" Saya boleh duduk disini mbak ?" Seorang laki - laki memakai kemeja biru lengan panjang membawa semangkok bakso urat jumbo dan es matcha hijau dengan sedotan berwarna putih
" silahkan mas. " Perempuan itu mempersilahkan.
" Vina ?" laki - laki itu sejenak memperhatikan orang yang di depannya dan berfikir sejenak
"Ya, tunggu pasti kamu Jhon ?" Vina menunjuk laki - laki itu, menebak.
Jhon hanya membalas dengan anggukan.
" Gimana kabar, Jhon ?"
" Seperti biasa, sehat, ganteng dan idaman semua perempuan." Jhon menyombongkan diri.
" Kamu gak berubah, tetap sombong seperti dulu." Vina mengangkat minumannya.
" kamu juga tetap sama. Red velved dengan sedotan merah dan diminum dari sebelah kiri kalau sebelah kanan fans MU" Jhon menunjuk minuman red velved yang sedang diminum Vina, Vina tersedak.
Mereka berdua tertawaÂ
Vina, seorang perempuan yang tidak sengaja ditemukan oleh seorang ilmuan jenius dan tampan. Jhon nama ilmuan jenius itu. cerita itu sebenarnya sudah dimulai sejak tujuh tahun yang lalu. Awal masuk perkuliah di kantin kampus, masa - masa kejam ospek. kenapa kejam ? ya jawabannya simple karena tidak masuk nalar. Setidaknya pada masa itu Jhon menjadi pahlawan pembebas kekejam non nalar ospek.Â
Vina, perempuan berkacamata, rambut kepang dua dengan baju khas ospek kemeja putih SMA dan bawahan rok panjang abu - abu dilengkapi nametag kardus bertulisan nama ; putri malu. hobi ; malu - maluin. perempuan itu lari tergesa - gesa, terlambat.Â
"Baru hari pertama saja sudah terlambat apalagi nanti masuk kuliah. palingan baru masuk pas kelas lima menit mau bubar." Kata salah satu kakak tingkat perempuan memegang pundaknya, mata melotot, bibir nyinyir kedepan dan satu lagi alis mata tebal lima cm yang  terangkat sebelah. Kejadian itu cukup menyita perhatian segerombolan kakak tingkat sok keras plus sok garang yang lainnya. Mereka mengerumpuni, siap membuli.Â
Tidak ada yang kebetulan jika memang jodoh sudah ditakdirkan, Jhon datang terlambat juga. Pakiannya berbeda dengan para mahasiswa lainnya. Baju putih tanpa bat SMA bercelana hitam. Nama nametagnya juga mengenakan nama asli tidak menggunakan nama konyol seperti lainnya. Nama; Jhon Putra Andrea, Hobi ; apa aja selain ospek. Jalannya tidak tergesa - gesa, jalan santai tapi tegas. Jhon tidak tahu di depan, kanan, kiri dan belakangnya kakak kating siap memberi pelajaran pertama.Â
" Hei, maba sudah terlambat. Malah bergaya jalannya. " Kakak tingkat yang satu ini badannya besar dan kekar sepertinya dia si ketua ospek. tangannya meraih nametahnya Jhon.
" Nyali kamu gede juga ya, Jhon." Tangannya mengangkat kerah Jhon,Â
" Kalau iya, emang kenapa ?" Jhon mencengkeram tangan si ketua ospek,Â
"Pukul.....!" teriak seorang maba berambut botak yang berdiri tidak jauh dari Jhon, tangannya mengepal ke atas. Â Suara itu menggema memberi perintah keras, baku pukul mulai pecah. Â
Dilain sisi lapangan Vina itu terjatuh. Kondisi tidak terkendalikan, beberapa orang membantu membawa ke ruang kesehatan. Kejadian itu baru reda, setelah seorang dosen datang mengambil mik dan memarahi semua orang yang ada di lapangan termasuk seorang pedagang bakso yang sibuk memainkan kentongan, menarik pembeli. " So.., Bakso...,"
Kini Jhon berada di ruangan kesehatan, kondisinya memar biru di sebelah mata kanannya dan bibirnya sedikit berdarah. Tepat disamping sebelah biliknya, Vina baru bangun dari pingsannya. Jhon melangkah keluar.
" Air...., air....., tolong....!" minta perempuan itu.
" Mau apa ? kopi, teh apa susu ?" Jhon menawarkan
" Air putih aja."Â
" Kalau itu mah ada disamping lu, ambil sendiri gak usah manja." Jhon langsung meninggalkan perempuan itu.
" Ha ?" Vina jengkel.
Setelah kejadian di lapangan, Jhon mulai terkenal di kalangan mahasiswi. Dimata mereka Jhon adalah mahasiswa yang perfect, kaya, pintar, ganteng dan berwibawa. Setiap mahasiswi ingin sekali menjadi pacarnya. Tetapi berbeda dengan Vina, baginya Jhon hanya mahasiswa yang selalu bikin onar, sok pintar dan si paling pamer harta. Apalagi melihat kelakuan Jhon di kelas, bikin Vina makin geram. Setiap hari Jhon pasti masuk kelas dengan tebar pesona, entah merapikan rambut, senyum sok cool apalagi yang paling bikin jijik adalah selalu datang pagi terus nunggu depan kelas sambil nyapa satu - persatu mahasiswa yang lewat. pokok Jhon itu bagi Vina cuman seongrok tumpukan sampah yang selalu nebar bau tapi susah dibersihin.Â
" Ih ganteng banget sih. Pengen deh jadi pacarnya walau cuman satu jam. Yang penting bisa pegangan tangan di pinggir danau, Â ngobrol sambil makan es krim. Terus aku makannya belepotan dan si Jhon ngelapin pake tisu. Ih so sweet banget." matanya berbinar - binar penuh harapan yang setebal khayalan.
" Ih, gila kamu ! Jhon si manusia paling sombong kelas kakap gitu, mau dijadiin pacar. Kalau aku mah mending sama kang Ruli, si tukang bakso jos gandos asoy geboy, baksonya enak lagi." Vina dengan mantab mengucapkan kata - kata itu, dia tidak tahu bancana apa yang dia undang. Â Â
" Sama saya mbak, kalau saya mah mau - mau aja. Asalakan mbaknya mau saya jadiin istri kedua." Kang Ruli datang membawa dua mangkok bakso urat jumbo dengan sambel hijau di pinggirannya. Kang Ruli bahagia, doanya semalam langsung dijawab tuhan.
" Gak jadi, kang. aku udah punya pacar." Vina terpaksa tersenyum agar terlihat ramah walaupun sebenarnya agak ilfil dengan tatapan kang Ruli yang berharap Vina bisa dijadikan istri kedua.
" Gak, kang. Dia masih jomblo, original, belom pernah diunboxing. Hahaha" tawa puas sahabat Vina, tangannya sibuk menahan tangan Vina yang hendak memukul mulut sahabatnya.
 " Gak papa kok, neng. Akang tunggu kok. ini kartu nama akang." Kang Ruli meninggalkan sebuah kartu nama " Bakso Kang Ruli Jos Gandos : 081254953258"Â
Vina menatap kesal ke sahabatnya.Â
" Jangan ditolak atau nanti menyesal. " Sahabatnya mengambil kartu nama itu dan menaruh di dalam tasnya Vina.
" Ih apaansih kamu..! " Vina mengelurkan kartu itu dan membuang semabarangan.Â
Jalan raya itu sekarang mulai lengang, tidak semacet tadi. Tapi kedai yang ditepati Vina dan Jhon mulai ramai dengan pengunjung. Tukang koran yang tadinya sibuk mondar - mandir kini sedang duduk besantai di kursi nomer 34 sambil menghisap sebatang rokok ditambah secangkir kopi hitam. Sepasang kekasih baru masuk ke dalam kedai dengan bergandengan tangan. Mereka berdua terlihat seperti sepasang suami istri yang baru kemarin menikah. Di meja nomer 12, Jhon masih menunggu Vina keluar dari toilet. Sekitar 10 menit mereka membicarakan masa lalu.
" Kamu tahu Vin, ini benda apa ?" Jhon mengeluarkan sebuah kotak cincin berwana merah diatasnya bertulisan forever.
" itu kan cincin yang waktu itu !" muka Vina berubah menjadi sangat antusias, dari dulu dia sangat menginginkan benda itu.Â
" Kok bisa sama kamu ?" Vina berusaha meraih cincin itu, tangan Jhon lebih dulu meraih tangan Vina.
" Ini buat kamu, tapi itu dulu...., sekarang cincin ini udah bukan punya kamu lagi."Â
Entah sejak kapan mereka berdua bisa menjadi akrab. Padahal dari semasa ospek hingga KKN, Vina dan Jhon selalu saja berdebat, saling membenci,  dan saling mencakar satu sama lain. Ya bagaikan anjing dan kucing.  Jhon akan mengonggong keras jika si Vina datang. Begitu juga Vina, dia akan mencakar muka Jhon jika melihatnya  Kalian pahamkan maksudnya. Â
Tapi satu hal lagi yang unik, entah kenapa alam semesta sangat ingin mereka bersatu. Â Mulai dari tugas kelompok kuliah mereka satu kelompok, panitia agenda fakultas maupun jurusan mereka satu divisi, Â dan yang paling terakhir mereka sekelompok di KKN dengan dosen pembimbing pak Joko. Â Konon katanya kalau ada sekelompok mahasiswa dapat dospem kkn pak joko, pasti dua orang dari kelompok itu ada yang jadian bahkan setelah kuliah langsung menikah. Â
" Hadeeeh....," Vina menepok jidatnyaÂ
" Sama Jhon lagi ?" tanya sahabatnya yang dulu menjodohkannya dengan kang Ruli.
Muka Vina tertekuk kesal, kertas itu disobeknya dan di buang ke tempat sampah.
" Kanapa tidak aku saja sih, tuhan. aku ingin sekali saja sekelompok dengan Jhon si ganteng, kaya dan murah senyum itu. Amiin. " kata sahabat Vina sambil mengangkat kedua tangannya, berdoa.Â
Jhon melepaskan tangan Vina, muka Jhon sekarang serius.Â
" Aku tahu kamu menginginkan cincin itu, aku tahu sekali. bahkan sejak kejadian itu aku berjanji untuk membelikan dan memasangkan cincin itu di jari manis kamu, Vin."Â
" Oh kejadian di toko perhiasan Delima......, ih nyebelin banget tahu, kamu waktu itu. Bikin malu banget..," Muka Vina berubah cemberut setelah mengingat kejadian itu. Vina berusaha membawa suasan lebih ringan.
Persimpangan jalan mawar, kota belitung selalu ramai. Hampir setiap sudut kota dihiasi pedagang kaki lima, toko kelontong dan salah satu toko yang paling ramai dikunjungi toko perhiasan Delima. Tempat KKN Vina dan Jhon tidak jauh dari kota belitung. Kota yang indah untuk jatuh cintaÂ
" Jhon, tunggu aku." Vina jalan tergesa - gesa menyusul langkah Vina.
" makanya jangan pake bakiak kalau jalan."
" ih tapikan bakiak ini lucu ada motif bunga raflesianya. sayang kalau gak dibeli." Vina mengankat bakiaknya. kini dia jalan tanpa alas kaki.
Sore itu Jhon dan Vina ditugaskan pak Joko untuk menyebarkan kusioner kepada masyarakat sekitar kota. Kusioner tentang peningkatan minat jual beli masyarakat di kota belitung khususnya daerah pesisir pantai. Vina dan Jhon mulai membagikan ke setiap pejalan kaki, pengunjung toko di persimpangan jalan dekat toko Delima.Â
" Maaf kak, ada waktu sebentar. Aku Vina Mahasiswa dari UPI Bandung. Aku boleh minta tolong gak, ngisi kusioner tentang  minat jual beli masyarakat sekitar kota belitung." Tanya Vina sambil membagikan kertas kusioner ke seorang remaja kuliahan. Â
" boleh kak, sini aku bantu. "Â
" Jhon..., Jhon..," Vina berusaha memanggil Jhon yang masih asik dengan kameranya. Dia memotret setiap orang yang berlalu - lalang. Mencari enggel yang pas untuk mendapat foto terbaik.Â
" Paan sih. Gangu aja. " Jhon berteriak.Â
" Tolong fotoin..., Jhon Putra Andrea. Tugas kamu itu fotoin aku yang lagi nyebarin kusioner.  Bukan fotoin emak - emak  lewat. " Vina kesalÂ
" iya gua tahu.., " Jhon menyiapkan enggel kamera dan mengatur iso.Â
Vina merapikan kerudungnya. Senyum manis dengan lesung pipi mengembang di ujung kedua sudut pipi Vina. Â
Jhon memotret beberapa kali. Dia memperhatikan setiap foto yang dia ambil. Â Satu foto yang membuat dia termenung takjub. Foto Vina yang berdiri disamping seorang remaja, membantu mengisi kusioner. Senyum yang diapit lesung pipi menjadi nilai tambah dari foto tersebut. Jhon mulai tertarik.Â
" Gimana fotonya, bagus gak. " Vina mendekati Jhon yang sedang melihat foto di kamera.Â
" hmm, lumayan sih. Nih lihat sendiri. " Jhon memberikan kameranya ke Vina.Â
" iiiih cantiknya aku, terima kasih jhon, foto kamu bagus. " Vina memuji
" Harga fotonya sepiring bakso, kalau gak ada bakso foto ini aku hapus. "Â
" Dih males, hapus aja palingan kamu nanti diomelin pak Joko."Â
Matahari mulai turun, dia lelah seharian bertengger diatas langit. Melihat tingkah laku manusia yang beragam. Jhon dan Vina, salah dari dua orang yang diperhatikan oleh matahari. Betapa akrabnya, mereka bercanda gurau di depan toko perhiasan Delima. Â Â
" Jhon..., coba lihat sini deh." Vina menunjukkan sebuah cincin perak yang diatasnya dihiasi berlian berwarna biru kemilauan. Cincin itu tampak menawan dan anggun mengalahkan belasan cinicin yang dipejeng di etalase.
" Cincin ?"Â
" Pengen deh, suatu saat nanti ada seseorang laki - laki yang ganteng, ramah, dan gak sombong ngelamar aku pake cincin itu." Wajah Vina memerah, tampaknya dia menaruh sebuah harapan besar ke seseorang.
" Gua beliin itu buat elu ? Diih males ! "Â
" Gak usah kepedeaan, kamu bukan tipe aku."
" Oh ya, lihat aja nanti. Pasti suatu saat nanti kamu akan suka sama aku dan berharap aku mau jadi pacar kamu, kayak cewek - cewek yang lain di kampus."
" Hmmm, tidak akan pernah." Kepala menggeleng dan kedua tangan Vina menyilang.
" Kalau makan bakso di deket jalan arah basecamp mau ? katanya bakso urat disana terkenal enak sekali.
" Mau..., mau...., tapi dua porsi ya ?" mata Vina berbinar - binar.
" Dasar....!" Jhon meraih tasnya dan menyalakan sepeda motor astrea berwarna hitam yang dipinjamnya dari kepala desa tempat ia dan Vina mengadakan KKN. Kepala desa itu ramah tapi sering meminta buah tangan saat motornya dipinjam.Â
Kalian masih ingat dengan sepasang kekasih yang baru masuk kedai sambil bergandengan tangan sepuluh menit yang lalu. Â Sekarang Mereka tepat duduk didepan meja VIna dan Jhon. Tidak ada yang sepesial dari hubungan mereka, hanya sepasang kekasih yang memamerkan kasih sayangnya di khalayak umum. Saling suap - suapan, saling mengelap bibir dengan tisu dan saling menertawakan satu sama lain.Â
" Terus.., Cincin itu mau kamu kasih ke siapa ?"
" ke pasangan yang di depan itu aja, lihat mereka so sweet banget. Padahal cuman makan roti bakar satu piring berdua plus es teh satu gelas berdua. memang mode hemat sama sosweet emang beda tipis" jari Jhon menunjuk ke pasangan mesra di depan mereka.
" Haha.., hmmmph....," Vina mencoba menutupi ketawanya.
" Ih enak aja, mending buat aku aja. Kalau cincin itu kamu kasih ke perempuan yang ada di sana. Pasti kamu dikira orang ketiga, dan akhirnya kamu dipukulin masa."Â
" Gapapa, dari pada cincin in di tangan jari manis sebelah kiri lu. terus suami lu nanya itu cincin dari mana ? pasti lu bingung jawabnya." Jhon berusaha mengelakÂ
" Gak kok ! bilang aja dari laki - laki bodoh, dia gak berani ungkapin cintanya ke perempuan yang dia suka dan akhir cincin itu dibuang terus aku pungut deh. "Â
" nyindir gue ?"
" Lagian ditunggu tiga tahun malah ngilang ! uuu, dasar gak peka !"
" Gua sibuk nyari tujuh dragon ball....,"Â
Mereka berdua tertawa
Setelah pulang dari kegiatan KKN, hubungan Jhon dan Vina semakin dekat. Dulu jika Jhon dan Vina mendapat tugas kelompok, pasti Jhon enggan mengerjakan tugas kelompok. Jhon hanya asik bermain PUBG dengan temannya. tapi sekarang Jhon justru mengajukan dirinya untuk satu kelompok dengan Vina. Alhasil Vina hanya tersenyum.Â
" Jhon, ini kamu ngerjainnya gimana sih. Masa bikin narasi semudah gini aja masih acak - acakan kayak maba bikin makalah aja." Vina merevisi laporan hasil KKN dia dan kelompoknya.Â
" Sorry, gue lagi gak fokus kemarin, akhir jadi buru - buru deh." Jhon masih sibuk memilah - milih foto di kameranya.
" Vin, coba sini deh lihat !" Jhon melihatkan sebuah foto.
" di foto ini lu cantik, tapi kalau sekarang lu biasa aja. Kira - kira kenapa ya ?"
" Eh, Jhon Putra Andrea. Aku itu udah cantik dari dulu. cuman kamu aja yang telat sadar sama kecantikan aku." Vina tersenyum.Â
" Ih pede banget, mendingan Mbak Yanti. Bodinya bohai, mukanya putih cantik lagi. Kalau kamu mah kurus, pendek, sok dingin. palingan kamu menang cuman disenyum doang." Jhon keceplosan.
" ohhh, jadi kamu suka kalau aku lagi senyum." Vina selfie dengan senyum ciri khasnya.
" Coba kamu buka hape, Jhon." Vina mengirim foto selfienyaÂ
" Kalau itu gimana ?"Â
" biasa aja." Jhon masih berusaha menahan diri supaya tidak memuji Vina.
" heleh, tinggal bilang cantik aja. susah banget. "Â
Vina melanjutkan tugasnya dan Jhon diam - diam memandangi foto Vina.
Waktu membuat Vina dan Jhon semakin dekat. Di setiap malam minggu, mereka berdua pasti akan pergi ke sebuah warung kopi yang cukup terkenal di daerah itu. Memesan minuman dan makanan yang sama setiap minggu. Red Velved dengan sedotan warna merah punya Vina dan Es Matcha dengan sedotan putih punya Jhon. Roti bakar isian coklat dan nanas menyatukan lidah mereka berdua. Saat mereka nongkrong banyak sekali topik yang mereka bahas dari mengerjakan tugas, membongkar identitas Tobi si mahasiswa paling pendiam sekampus, Bui bui Kucing Mbak Yanti yang hobinya hamil dan topik yang paling disukai mereka berdua, teori konspirasi dunia. Setiap ada teori baru yang muncul pasti Jhon dan Vina langsung bersemangat menuju warung kopi itu, memesan makanan dan minuman yang sama dan saling beradu argument satu sama lain.
" Kenapa tukang parki tuh ngeselin banget sih." Jhon menyomot asal topik pembicaraan.
" kayak kamu ?" Vina menoleh ke arah Jhon.Â
" Gue ngeselin, hello..., coba lu tanya semua perempuan di muka bumi. pasti mereka kompak jawab, Jhon itu orangnya ganteng, pinter, suka senyum, suka menolong dan calon orang sukses dunia akhirat."
" Ih geer banget, mereka tuh gak tahu aja, betapa busuknya sifat kamu."Â
Jhon hanya tersenyum mendengar kata Vina. Vina sudah hafal sifat Jhon dan begitu juga sebaliknya.Â
" Btw, besokkan wisuda. Kamu kira - kira mau lanjut dimana ?" Vina mengalihkan pembicaraan.
" Kayaknya gua mau ke Jogja. Gua mau jadi fotoghraper di sana. Kalau lu ?" Jhon meregangkan badannya.
" Aku kayaknya tetep disini. Berapa tahun kamu di Jogja ?"Â
" Sampe gue bisa ngumpulin dragon ball buat lawan akatsuki dan nyelamatin ariel si mermaid." Jhon bersemangat mengarang
Vina tertawa lepas, lesung pipi saat tertawa terlihat jelas. Jhon memerhatikan raut muka Vina sampai membuat Vina tersipu malu.
" Aku pasti bakalan rindu kamu, Jhon."
" Gua juga."Â
Lengang beberapa menit. Malam itu mereka berdua saling menyimpan rahasia satu sama lain.Â
Pasangan sosweet itu pergi meninggalkan meja makannya. Mereka tetap bergandengan tangan. Tampaknya mereka berdua sudah puas memerkan kemesraan mereka. berbeda dengan meja Jhon dan Vina, kini mereka berdua tidak saling bernostalgia seperti tadi, ada sesuatu kebenaran yang hendak terungkap
" Kenapa waktu itu kamu gak bilang ke aku, kalau kamu suka sama aku ?" Vina tiba - tiba menyerang Jhon dengan sebuah pertanyaan dadakan.
" Yaaa..., Karena gue belum siap buat pacaran. Bagi gue pacaran cuman buang - buang waktu, tenaga dan uang untuk seseorang yang belum tentu milik gue. Gue takut ngecewain lu."Jhon menunduk
" Jhon, ngungkapin rasa itu perlu. andai saja waktu itu kamu bilang suka aja, aku sudah tahu hati mana yang harus aku jaga. Tapi sampai waktu itu aku gak tahu perasaan kamu ke aku gimana. Jujur aja dari abis KKN sampai tiga tahun yang lalu aku nunggu kamu ngungkapin rasa itu dan aku juga menyimpan rasa itu. Aku takut rasa aku ke kamu waktu itu salah, makanya aku nunggu kamu ungkapin duluan."Â
Air mata Vina menetes, Jhon mengambil tisu memberikan ke Vina.
" Mama..., " Panggil seorang anak kecil berumur tiga tahun. Anak itu digendong seorang laki - laki berumur empat puluh tahun.
Vina segera mengusap air matanya dan berdiri memperkenalkan sosok laki - laki itu.
" Jhon, ini suami aku."Â
" Rusli." Sapa laki - laki itu sambil menjabat tangan Jhon.Â
Sepersekian detik Jhon memperhatikan sosok laki - laki itu, Jhon kenal siapa dia.
" Kang Rusli, Kang bakso jos gandos yang biasa mangkal di kantin kampus ?"
" iya.., Jhon." Vina mengangguk.
" Kok bisa...?!" Jhon diam heran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H