laki-laki di hadapannya ini. Melewati hari-hari bersama tidak menutup kemungkinan jika mereka saling jatuh cinta. Namun tidak ada yang berani mengakuinya, Sabiru yang terlalu takut untuk memulai kisah yang sama dan Zara yang terbawa perasaan mendalam kepada Sabiru. Mereka memutuskan untuk pulang, Sabiru lega karna telah mengungkapkan perasaannya, dan Zara pun mengetahui perasaan Sabiru padanya yang lebih dari sekedar teman.

Sepulang mengantarkan Zara, Sabiru sampai dirumahnya dengan perasaan kaget ada 2 koper besar diruang tamu. Ia berfikir apakah ini koper kakaknya yang di Jepang itu?

"ma, mama? Ma kakak pulang? Kok ga ngabarin?" kata Sabiru

"eh udah pulang Nath, bukan kakak kamu yang pulang" jawab mama Sabiru

"terus ini koper siapa ma?" tanyanya lagi

"itu punya Talia, kamu ingetkan? Talia temen kecil kamu?" jawab mamanya

"Talia? Anaknya om Wisnu?" Tanya Sabiru lagi

"iya. Talia, sini nak" panggil mama Sabiru kepada gadis yang dikenal sebagai Talia itu.

Talia menuju Sabiru dan mamanya dengan keadaan muka yang lebam-lebam seperti terkena pukulan keras, Sabiru kaget

"Talia? Lo kenapa?" Tanya Sabiru langsung memeluk Talia, sahabat kecilnya

"gue gapapa Biru, ini cuman hal kecil" jawab gadis itu

"Talia mendapatkan kekerasan dari papanya, semenjak kepergian ibunya, om Wisnu menikah lagi jadi Talia punya ibu tiri, sejak itu kehidupan Talia berubah, dia sering dipukul papanya walaupun karna hal kecil" jelas mama Sabiru

"jadi mama berencana akan mengajak Talia untuk tinggal disini sampai semua kondisinya membaik dan mama sudah menyiapkan apertement biasa untuk Talia" sambung mamanya

Sabiru mengangguk setuju, ia melepaskan pelukannya ke Talia

"makasi tante, Biru udah mau terima aku disini" kata Talia

"rumah ini juga rumah lo, lo ga inget waktu kita kecil? Disinilah rumah kita" kata Sabiru

Talia tersenyum, ternyata Sabiru tidak berubah semenjak mereka tidak pernah bertemu lagi sejak kepindahan Talia ke luar kota. Ia tetap menjadi Sabiru yang Talia kenal, yang perhatian dan humoris.

Disisi lain, Zara yang sedang makan malam bersama neneknya, mereka bercerita tentang hari ini

"nenek lihat, kamu dan Sabiru semakin dekat saja ya?" goda neneknya

"ah apa sih nek, mana ada, cuman temen biasa" jawab Zara

'kamu ga perlu bohong, nenek pernah muda, nenek tahu tatapan kamu ke anak itu. Bawa dia ketemu nenek dong kapan-kapan, nenek sama dia ketemu ga pernah lama padahal dia sering ke sini" goda neneknya lagi

"nenek ih. Iya besok Zara ajak Sabiru ke sini ya" jawab Zara

Disinilah Zara sekarang, di balkon kamarnya menatap indahnya langit ketika malam hari. Ia menunggu kedua temannya yang ingin bermain ke rumahnya

"Zaraaa, yuhuuu dimana kamu?" teriak Yuna

Pintu kamar Zara terbuka, menampilkan sosok kedua sahabatnya Alia dan Yuna

"bisa ga sih gausah teriak-teriak? Ini rumah bukan hutan" jawab Zara malas

"ya habisnya bukannya kamu tunggu kita dibawah, malah nenek yg nungguin" jawab Alia

"kalian yang lama, aku udah nungguin dari tadi" kata Zara. Sementara kedua temannya hanya tertawa.

"gimana kamu sama Nathan? Eh Sabiru?" Tanya Yuna

Zara menghela napasnya "ga gimana-gimana biasa aja" kata Zara

"kamu bohong kan Zar?" kata Alia

Zara pun menceritakan beberapa kejadian yang ia alami bersama Sabiru

"jadi itu alasan dia ga ngasi kepastian ke kamu selama ini?" Tanya Yuna

"aku ga nyangka ternyata Sabiru itu nonis, sumpah shock banget. Karna selama ini gada tanda-tanda yang buat kita mikir kalo dia itu nonis" sambung Alia

"ya itulah kenyataannya. Mana aku udah suka dia lagi. Masa secepat ini harus patah hati" kata Zara

"kalian saling suka, gada salahnya nyoba jalani dulu,Zar" balas Yuna

"dari awal udah salah Yuna, ga seharusnya aku suka Sabiru. Kalo udah kayak gini aku harus gimana? Menjauh?" keluh Zara

"Zar, kamu taukan masjid Istiqlal dan Katedral aja bisa berseberangan, bahkan sekarang ada lorong untuk menghubungkan keduanya" kata Alia serius

Zara termenung, ia benar-benar sudah jauh terbawa perasaan kepada Sabiru

"aku tau, tapi mereka hanya bersebrangan Al, bukan bersama. Apa yang aku cari selama ini aku dapatkan dari Biru. Mau bagaimana pun, Shalom bukanlah jawaban dari Assalamualaikum" ucapnya

"sejahat apapun aku, aku ga akan rebut Sabiru dari Tuhannya. Dan sebahagia apapun aku ketika sama Biru, aku ga akan pernah meninggalkan Tuhan aku" sambung Zara dengan berlinangan air mata

Alia dan Yuna hanya mampu menenangkan Zara yang sudah larut dalam kesedihan. Begitu besar rasa Zara kepada Sabiru. Mereka memeluk Zara dengan hangat. Sesulit inikah kisah yang sejak awal sudah salah?

Dering telpon Sabiru berbunyi, membuyarkan lamunan laki-laki itu, tertera sebuah nama yang mampu mengangkat bibirnya tersenyum tipis

"Halo cantik" sapa Sabiru

"ih Biru apaan sih, ini aku mau bilang nenek mau ketemu kamu, kamu bisa hari ini?" Tanya Zara di seberang

Awalnya Sabiru begitu bersemangat untuk menyetujui, namun seketika ia mengingat janjinya kepada Talia untuk mengantarkannya ke rumah papanya, bersama mamanya.

"ahh sorry cantik, hari ini aku mau keluar sama mama udah janji soalnya" jawab Sabiru

"ohh yaudah gapapa, have fun ya Biru, sampai ketemu" Zara mengakhiri telponnya. Sedikit kecewa namun Sabiru ada urusan bersama mamanya, ya tidak salah.

Disisi lain Sabiru merasa tidak enak

"hayoo habis nelpon siapa tuh pake senyum-senyum" Talia datang dari belakang

"nguping ya lo? Kebiasaan dari kecil suka kepo sama urusan orang" jawab Sabiru sambil mengacak-ngacak rambut Talia

"ihh Nath, berantakan rambutnya, kita mau pergi loh" jawab Talia cemberut

"tetep cantik kok" balas Sabiru

"disini ternyata kalian, sudah siap? Ayo pergi" mamanya Sabiru menghampiri mereka

Mereka pun pergi menggunkan mobil menuju rumah Talia. Niatnya mereka ke sana ingin meminta penjelaskan kepada papa Talia kenapa memperlakukan Talia seperti itu. Sesampainya di rumah Talia, mereka turun. Tangan Talia yang terus di genggam oleh mamanya Sabiru karena anak itu merasa ketakutan

"permisi" ucap Sabiru. Pintu terbuka menampakkan sosok yang ditakuti Talia

"loh Nathan? Udah lama ga ketemu sudah gede ya. Ada apa kemari, ayo masuk dulu" kata Wisnu, papanya Talia

Sesaat Talia dan mama Sabiru menampakkan diri, betapa terkejutnya Wisnu

"Wisnu, kamu ini kurang ajar ya. Anak sendiri kamu siksa sedemikian" mama Sabiru meninggikan suaranya

Wisnu yang kaget melihat kehadiran teman dari mamanya Talia pun emosi

"oh jadi anak itu ngadu ke kamu, Anita? Hahaha dasar anak ga berguna, tidak tahu diri, untung tidak saya bunuh"

Seketika satu pukulan dari Sabiru melayang ke pipi Wisnu

"anda tanpa mamanya Talia tidak akan jadi seperti sekarang" ucap Sabiru emosi

"ibu dan anak sama saja, suka mencampuri urusan orang lain" kekeh Wisnu. Segera ia masuk ke rumahnya dan eninggalkan mereka bertiga

"aku udah bilang tante, papa ga akan terima aku lagi" tangis Talia pecah

"aku udah ga punya siapa-siapa lagi tante" sambungnya

"heii sayang, kamu masih punya tante, punya Nathan, kita ini keluarga kamu" pujuk Anita

"udah, ayo kita pulang. Lama-lama papa lo yang gue bunuh" ucap Sabiru

Mereka pun meninggalkan rumah Wisnu, selama menyetir mobil mata Sabiru terus menatap gadis yang dibelakangnya, gadis baik yang malang. Sebelum pulang kerumah mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu.

Mereka masuk ke salah satu caf, dimana disana juga ada Zara dan teman-temannya

"ma, duluan aja cari meja, aku ke toilet dulu" kata Sabiru

Anita dan Talia pun pergi mencari meja kosong. Zara dan Yuna baru saja mengambi pesanan mereka, namun karna asik bercanda dan tertawa mereka tak sengaja menabrak Anita yang tak lin adalah mama Sabiru.

"ya ampun tante, maafin kita ga sengaja" kata Zara panik karena minuman mereka sedikit mengenai Anita

"ah tidak apa-apa, tetapi lain kali hati-hati ya nak" ujar Anita. Naun seketika Anita menyeringit,

"kamu Zara ya?" tanyanya

"Tante kenal?" Tanya Talia

"maaf tante, iya saya Zara, tante kok kenal saya?" Tanya Zara bingung

"oh ini, saya mamanya Nathan. Nathan pernah menunjukkan foto kamu ke saya" jelas Anita

Zara kaget, ternyata yang di hadapannya ini adalah mamanya Sabiru.

"eh iya tante, saya temennya Nathan" jawab Zara gugup

"Yaudah gabung aja yuk duduknya, Nathan nya lagi di toilet" ajak Anita

Akhirnya mereka duduk di satu meja, Zara, Alia, Yuna, Anita dan Talia. Sedari tadi mereka bertiga penasaran siapa gadis yang sedang bersama mama Sabiru ini. Apakah kakak Nathan atau siapanya? Karena mereka melihat wajah Talia terdapat bekas yang membiru

"tante maaf sebelumnya, ini adiknya Nathan ya? Cantik ya sama kaya tante" ceplos Yuna

Anita tertawa kecil begitu juga dengan Talia

"ah engga, dia bukan adik Nathan, tapi calonnya Nathan" jawab Anita tersenyum

Raut muka Zara berubah, begitupun dengan kedua sahabatnya. Namun berbeda dengan Talia yang tersenyum mendengar perkataan Anita

"Nathan itu mau tante jodohkan dengan Talia, sahabat kecil mereka ini. Hanya saja sekarang jarang bertemu. Padahal dulunya selalu pergi dan pulang gereja bersama" kekeh Anita

"Jadi Sabiru dan Talia sahabat kecil, dan satu agama?" Zara membatin

Setelah itu Zara menjadi tidak berselera lagi, ia mengatur waktu yang pas untuk pergi sebelum Sabiru datang.

"tante, kita duluan ya, masih ada urusan" pamit Zara

"kok cepet banget Zara? Nathan nya belum dateng loh" jawab Anita

"gapapa tan, nanti titip salam aja sama Nathan ya, soalnya kita mau sholat dulu terus ngerjaiin tugas" jawab Zara

Anita mengangguk tersenyum, setelah itu mereka berlalu meninggalkan Anita dan Talia. Sesaat mereka pergi Nathan pun kembali dari toilet.

"Nath kok lama banget sih? Temen kamu baru aja pergi" ujar Anita

"temen? Siapa ma?" Tanya Sabiru

"Zara, Alia sama Yuna. Tadi kami duduk bareng disini, lo sih lama" jawab Talia

"Zara?" Tanya Sabiru kaget

"iya, lucu ya dia. Masa tadi temennya ngira Talia itu adik kamu, jadi mama bilang bukan adik tapi calon" kekeh Anita

"mama bilang gitu ke Zara?" Tanya Sabiru. Ia panik dan mersaa bersalah, sudah tentu Zara akan memikirkan yang tidak-tidak teradap dirinya dan Talia. Padahal ia murni menganggap Talia seperti saudaranya. Setelah menyelesaikan makan siang mereka, dan mengantarkan mamanya dan Talia pulang, Sabiru berusaha menelpon Zara namun tak kunjung mendapatkan jawaban

"Zar, angkat dong telponnya. Daritadi loh dia nelpon kamu" pinta Alia

"paling dia mau minta maaf aja" jawab Zara malas

" tapi setidaknya kamu harus dengerin penjeasan dia dulu, mana tau mamanya bercanda doing" jawab Yuna. Zara menggeleng lemah

"kayaknya ini pertanda dari Allah, kalo aku dan Sabiru emang gabisa bersatu. Hal ini tu udah salah dari awal. Tapi kami berdua nekat untuk ngejalanin. Harusnya dari awal aku ga usah kasi celah buat Sabiru masuk ke kehidupan aku." Jawabnya

"Zar, kamu ga salah. Ini bukan kehendak kamu, tapi ini yang namanya takdir" balas Alia

"jadi apa yang mau kamu lakuin sekarang" Tanya Yuna

"kayanya aku bakal menjauh dari Sabiru. Sekalipun yang mamanya bilang tadi itu salah, aku bakal tetap jauhin dia. Karna mau dibawa kemana hubungan kami? Secinta apapun dia ke aku dia ga akna mungkin berpaling dari tuhan dan orangtuanya. Begitupun aku. Aku gamau terlibat lebih jauh dengan Sabiru." jawab Zara

Kedua sahabatnya hanya terdiam, sebenarnya mereka tak rela kalau Zara dan Sabiru menjauh karna mereka tahu keduanya saling mencintai. Namun apa boleh buat, takdir mereka berada di dua bahasa surga yang berbeda.

Sepulang Zara ke rumah, sang nenek memandang aneh cucunya. Zara terlihat lesu dan matanya sembab bekas menangis

"Zara, kamu kenapa nak?" Tanya lembut sang nenek

"nek, ternyata selama ini laki-laki yang aku kagumin dan aku sayang ternyata berbeda tuhan dengan kita, dan lebihnya lagi orangtuanya udah punya calon untuk dia dan mereka serasi" tangis Zara pecah di pelukan neneknya

"Sabiru?" Tanya neneknya. Zara mengangguk

"Zara, tak ada yang salah dengan cinta kamu dan Sabiru. Nenek bisa merasakan betapa tulusnya Sabiru ke kamu. Tapi kembali lagi, kalian berbeda nak. Kamu mau meninggalkan agamamu demi Sabiru dan begitu juga sebaliknya? Mungkin kalian ditakdirkan untuk menjadi teman namun bukan teman hidup" terang neneknya

"Zara tau nek dan Zara ngerti. Zara juga ga akan maksa kehendak Zara baik ke tuhan maupun ke Sabiru. Semua akan berada tetap di porsinya masing-masing" jawab Zara

"ternyata cucu nenek sudah dewasa ya? Percayalah nak, kelak Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik, mungkin Sabiru baik namun aka nada yang lebih baik untuk kamu" kata neneknya

Setelah bercerita kepada neneknya, Zara menjadi lega. Setidaknya sudah ada sedikit ruang ikhlas di hatinya untuk perlahan melupakan Sabiru. Zara membuka handphone miliknya dan menekan nomor seseorang disana

"haloo" sapa Zara

"Zara? Kamu kemana aja? Aku telfonin kamu daritadi tapi gada jawaban. Kamu gapapa kan? Kamu baik-baik ajakan?" Tanya Sabiru bertubi-tubi

"Sabiru, aku baik-baik aja kok. Tadi handphone aku habis baterai.oh iya, besok kamu bisa ketemu aku? Di danau kesukaanmu" Tanya Zara

"bisa cantik, bisa. Udah ga sabar pengen ketemu kamu" jawab Sabiru disana

"yaudah, ketemu besok ya, bye good night" ucap Zara dan segera mematikan telponnya

Setelah itu ia pergi menuju balkon kamarnya. Memikirkan apakah keputusannya saat ini sudah benar

"saat ini, banyak hal yang terjadi di luar batas kemampuan ku, termasuk mempertahankan mu. Aku belajar berbesar hati, berdamai dengan keadaan. Sekarang aku tak lagi memaksa apapun yang menjadi kehendakku. Karena akhirnya aku sadar, bahwa beberapa hal tidak bisa diubah" ucap Zara ke dirinya sendiri bersamaan dengan air mata yang jatuh.

"sekarang aku paham, sekalipun berjalan bersama tak selalu tujuannya juga sama. Cukup menemukan dia yang arah dan tujuannya yang sama agar berjalan tak sekedar beriringan, tapi juga bertahan hingga akhir. Berdampingan dengan yang cintanya tulus dan setara" sambung gadis itu.

Zara menghembuskan nafasnya, ternyata sesingkat itu kisah antara dirinya dan Sabiru. Begitu singkat namun meninggalkan kesan yang mendalam. Malam ini ia harus menerima kenyataan bahwa esok mungkin adalah hari terakhir dirinya bertemu dengan seseorang yang ia cintai.

Keesokan harinya, disitulah sekarang mereka berada di danau favorit Sabiru. Sabiru yang daritadi excited bertemu dengan Zara menceritakan hari-hari yang ia lalui beberapa hari ini. Seketika Zara membuka suara

"siapa Talia?" Tanya Zara. Sabiru terdiam, ia sudah menebak pasti akan ada hal ini yang ditanyakan Zara. Sabiru pun menceritakan semua yang di alami Talia dan kisah mereka dulu sampai di mana mamanya menganggap Talia sebagai anaknya sendiri. Zara yang mulai mengerti, mengangguk paham dan tersenyum,

"sepertinya, Talia lebih butuh kamu" ucap Zara

"maksud kamu?" Tanya Sabiru

"Sabiru, mari kita akhiri semua ini. Mari akhiri semua perasaan yang telah ada di antara kita. Kita salah Biru" jawab Zara dengan memalingkan wajahnya dari hadapan Sabiru.

Sabiru diam, tak menjawab pernyataan Zara. Benar adanya apa yang ia pikirkan sebelum ini, bahwa kisah yang ia mulai bersama Zara akan berakhir sama seperti kisahnya dan Azura dulu.

"Zara, aku tau kita salah dari awal. Tapi salahkah cinta aku ke kamu? Apakah di agamamu melarang seseorang yang bukan umatnya untuk mencintai hambanya?" Tanya Sabiru menyesakkan. Tangis Zara pecah, ia tak bisa menahan rasa sakit atas pertanyan Sabiru.

"ga ada yang salah Biru. Tapi inilah takdir kita sedari awal. Selaras namun takbisa saling genggam. Jika kamu ke aku berkali-kali tentang bagaimana perasaanku ke kamu, jawabannya akan tetap sama, Biru ga berubah sejak awal" jawab Zara

Sabiru menghela nafasnya, mau seberjuang apapun Sabiru untuk mempertahankan Zara akan sia-sia jika salah satu dari mereka tidak ada yang mengalah. Dengan berat hati Sabiru menerima keputusan Zara.

"aku akan menjauh Biru. Aku akan mengobati lukaku sendiri. Tapi aku mohon tolong jaga Talia, dia butuh kamu, dia ga punya siapa-siapa lagi" kata Zara tersenyum pilu

"tapi aku ga bisa tanpa kamu Zara" jawab Sabiru

"bisa Sabiru, buktinya sebelum ketemu aku kamu baik-baik aja" balas Zara

Mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Pada akhirnya Zara membuka suara

"aku pulang dulu ya Biru, kamu ga perlu anterin aku. Oh iya kita akan tetap bisa berteman baik tanpa melibatkan perasaan" kekeh Zara. Namun Sabiru tau kalau itu bukanlah tawa yang bahagia.

"jaga diri kamu baik-baik, aku akan selalu mengenang kamu di hidup aku" ucap Sabiru

Zara meninggalkan Sabiru yang masih belum beranjak dari tempatnya. Segera Zara berlari dengan air mata yang jatuh. Namun ia tak langsudng pulang ke rumahnya, melainkan ke makam ibunya

"assalamualaikum ma, ma Zara dateng lagi tapi dengan keadaan yang hancur. Semuanya berakhir ma, Zara mengakhiri semuanya. Zara gamau jatuh lebih dalam, Zara sakit ma" tangisnya.

Sebelum pulang tak lupa Zara menyempatkan diri untuk ke makam Azura, mantan kekasih dari lelaki yang ia cintai

"hai Azura, aku tau kamu ga kenal aku. Tapi aku kenal kamu berkat Sabiru. Ternyata Sabiru begitu baik, kamu beruntung pernah memilikinya. Azura, kisah kita berakhir sama dengan orang yang sama pula. Tap aku ga pernah nyesal bertemu dengan Sabiru. Tolong jaga dia dari atas sana ya" ucap Zara seolah-olah Azura mendengarkannya.

Hari demi hari, sebulan telah berlalu tak ada lagi kehidupan Zara bersama Sabiru, Zara berhasil melewati hari-harinya tanpa Sabiru. Zara melanjutkan kehidupannya seperti awal sebelum ia mengenal Sabiru. Suatu hari untuk mengobati rasa rindu Zara ke Sabiru, ia meutuskan untuk pergi ke danau tempat favorit biru. Namun sesampainya disana, Zara melihat sosok laki-laki yang sangat ia rindukan mata teduhnya. Namun ia tak sendiri, ia bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Talia. Ya, Talia dan Sabiru. Zara melihat mereka dari kejauhan dan tersenyum

"mungkin, suatu saat kita akan bertemu, bertatap mata lagi, tapi aku tidak akan pernah berusia 20 tahun lagi. Dan aku tidak akan pernah lagi menatapmu dengan mata yang penuh cinta itu lagi" ucap Zara tersenyum lega, melihat kebahagian yang terpancar antara keduanya.

"nama yang dulu selalu kupersembahkan dalam doa, kini menjadi nama yang paling kuat kupohon kepada Allah untuk dilenyapkan dari ingatanku. Aku tak lagi meninggikan seseorang yang tak layak kukejar melalui doa-doa yang kupanjatkan." Sambung Zara dalam hatinya.

Saatnya melepaskan apa yang telah berakhir.  

Aku tahu ini berat, aku tahu ini melelahkan.  

Tapi yakinlah, kamu bisa melalui semuanya.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun