"Wow...keren sekali sebutan yang kau berikan, Ran. Mafia serbuk setan. Hahaha....pasti Nina, gadis bodoh itu telah bicara banyak padamu."
"Menyerahlah, polisi sudah mengepung tempat ini!" aku mengingatkannya.
"Menyerah? Kedengaran pengecut sekali, Ran. Sayang kami tidak mengenal kata-kata itu," Mr. J mencium ujung senjatanya.
"Ah, ya, ini akan menjadi peringatan bagi teman-temanmu, Ran. Yang telah lancang mengirim kalian berdua untuk memata-mataiku," Mr. J menghampiri kami. Ia kemudian berjongkok dan mengangkat wajah Alexa yang masih terkulai pingsan di pelukanku.
"Gadis secantik dia tak seharusnya terlibat dalam urusan ini, Ran. Kau mengenal Rheinara? Apa yang terjadi padanya? Ia nyaris mati karena tahu terlalu banyak mengenai urusan kami. Tapi aku puas, meski ia lolos dari maut, ia tak bisa memberikan keterangan apa-apa. Ia telah mengalami gangguan jiwa, hahaha...." tawanya kembali berderai. Lalu ia terdiam. Menempelkan ujung senjata di tangannya pada pelipis kanan Alexa.
"Pada hitungan terakhir, Ran...ucapkan selamat tinggal....pada kekasihmu ini," ia tersenyum dingin.
'Sepuluh...sembilan...delapan...tujuh...enam..., lima, empat, tiga, dua, sa...."
Jleddakkk!!!
Sebuah tendangan keras dan telak mengenai wajah Mr. J. Laki-laki itu jatuh tersungkur bergedebum mencium tanah. Aku segera bangkit. Meringkus dan mengunci kedua lengannya. Ia meronta-ronta sebentar. Tapi kemudian terdiam karena aku menindih tubuhnya yang tambun itu.
"Good job, Alexa! " aku tersenyum ke arah Alexa yang baru saja melayangkan tendangan maut itu.
"Aduh, Ran, berasa menendang tembok! Keras juga wajah laki-laki blasteran itu...." Alexa mengelus-elus ujung kaki kanannya.