Aku segera melakukan pengejaran ke tempat persembunyian Nugha.
Ternyata dugaanku benar. Ketika aku tiba di rumah persembunyian itu, Nugha sudah menungguku di ambang pintu. Ia berdiri menghadangku dengan tatapan penuh kebencian.
"Ternyata kau seorang Polisi, ya?" ia berkata sinis seraya merogoh saku jaketnya.
"Kau juga ternyata bukan Nugie," aku membalas kata-katanya.
"Kau sudah tahu terlalu banyak, Ran!" Ia mengeluarkan senjata dari saku jaketnya. Lalu menodongkan senjata itu tepat di kepalaku.
"Sangat disayangkan, Ran. Semuanya harus berakhir sampai di sini. Kau sudah berhasil membongkar identitasku yang sebenarnya. Dan aku juga sudah tahu siapa sebenarnya kau. Kita impas!" Nugha siap menarik pelatuk senjata api di tangannya.
"Tunggu!!!" sebuah teriakan membuat Nugha menoleh. Nina! Gadis itu keluar dari ruang dalam sembari menodongkan pistol ke arah Nugha.
"Kau bajingan, Nugha! Kau menipuku! Kau bilang tak akan melukai Ran!" Nina mengamuk.
"Hei....Ada apa ini? Kawan sejawatku, kenapa tiba-tiba kau begitu perhatian pada laki-laki brengsek ini?" Nugha menatap Nina tajam.
"Dengar Nugha! Terlalu lama aku mengabdi padamu. Menjadi kaki tanganmu. Menyelundupkan dirimu di perusahaan saudara kembarmu. Mengikuti perintahmu agar aku menyingkirkan Nugie dan Rhein. Menuruti saranmu agar aku menjejali otak Rhein dengan halusinasi jahat. Tapi apa yang kudapat? Aku tidak mendapatkan apa-apa!" suara Nina gemetar.
"Hahaha, kau baru sadar rupanya," Nugha terkekeh.