Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengembangan Pedesaan dalam Kajian Sosiologi

19 Oktober 2018   15:44 Diperbarui: 19 Oktober 2018   16:24 4938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Di samping pendapat di atas, dikemukakan pula bahwa desa-desa  tersebut juga bukan buatan Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa sebelum  Indonesia merdeka, desa-desa tersebut sudah ada. Desa-desa tersebut  mempunyai kedudukan sebagai desa yang mandiri. Akan tetapi setelah  Indonesia merdeka maka dilakukan beberapa pembenahan, yang juga  menyangkut kedudukan desa sebagai desa yang mandiri tersebut. Melalui  beberapa peraturan perundangan, desa mempunyai kedudukan sebagai  kesatuan sosial dan hukum (adat) yang masih diberi kebebasan tertentu  dan desa sebagai kesatuan administratif yaitu merupakan bagian integral  dari Negara Republik Indonesia. Selanjutnya menurut Undang undang Nomor 5  Tahun 1979 pengertian desa dibedakan menjadi "desa" dan "kalurahan".
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang berisi tentang dimungkinkannya  tindakan untuk membentuk, memecah, menyatukan dan menghapus desa dan  kelurahan, membawa kemungkinan bagi perubahan pada desa dan kelurahan  baik dalam hal volume maupun statusnya. Perubahan yang ada menunjukkan  bahwa jumlah desa dari tahun ke tahun memperlihatkan adanya gejala  kenaikan.

 

Berbicara tentang ciri khas desa tidaklah mudah, mengingat bahwa  desa-desa di Indonesia sangat beragam. Sehubungan dengan hal itu,  Koentjaraningrat mengemukakan perlunya berbagai sistem prinsip yang  dapat dipakai dalam mengklasifikasikan aneka warna bentuk desa di  Indonesia. Di samping itu, untuk menandai ciri-ciri desa di Indonesia,  perlu diperhitungkan pula faktor-faktor: 1) tingkat teknologi dan  kondisi geografis, 2) keberagaman suku bangsa di Indonesia, 3) perbedaan  dalam dasar-dasar peradaban suatu kawasan, dan 4) pengaruh kekuasaan  luar desa.

Keberagaman desa-desa di Indonesia menyebabkan terjadinya kesulitan  dalam usaha untuk menyeragamkan desa-desa tersebut. Salah satu kesulitan  adalah kesulitan dalam mencari padanan desa di Jawa dengan fenomena  serupa yang ada di luar Jawa. Usaha yang telah dilakukan antara lain  adalah pembakuan desa di Indonesia lewat Surat Menteri Dalam Negeri  tanggal 29 April 1969 (Nomor Desa 5/1/29) kepada para gubernur seluruh  Indonesia.

 

STRUKTUR MASYARAKAT DESA

 

Konsep Struktur Sosial dan Struktur Pihak Desa
Di dalam konsep struktur sosial terkandung pengertian adanya  hubungan-hubungan yang jelas dan teratur antara orang yang satu dengan  yang lainnya. Untuk dapat membangun pola hubungan yang jelas dan teratur  tersebut tentu ada semacam 'aturan main' yang diakui dan dianut oleh  pihakpihak yang terlibat. Aturan main tersebut adalah norma atau kaidah  ini menjadi lebih konkret dan bersifat mengikat maka diperlukan lembaga  (institusi).
Pitirin Sorokin membedakan struktur sosial menjadi struktur sosial  vertikal dan horizontal. Struktur sosial vertikal  (pelapisan/stratifikasi sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial  dalam susunan yang bersifat hierarkis, sedangkan struktur sosial  horizontal (diferensiasi sosial) menggambarkan variasi/beragamnya dalam  pengelompokan-pengelompokan sosial.

 

Smith dan Zopf mengemukakan pendapat tentang pola pemukiman. Menurut  mereka pola pemukiman berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan  (spatial) antara pemukiman penduduk desa yang satu dengan yang lain dan  dengan lahan pertanian mereka. Sementara itu Paul H. Landis  menggambarkan adanya empat tipe pola pemukiman yaitu pola pemukiman: 1)  mengelompok murni, 2) mengelompok tidak murni, 3) menyebar teratur, dan  4) menyebar tidak teratur. Menurut tipe pola pemukiman mengelompok murni  yang paling dominan di dunia, sedangkan yang paling ideal adalah pola  pemukiman tipe menyebar teratur. Di Indonesia, terutama di Jawa  cenderung memperlihatkan pola pemukiman tipe mengelompok murni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun