Mohon tunggu...
Tsamin.  H
Tsamin. H Mohon Tunggu... Guru - Penulis Amatir

lets write our new story

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curhat

13 Agustus 2023   14:29 Diperbarui: 13 Agustus 2023   14:34 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Mau pesan apa, mbak ? Kayak biasa ?" Tanya seorang pelayan warmindo. Kali ini suasananya ramai, banyak pengunjung berdatangan membawa pasangan bahkan ada yang sendirian seperti aku. Sudah satu minggu aku mengunjungi tempat ini. Pukul 19.30, setelah sholat Isya. Meja Pojok dekat kasir sebelah sebuah lukisan barista, berbaju putih dengan celemek hitam bertulisan "Wamindo Asik." Tempat ini sangat berarti bagiku. Bukan karena harga makanan dan minumanya yang murah ataupun mas - mas kasir yang tampan dan berkacamata itu. Bagiku tempat ini cocok sekali untuk aku yang sedang galau, bingung dan hilang semangat. Seperti saat ini aku duduk ditemani dengan secangkir kopi hitam dan indomie rasa mie aceh. 

Di lain tempat tapi di jam yang sama, 19.30

" Gimana Bro, besok hari terakhir lu, gak mau lu ungkapin aja perasaan lu ke dia ?" Tanya seoarang laki - laki yang seumuran dengan si laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek

Dia menyenderkan punggungnya ke kursi dan melipat kaki kanannya. Dia ingin sedikit rileks.

" Gua bingung." Jawabnya datar dan tidak bersemangat.

" Kenapa harus bingung, lu tinggal ungkapin. Abis itu kalau lu diterima tinggal jalanin, kalau lu ditolak tinggal cari yang lain. Live is easy, bro. C'moon"

" Life bukan live, wahai aristoteles sipit. gua ini bingung bukan masalah ditolak apa diterima tapi ada hal yang lebih rumit lagi." 

Satu minggu lalu, di meja kantor ruang guru. 

" Bu Nia, maaf. Saya ingin resign." Seorang guru

laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek, Pagi itu membuat heboh seisi ruang kantor guru. Dia menimbulkan banyak sekali pertanyaan. Membuat si fans MU siap untuk bertanya. Apa hubungannya Fans MU dengan dia.  

" Hah ?! Resign ? Kenapa ? Bagaimana ? Kok bisa ? " Tanya Bu Nia, Kepala sekolah si fans MU garis keras dan pembenci captain tercinta, Lord Harry Maguire. 

Aku pun yang di sebelah Bu Nia mendadak kaget dan berubah menjadi sharelock Holmes, aku siap mencari fakta kenapa dia mendadak ingin resign tentunya tanpa melibatkan akun instagram lambe turah. 

" Ya, karena saya ingin berkembang. " katanya simple.

" Emang kamu gak berkembang disini ?" Aku menurup laptop dan memandang wajah berkacamata bulat dan tidak jelek dan tidak ganteng.

" Berkembang, sangat berkembang tapi...." 

" Gaji kurang...," Imbuh kepala sekolah fans MU. 

" Bukan, Bu Nia. Saya ingin berproses lebih hebat lagi dari apa yang saya capai sekarang." 

Aku membuka laptopku dan kembali menulis, kali ini aku menulis pesan di whatapps web. " Jujur, kenapa kamu mau pindah ?" Introgasi Pertamaku.

30 menit berlalu, hanya menscrol instagram, melihat beberapa vidio FYP dan membalas beberapa pesan dari wali murid. Disekelilingku juga tidak berubah, masih ramai dengan candaan di setiap mejanya. Mas - mas yang ada dikasir sesekali melirikku. Aku tahu, dia pasti kepo denganku. Mana ada seorang mbak - mbak yang selama satu minggu berturut - turut datang, duduk di tempat yang sama dan memesan minuman yang sama. Pasti mbak - mbak itu sedang galau memikirkan dunia, ingin menjadi dokter hewan atau dokter kandungan, ingin menyelamatkan kerajaan clover atau menyelamatkan Monkey D Grap. Setidaknya itu yang aku terka - terka dari lirikan mas - mas itu. 

 " Mas..., Mas..., !" Aku tidak tega dengan orang yang penasaran.

" Saya, mbak ?" Dia menunjuk dirinya sendiri, aku balas dengan anggukan.

" ada tambahan lagi ?" tangannya mulai mencatat 

" Obat sakit pusing ada gak, mas ?"

" Mbak pusing ? " 

" ya, bukan pusing biasa, tapi pusing hati"

" ooooh, galau !" Mas - mas itu menaruh pulpen dan buku catatannya dan mulai duduk di kursi yang ada di depanku. Aku heran.

" Curhat aja mbak, aku dengerin kok. Barangkali aku bisa ngasih solusi kampus mana yang punya jurusan kedokteran kandungan paling bagus di Jakarta."

Aku menahan tertawaku. Tidak buruk juga jokes mas - mas kasir ini. 

" Jadi gini mas...,"

" Aku ingin berkembang seperti teman - temanku." balas laki - laki berkacamata bulat yang tidak ganteng dan tidak jelek itu dalam pesan Whatsappsnya.

" Teman - temanmu yang di Malang itu ? Kan semua orang punya jalan berkembangnya masing - masing. Jangan terlalu insecure." Aku berusaha meyakinkannya.

" Aku gak insecure sama mereka. Aku memang memiliki target sendiri. Disini aku sudah tidak punya alasan lagi untuk bertahan lebih lama. "

" Punya kok, disini banyak alasan yang bisa buat kamu untuk bertahan."

" Coba kasih aku 5 alasan kenapa aku harus menetap disini."

" jangan 5,  kebanyakan." Aku menawar

" katanya banyak ?" 

" 3 gimana ?"

" 3 dalam waktu seminggu, kalau gak ada. aku bakalan pergi beneran."

Aku melirik wajah si laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek. Raut muka penuh dengan kemenangan, senyum lesung pipinya mulai mengembang. Hei, kamu belum menang tahu.

Kafe sebelah juga tidak kalah ramai, dua laki - laki yang datang pukul 19.30 juga masih ada disana. Mereka masih asik mengobrol

" Jadi lu ngasih tiga syarat itu. Buset dah kejam banget lu." 

laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu meraih secangkir es coklat lalu menyeruputnya perlahan - lahan. 

" Gua gak kejam, cuman gua mau pergi tanpa rasa penyesalan."

" Penyesalan ? Seharusnya lu peka dong, itu cewek gak mungkin nanyain lu kayak gitu. Kalau emang gak ada rasa sama lu ! Wah kalau sampe nanti lu pergi tanpa ngungkapin gua jamin lu yang bakal nyesel. " 

" Hmm..,"laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu terdiam.

semakin malam, warmindo semakin asik. Obrolanku dengan mas - mas kasir mulai terasa asik, sesekali mendengar jokes yang absurd membuat malamku tidak segalau malam - malam sebelumnya.

" seberapa nyaman kamu sama silaki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu?" mas - mas kasir itu bertanya serius.

" hmm, aku juga bingung mas. Mungkin cuman dia satu - satunya cowok yang sejauh ini berhasil membuat aku nyaman banget. Hampir setiap pergi ke sekolah, aku selalu menunggu kedatanganya tepat di meja paling pojok sebelah kanan. Setiap pagi dia datang ke mejaku dan memberikan sebungkus permen sugus." 

" Cuman gara - gara permen sugus kamu udah nyaman ? apalagi kalau  kamu nikah mungkin dua kardus permen sugus bisa jadi mahar pernikahan kamu nanti."

" Gak sugus juga kali mas, Kalau mahar aku sih maunya emas dua kilo dan tiket liburan ke korea selatan."

" Hahahaha...,"  Kami berdua tertawa lepas

" emang si laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu bakalan ngasih mahar emas dua kilo dan liburan ke korea selatan ?" 

" jangankah ngasih mahar, nyatain rasa aja gak berani."

" jadi kamu belum pacaran." 

Aku mengangguk.

Tidak hanya permen sugus yang menjadi sepesial, motor beat merah juga mejadi sepesial. itulah titik awal rasa nyaman itu tumbuh merajut rasa rindu saat tidak bertemu

" Bu Ida, gak bawa motor ?" laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek  menyapaku dari belakang

" Lagi diperbaiki, pak. " aku menjawab diakhiri dengan senyuman

" mau bareng ?" 

aku mengangguk malu

" Aku duduk miring, ya ?"

" Boleh."

Selama perjalanan, banyak sekali candaan yang membuat aku semakin nyaman. Tebak - tebakan receh menjadi andalan laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek. 

" Ikan bernafas dengan apa ?" laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek memulai tebak - tebak receh.

" insan...," Aku menjawab polos.

" salah..,"

" Paru - paru."

" bukan...,"

" Terus...?"

" Izin tuhan."

aku tertawa tersipu malu.

Motor beat itu berhenti tepat di gang depan rumahku. Aku menyuruh laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek, dia menolak.  

" saya belum siap ketemu camer, hahaha." 

" Ih, camer ? emang berani ngelamar ? ayahku jagoan silat loh."

" Jangankah jagoan silat, sama thanos aja saya berani." 

" itumah film kali, gak real. Kalau berani mah sekarang mumpung orangnya ada dirumah."

" Saya sibuk. "

" Tadi bilang belum siap, sekarang sibuk. Gimana sih ?"

" Ya dua - duanya, bye saya pergi ya. Assalamualaikum." Motor beat merah itu meninggalkanku.

laki - laki bekacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu mengeluarkan sebungkus permen sugus.

" Mau ? " laki - laki itu menawarkan ke temannya.

" Jadi apa yang lu mau lakuin besok ? " sambil mengunyah permen

" ya seperti biasanya ngajarlah." 

" Kalau lu cuman ngajar dan gak nyatain perasaan ke Ida, Lu bakal nyesel 7 keturunan." Aristotels sipit itu mulai mengancam.

" Oke, gua bakalan lakuin tapi pakai cara gua sendiri." 

Mencari  3 alasan untuk mempertahankan seseorang itu lebih sulit dibandingkan menjaga gawang MU. Lagi pula seberapa penting sih orang itu sampai harus mencari alasan untuk dia bisa bertahan. Bagiku dia tidak begitu penting tapi entahlah selalu saja ada moment yang membuat aku tidak bisa merelakan kepergiannya.

" Gimana udah ketemu alasanya."  pesan dari kafe sebelah melalui Whatsapps.

" Udah kok. Kamu pasti gak bisa nolak dengan 3 alasan ini." Aku sedikit jumawa, padahal 1 alasan pun belum terbesit di kepalaku sampai sekarang.

" Oke kalau gitu, aku tunggu di tempat biasa."

Aku mendadak bingung. Aku pun menunjukan pesan itu ke mas - mas kasir yang dari tadi menemaniku. 

" Kenapa kamu pengen dia tetep di sekolah itu atau pengen dia tetep disisi kamu ?"

" apa bedanya ?"

" ya gak ada bedanya, keduanya sama - sama buat dia bertahan meskipun berbeda tempat." 

" terus..?"

" gak ada kelanjutannya. Yang mesti kamu lakuin cuman jujur aja. Kamu ceritakan semua yang kamu rasakan dari awal kamu bertemu sampai sekarang. kamu gak perlu nyari 3 alasan itu. Kejujuranmu itu yang menjadi kuncinya."

Aku mengangguk paham, tapi aku masih bingung cara menyampaikannya.

" Kamu pasti bisa." tatapan mas - mas kasir penuh dengan harapan.

Aku membalas dengan senyuman, aku merasa lega. 

Circle K, tempat yang sebenarnya tidak begitu sepesial untuk kebanyakan orang. Tapi disanalah aku mulai akrab dengan Seorang laki - laki berkacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek. Promo es coklat beli satu gratis satu dan kebab ayam beli satu gratis satu adalah primadona cemilan yang biasa kami berdua pesan. Hampir setiap akhir pekan, pukul 9 pagi kami berdua datang memesan cemilan andalan, kami berdua saling bercerita, keluh kesah selama seminggu ini ataupun membuat soal ujian bersama. Sampai saat terkhir seperti ini laki - laki berkacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu memilih tempat ini. 

" Udah lama disini ?" Aku menyapa laki - laki berkacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek. 

" gak kok, lima sampai tujuh menit. Jadi gimana udah nemu 3 alasanya ?"

" Biarin aku duduk sebentar. Baru dateng udah ditanya aja, udah kayak wartawan kamu." Aku menarik sebuah kursi dan duduk di depan laki - laki berkacamata bulat dan berwajah tidak ganteng dan tidak jelek. 

Aku menghela nafas sejenak. 

" Aku gak punya alasan untuk menahan kamu disini, kamu memiliki kebebasan untuk pergi kapan saja. Tapi.." perkataanku terpotong dengan satu telunjuk menempel di wajahku.

" Aku suka kamu."

Mukaku memerah malu, pandanganku berubah ke arah meja.  

" Maaf aku gak bisa nerima kamu."

Wajah laki - laki itu mulai murung.

" Ya udah kalau gitu keputusan kamu."

" Aku gak mau nyakitin diriku lagi. tapi kalau emang kamu bener - bener suka kata ayahku kamu boleh kok dateng ke rumahku terus langsung ngomong ke ayahku. Tenang ayahku gak galak kok, paling cuman gigit aja."

" Emang kamu mau nunggu aku ?" 

Aku mengacungkan jari kelingkingku.

" Aku juga suka kamu, makanya aku janji bakalan nunggu kamu."

Wajah laki - laki berkacamata bulat dan berwajah tidak ganteng tapi tidak jelek itu mulai tersenyum dan aku juga membalas dengan senyum tulus.

" Aku janji akan datang melamarmu." Dua jari kelingking itu saling mengikat satu sama lain. 

Perpisahan itu menyisakan sebuah janji untuk saling bertemu kembali. Waktu dan tempat menjadi ujian tanpa batas. Kepercayaan dan keikhlasan menerima menjadi kunci janji itu bisa bertemu kembali. Demi masa jagalah dia sampai aku bisa menyaksikannya bertemu dengan ayahku dan menyatakan betapa besar cintanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun