Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengembangan Pedesaan dalam Kajian Sosiologi

19 Oktober 2018   15:44 Diperbarui: 19 Oktober 2018   16:24 4938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kampung Alami

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Menurut C.S. Kansil Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh  sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya  kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah  langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya  sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Bintarto Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi,  politik, dan kultural yang terdapat di situ(suatu daerah) dalam  hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.

Paul H. Landis Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan  ciri ciri sebagai berikut; Mempunyai pergaulan hidup yang saling  kenal mengenal antara ribuan jiwa. * Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

Cara berusaha (ekonomi) adalah  agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim,  keadaan, alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris  adalah bersifat sambilan. * Sistem kehidupannya berkelompok * Termasuk  kedalam masyarakat homogen dalam hal matapencaharian, agama,  adat-istiadat *Homogenitas Sosial * Hubungan primer * Kontrol sosial  yang ketat * Gotong-royong * Ikatan sosial * Magis religius.

Dari beberapa pengertian tentang desa diatas, kita bisa menyimpulkan  bahwa Desa adalah sebuah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk yang  daerahnya masih dipenuhi oleh pepohonan dan lahan kosong, dan  kekerabatan diantara penduduknya sangat erat dimana penduduknya memiliki  sistem pemerintahan sendiri.

Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik) Talcot Parsons  menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional  (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut : Afektifitas  ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan  kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,  menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan  menolongnya tanpa pamrih. Orientasi kolektif sifat ini merupakan  konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan ,  tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda  pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya  dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku  untuk kelompoktertentu saja. (lawannya Universalisme) Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh  berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu  keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan. (lawanya  prestasi). Kekabaran (diffuseness). 

Sesuatu yang tidak jelas terutama  dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.  Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan  sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat  pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.  Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal  bermacam macam gejala, diantaranya sebagai berikut : Konflik  (pertengkaran). 

Pertengkaran terjadi biasanya berkisar pada masalah  sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar keluar rumah tangga.Sedang  sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah  kedudukan dan gengsi, perkawinan, dsb. Kontroversi (pertentangan)  Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna  (black magic). Kompetisi (persiapan) Masyarakat Pedesaan adalah manusia  yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan  dengan manifestasi sebagai sifat ini.

Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa  negatif. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan. Masyarakat pedesaan  mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras  tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah  masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas.

Batasan. Sosiologi  adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungan kelompoknya. Yang  mencakup hubungan di dalam dan antara kelompok-kelompok manusia.  Unsur-unsur yang terdapat dalam batasan ini adalah manusia, hubungan dan  kelompok.

Perkataan socius dalam bahasa latin yang berarti teman, dan  logos adalah ilmu atau pengetahuan, teman disini mempunyai arti yang  luas dari pada yang dimaksudkan sehari-hari, yaitu pihak lain dalam  suatu hubunga. Jadi bisa diartikan kawan maupun lawan. Sosiologi  pedesaan adalah sosiologi yang melukiskan dan mencakup hubungan manusia  didalamnya dan antara kelompok -- kelompok yang ada di lingkungan  pedesaan (rural dalam bahasa inggris).

Perkataan pedesaan dalam  pemakaian sehari- hari mudah saja untuk dimengerti. Tetapi jika harus  diberikan batasan yang tepat adalah sukar juga. Jika kita ikuti Maksud  untuk mempelajari sosiologi pedesaan adalah untuk mengumpulkan  keterangan mengenai masyarakat pedesaan dan hubungan-hubungannya.yang melukiskan setelitinya tingkah laku, sikap, perasaan, motif, dan  kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan pedesaan itu. Hasil dari  penelitian sosiologi pedesaan tadi dapat di pergunakan untuk usaha-usaha  perbaikan penghidupan dan kehidupan manusia pedesaan. Misalnya usaha  penyuluhan pertanian.

Bacaan perkataan desa hanya dipakai di daerah  jawa, Madura, bali, perkataan dusun dipakai di daerah sumatera selatan :  di Maluku orang mengenal nama dusun dati, di batak perkataan dusun  dipakai buat nama pendukuan. Di aceh orang memakai nama gambong dan  meunasah buat daerah-hukum yang paling bawah.

Di batak daerah-hukum  setingkat dengan desa diberi nama kuta, uta atau huta.daerah --hukum di  minangkabau dinamakan nagari, daerah-gabungan ada yang dinamakan luha,  di daerah sumatera timur daerah-hukum yang paling bawah ialah suku.  Disumatera selatan(kerinci, Palembang, Bengkulu) daerah-hukum di lampung  nama dusun atau tiuh, di minahasa wanua, didaerah makasar ialah  daerah-gaukang, dibugis adalah daerah-matowa. 

Penularan masyarakat (social contagion) hal ini adalah penyebaran gagasan, sikap atau pola  tingkah laku kepada sejumlah banyak orang, karena interaksi sosial  dengan sedikit pencerminan akal (Ratio), bentuk penularan masyarakat ini  bemacam-macam Mode, yaitu suatu yang aktif relatif singkat waktunya dan  mengenai cara menghias diri, cara berbicara dan lain-lain pola tingkah  laku. 

Ada sedikit tekanan untuk berlaku seragam itu, bukan kerena agama  atau moral, tetapi karena banyak orang telah berbuat demikian sehingga  lain-lainnya juga tidak mau ketinggalan. Contoh jelas adalah mode pada  cara pakaian golongan wanita. 

Kegemaran, ini adalah pola tingkah laku  yang pendek sekali umurnya dan daya tariknya terletak pada sifat  kebaru-baruannya itu. Umpamanya cara berpakaian istimewa untuk sementara  waktu, riasan rambut, model sepatu yang istimewa, dst Kegila-gilaan,  juga umumnya pendek sekali dan daya tariknya baru dan serem. 

Contohnya  seperti saling bermusuhan antara kelompok- kelompok pemuda, ngebut  dengan sepeda motor, pemborongan barang-barang karena takut harganya  naik, Epidemic sosiologi, hal ini mengenai penularan sosial dalam  lapisan masyarakat yang luas. Biasanya dengan penuh emosi dan adanya  kepentingan umum, kadang-kadang bersifat penyakit psychis. 

Contohnya  seperti upacara magis dalam masa-masa genting. Sikap bermusuhan terhadap  golongan tertentu, sikap takut dan gelisah terhadap keadaan ekonomi  yang memburuk Gerakan masa,yang terdiri dari kerusuhan, kerusuhan  sebagai aksi protes yang telah dikoordinasikan, tetapi secara spontan  oleh berbagai lapisan masyarakat dimana-mana, karena merasa tidak puas  dengan kondisi yang ada dan kegelisahan sosial. Gerakan masa berbeda  dengan gerakan sosial, karana yang pertama tidak ada rencana dan  pimpinan yang tersusun rapi.

Banyak sekali ahli mengemukakan definisi sosiologi pedesaan dengan  segala kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Ada pendapat yang  selalu menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa pertanian, padahal  pada kenyataan ada juga desa yang nonpertanian.

Definisi lain masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit  berbeda dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan mempengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas  desa mulai berkembang ke arah komunitas kota, di mana adat-istiadat,  tradisi atau pola kebudayaan tradisional desa mengalami proses  perubahan.

Pengertian sosiologi pedesaan adalah suatu ilmu pengetahuan yang  mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan yakni hubungan antara manusia dengan manusia ,manusia dengan kelompok  dan kelompok dengan masyarakat  ,baik formal maupun  material , baik statis maupun dinamis.

Pedesaan berasal dari suku kata desa yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu desi yang berarti tempat tinggal pengertian desa disini adalah suatu kesatuan masyarakat dalam wilayah jelas baik menurut suasana yang formal  maupun informal. dimana satuan terkecilnya terdiri dari keluarga yang mempunyai wilayah dan otonomi sendiri dalam penyelengaraan kehidupan dan  keterikatan antara keluarga keluarga dalam kelompok masyarakat terjadi  sebagai akibat adanya unsurpenguat yang bersifat religius, tradisi dan  adat istiadat.

Howard Newby mengatakan bahwa dalam mempelajari sosiologi pedesaan  hendaknya diarahkan pada studi tentang adaptasi masyarakat desa terhadap  pengaruh-pengaruh kapitalisme modern yang masuk ke desa.
Latar belakang munculnya spesialisi sosiologi pedesaan karena  permasalahan sosial yang timbul di desa di Amerika Serikat, yaitu  datangnya para migran dan mengambil tanah yang tak bertuan serta mulai  berkembangnya era industrialisasi di Amerika Serikat

DESA, LATAR BELAKANG UMUM EMPIRIK DAN TEORITIK

Kehadiran Desa, Penjelasan Empirik Umum

Secara umum sering kali terdapat persepsi yang salah tentang  keberadaan masyarakat desa, di mana masyarakat desa cenderung dipandang  rendah. Padahal kenyataannya masyarakat desa mempunyai peranan yang  penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan peradaban masyarakat  manusia.

Sebelum dikenal kegiatan bercocok tanam yang merupakan cikal bakal  terbentuknya komunitas masyarakat desa, maka sejarah kehidupan manusia secara umum mengalami proses perkembangan yang sangat lamban. Sekitar  1.990.000 tahun mereka menjalani kehidupan yang sangat bersahaja dengan  sistem mata pencaharian food gathering economics (berburu, meramu, dan  menangkap ikan). 

Sifat mata pencaharian semacam ini kurang memungkinkan  mereka untuk saling berhubungan dan menjalin kerja sama secara teratur  dan permanen karena mereka harus selalu berpindah (mobil) mengikuti pola  kehidupan binatang buruannya. Pola kehidupan mereka ini lebih  menunjukkan pada bentuk pra-masyarakat, artinya belum mencerminkan  kehidupan bermasyarakat yang teratur dan permanen.

Dikenalnya kegiatan bercocok tanam sekitar 10.000 tahun yang lalu  telah mengubah keadaan yang ada. Sifat tanaman yang terikat pada tempat (imobil) dan waktu telah memaksa orang untuk menetap. Biasanya mereka  menetap pada tempat-tempat tertentu, yaitu di tempat-tempat yang subur  seperti di tepi-tepi sungai dan danau, sehingga terjadilah  pengelompokan. Di dalam pengelompokan ini terjadilah hubungan yang  teratur di antara mereka. Selanjutnya dalam kondisi ini terciptalah  akumulasi simbol-simbol yang merupakan awal dan landasan bagi  perkembangan peradaban manusia. Kegiatan bercocok tanam juga menandai  lahirnya fenomena desa sebab desa dalam pengertian pokoknya berarti  tempat menetap dan bermukim dari sekelompok orang yang memiliki  ketergantungan terhadap suatu tempat.

Latar Belakang Teoritik Studi Pedesaan

Masyarakat desa sering kali dipahami dalam keterkaitannya dengan  kegiatan pertanian. Akan tetapi hal tersebut tidak cukup memadai, sebab  kita juga harus mengaitkannya dengan konteks perubahan dan perkembangan  dunia karena desa juga merupakan bagian integral dari kehidupan dunia.
Agar mampu memahami desa dengan segala dinamikanya maka dibutuhkan teori  atau perspektif (wawasan) sebagai kerangka berpikir. Dalam hal ini desa  setidak-tidaknya dapat dijelaskan dari teori-teori tentang perubahan  dan perkembangan sosial masyarakat.

Teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan fenomena desa adalah teori dari ilmu-ilmu sosial termasuk di dalamnya teori sosiologi.Teori sosiologi yang digunakan adalah yang mengacu pada teori evolusi sosial  dari Herbert Spencer, yang merupakan turunan dari teori evolusi biologi  Charles Darwin.
Teori evolusi sosial ini berusaha menjelaskan fenomena desa sebagai  proses perubahan dan perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja  menuju masyarakat yang kompleks.

Ternyata teori evolusi sosial yang bersifat umum tersebut tidak cukup  memadai untuk dapat menjelaskan fenomena masyarakat desa secara lebih  komprehensif, sehingga diperlukan teori-teori yang sifatnya lebih khusus.Teori-teori ini mencoba menjelaskan perkembangan masyarakat lewat tahap-tahap  tertentu. Teori-teori khusus ini merupakan model dikotomi dan trikotomi  yang membagi masyarakat menjadi pilah dua maupun pilah tiga. Teori-teori  ini termasuk ke dalam kubu teori modernisme.

Terdapat kubu teori lain yang berlawanan dari kubu teori modernisme  yaitu kubu teori dependensi. Kalau teori modernisasi berpendapat bahwa  semua masyarakat akan berubah dan berkembang menjadi modern, maka teori  dependensi berpendapat bahwa kapitalisme modern menyebabkan masyarakat  pinggiran menjadi tergantung pada negara-negara maju sehingga mengalami  keterbelakangan.

Mengingat bahwa pada kenyataannya terdapat dominasi dari sistem  kapitalisme modern, penyebarluasan teknologi modern dan komunikasi  informasi maka dalam menggunakan kedua kubu teori tersebut sebaiknya  juga harus memperhatikan pendapat Howard Newby. H. Newby berpendapat  bahwa studi mengenai masyarakat desa saat ini hendaknya memfokuskan  perhatian pada proses penyesuaian masyarakat desa terhadap merasuknya  sistem kapitalisme modern.

PENGERTIAN DESA, UMUM dan KHUSUS (INDONESIA)

Pengertian Desa

Pada umumnya pengertian desa sering dikaitkan dengan sektor pertanian, alasannya asal-muasal desa karena pengenalan cocok tanam.
Secara keilmuan, ahli sosiologi menyatakan bahwa desa merupakan  lingkungan di mana warga memiliki hubungan akrab dan bersifat informal.  Paul H. Landis yang mewakili pakar sosiologi pedesaan,mengemukakan 3  definisi desa untuk tujuan analisis yang berbeda-beda,yaitu analisis  statistik, analisis sosial psikologis, dan analisis ekonomi.

 

Menurut Roucek dan Warren, untuk memahami masyarakat desa dapat dilihat dari karakteristiknya yaitu

1. Besarnya peranan kelompok primer;

2. Faktor geografis sebagai dasar pembentukan kelompok;

3. Hubungan bersifat akrab dan langgeng;

4. Homogen;

5. Keluarga sebagai unit ekonomi;

6. Populasi anak dalam proporsi lebih besar.

 

Menurut Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman faktor-faktor yang  dapat menentukan karakteristik masyarakat desa dan kota adalah:

 

1. mata pencaharian;

2. ukuran komunitas;

3. tingkat kepadatan penduduk;

4. lingkungan;

5. diferensiasi sosial;

6. stratifikasi sosial;

7. interaksi sosial;

8. solidaritas sosial.

 

Pada kenyataannya karakteristik itu terlalu sukar untuk diterapkan  pada masyarakat desa yang nyata, karena seiring dengan semakin  meningkatnya mobilitas sosial masyarakat dan berkembangnya jalur  transportasi maka yang terjadi adalah semakin tipisnya perbedaan antara  desa dan kota.

 

Pengertian Desa, di Indonesia

 

Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang fenomena keaslian desa  di Indonesia. Beberapa pakar di Belanda seperti van den Berg dan Kern  berpendapat bahwa desa-desa di Jawa adalah buatan India. Sedangkan pakar  Belanda lainnya, yang diwakili oleh van Vollenhaven, de Louter,  Brandes, dan Liefrinck, berpendapat bahwa desa-desa di Indonesia itu  bersifat asli, Begitu juga dengan Sutardjo Kartohadikoesoemo, yang  berpendapat bahwa desa-desa di Jawa itu asli, bukan buatan India maupun  Belanda.

 

Di samping pendapat di atas, dikemukakan pula bahwa desa-desa  tersebut juga bukan buatan Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa sebelum  Indonesia merdeka, desa-desa tersebut sudah ada. Desa-desa tersebut  mempunyai kedudukan sebagai desa yang mandiri. Akan tetapi setelah  Indonesia merdeka maka dilakukan beberapa pembenahan, yang juga  menyangkut kedudukan desa sebagai desa yang mandiri tersebut. Melalui  beberapa peraturan perundangan, desa mempunyai kedudukan sebagai  kesatuan sosial dan hukum (adat) yang masih diberi kebebasan tertentu  dan desa sebagai kesatuan administratif yaitu merupakan bagian integral  dari Negara Republik Indonesia. Selanjutnya menurut Undang undang Nomor 5  Tahun 1979 pengertian desa dibedakan menjadi "desa" dan "kalurahan".
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang berisi tentang dimungkinkannya  tindakan untuk membentuk, memecah, menyatukan dan menghapus desa dan  kelurahan, membawa kemungkinan bagi perubahan pada desa dan kelurahan  baik dalam hal volume maupun statusnya. Perubahan yang ada menunjukkan  bahwa jumlah desa dari tahun ke tahun memperlihatkan adanya gejala  kenaikan.

 

Berbicara tentang ciri khas desa tidaklah mudah, mengingat bahwa  desa-desa di Indonesia sangat beragam. Sehubungan dengan hal itu,  Koentjaraningrat mengemukakan perlunya berbagai sistem prinsip yang  dapat dipakai dalam mengklasifikasikan aneka warna bentuk desa di  Indonesia. Di samping itu, untuk menandai ciri-ciri desa di Indonesia,  perlu diperhitungkan pula faktor-faktor: 1) tingkat teknologi dan  kondisi geografis, 2) keberagaman suku bangsa di Indonesia, 3) perbedaan  dalam dasar-dasar peradaban suatu kawasan, dan 4) pengaruh kekuasaan  luar desa.

Keberagaman desa-desa di Indonesia menyebabkan terjadinya kesulitan  dalam usaha untuk menyeragamkan desa-desa tersebut. Salah satu kesulitan  adalah kesulitan dalam mencari padanan desa di Jawa dengan fenomena  serupa yang ada di luar Jawa. Usaha yang telah dilakukan antara lain  adalah pembakuan desa di Indonesia lewat Surat Menteri Dalam Negeri  tanggal 29 April 1969 (Nomor Desa 5/1/29) kepada para gubernur seluruh  Indonesia.

 

STRUKTUR MASYARAKAT DESA

 

Konsep Struktur Sosial dan Struktur Pihak Desa
Di dalam konsep struktur sosial terkandung pengertian adanya  hubungan-hubungan yang jelas dan teratur antara orang yang satu dengan  yang lainnya. Untuk dapat membangun pola hubungan yang jelas dan teratur  tersebut tentu ada semacam 'aturan main' yang diakui dan dianut oleh  pihakpihak yang terlibat. Aturan main tersebut adalah norma atau kaidah  ini menjadi lebih konkret dan bersifat mengikat maka diperlukan lembaga  (institusi).
Pitirin Sorokin membedakan struktur sosial menjadi struktur sosial  vertikal dan horizontal. Struktur sosial vertikal  (pelapisan/stratifikasi sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial  dalam susunan yang bersifat hierarkis, sedangkan struktur sosial  horizontal (diferensiasi sosial) menggambarkan variasi/beragamnya dalam  pengelompokan-pengelompokan sosial.

 

Smith dan Zopf mengemukakan pendapat tentang pola pemukiman. Menurut  mereka pola pemukiman berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan  (spatial) antara pemukiman penduduk desa yang satu dengan yang lain dan  dengan lahan pertanian mereka. Sementara itu Paul H. Landis  menggambarkan adanya empat tipe pola pemukiman yaitu pola pemukiman: 1)  mengelompok murni, 2) mengelompok tidak murni, 3) menyebar teratur, dan  4) menyebar tidak teratur. Menurut tipe pola pemukiman mengelompok murni  yang paling dominan di dunia, sedangkan yang paling ideal adalah pola  pemukiman tipe menyebar teratur. Di Indonesia, terutama di Jawa  cenderung memperlihatkan pola pemukiman tipe mengelompok murni.

 

Struktur Biososial, Sosial dan Umum Masyarakat Desa

 

Struktur biososial adalah struktur sosial (vertikal maupun  horizontal) yang berkaitan dengan faktor-faktor biologis seperti jenis  kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya. Keterkaitan antara  faktor biologis dan struktur sosial diperlihatkan melalui sifat mata  pencaharian, di mana ketika masyarakat masih pada taraf food gathering  economic sampai dengan ketika bercocok tanam, maka pengalaman dan tenaga  fisik menjadi faktor yang dominan. Dengan demikian orang yang lebih tua  dan orang yang secara fisik lebih kuat (laki-laki dianggap lebih kuat  dibandingkan perempuan) menempati kedudukan sosial yang tinggi.

 

Struktur sosial vertikal (stratifikasi/pelapisan sosial) merupakan  gambaran dari kelompok-kelompok sosial dalam susunan hierarkis. Untuk  mengenalinya maka digunakan lambang status (status symbols). Untuk  memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan  berikut! Lambang status adalah semua hal atau benda yang menjadi  pertanda dari suatu lapisan sosial seperti kekayaan, gaya hidup,  pendidikan, keturunan, dan sebagainya. Lambang status ini dianggap  mempunyai 'nilai' di dalam masyarakat.

 

Sutardjo Kartohadikoesoemo mengklasifikasikan penduduk desa Jawa  menjadi beberapa lapisan sosial berdasarkan faktor pemilikan/penguasaan  lahan pertanian, yaitu: 1) warga desa yang memiliki tanah pertanian,  rumah dan tanah pekarangan, 2a) warga desa yang mempunyai rumah dan  tanah pekarangan, 2b) warga desa yang mempunyai rumah di atas pekarangan  orang lain, 3a) warga desa yang kawin dan mondok di rumah orang lain,  dan 3b) pemuda yang belum kawin. Berdasarkan kerangka dari Smith dan  Zopf, pelapisan sosial masyarakat desa di Indonesia diklasifikasikan  berdasarkan kriteria:

 

1. luas/sempitnya pemilikan atau penguasaan tanah,

2. adanya pihak lain di luar sektor pertanian,

3. sistem persewaan atau penguasaan tanah, dan

4. sifat pekerjaan.

 

Struktur sosial horizontal merupakan gambaran mengenai keberagaman  pengelompokan sosial dalam masyarakat. Secara umum masyarakat desa  merupakan komunitas yang kecil sehingga antara orang yang satu dengan  yang lainnya terdapat kemungkinan yang besar untuk saling berhubungan  secara langsung dan saling mengenal secara "pribadi". Hubungan semacam  ini disebut hubungan primer dan kelompoknya disebut kelompok primer.  Kelompok primer yang utama dalam masyarakat adalah keluarga, lalu  ketetanggaan dan komunitas. Keluarga merupakan kelompok sosial yang  mempunyai peran dan pengaruh yang paling dominan.
Smith dan Zopf secara umum membedakan dua pola umum desa yaitu desa  sistem satu kelas dan desa sistem dua kelas atau desa di mana pemilikan  lahan pertanian penduduk mempunyai luas yang rata-rata sama. Sedangkan  desa sistem dua kelas adalah tipe desa di mana terdapat perbedaan yang  mencolok dalam luas pemilikan lahan pertanian. Di dalam desa sistem satu  kelas terdapat pelapisan/stratifikasi sosial,sedangkan di dalam desa  sistem dua kelas terdapat polarisasi sosial.

 

POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA

 

Pola Kebudayaan Masyarakat Desa Terhadap berbagai definisi tentang  kebudayaan, antara lain yang mengemukakan bahwa way of life, yaitu way  of thinking, way of feeling, dan way of doing. Untuk menganalisa  masyarakat pedesaan yang bersifat bersahaja maka diperlukan konsep  kebudayaan yang sederhana pula yaitu kebudayaan dilihat dari aspek  kebudayaan dan non-kebudayaan (immaterial culture). Dengan kata lain  kebudayaan dilihat sebagai suatu sistem nilai dan norma (adat istiadat)  yang mengatur perilaku dan perikehidupan masyarakat desa.

 

Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional,  yaitu merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat  yang hidupnya tergantung pada alam. Menurut Paul H. Landis besar  kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan tradisional ditentukan  oleh: 1) sejauh mana ketergantungan terhadap alam, 2) tingkat teknologi  yang dimiliki, dan 3) sistem produksi yang diterapkan. Paul H. Landis  juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu: 1) adaptasinya  pasif, 2) rendahnya tingkat invasi, 3) tebalnya rasa kolektivitas, 4)  kebiasaan hidup yang lamban, 5) kepercayaan kepada takhayul, 6)  kebutuhan material yang bersahaja, 7) rendahnya kesadaran terhadap  waktu, cenderung bersifat praktis, dan 9) standar moral yang kaku.

 

Persyaratan bagi eksistensi pola kebudayaan tradisional tidak hanya  menyangkut kesembilan ciri-ciri di atas, melainkan juga harus  memperhitungkan kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa) seperti pengaruh  struktur kekuatan tertentu yang mendominasi desa. Pelbagai kerajaan  yang tersebar di persada Nusantara memiliki pengaruh yang sangat  menentukan bagi pola kebudayaan masyarakat desa. Pengaruh kerajaan juga  menyangkut masalah penguasaan kerajaan terhadap tanah pertanian (sistem  feodalisme) sehingga masyarakat desa memiliki ketergantungan yang tinggi  pada kerajaan. Di daerah-daerah yang tidak terdapat kerajaan maka  sistem kekerabatan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberadaan  pola kebudayaan tradisional. Dengan kata lain, pola kebudayaan mereka  identik dengan sistem kekerabatannya.

 


 

Tradisi dan Hukum Adat di Pedesaan Indonesia

 

Tradisi dibedakan dalam pengertian sebagai tradisi sinkronik dan  diakronik. Dalam pengertian tradisi diakronik, antara yang tradisional  dengan yang modern tidak dapat dipertemukan atau dipersatukan. Sedangkan  dalam tradisi sinkronik, tradisi justru bersifat situasional Untuk  memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan  berikut! artinya mengikuti perubahan dan perkembangan zaman sehingga  antara yang tradisional dengan yang modern tidak bertentangan. Dalam  pembahasan tentang masyarakat desa yang bersahaja, maka  pengertian.tradisi diakronis yang digunakan.

 

Pengertian tradisi dan adat istiadat dikonkretkan lagi menjadi hukum  adat. Pengertian hukum adat di sini lebih mengacu pada pengertian hukum  asli yang ada di pelbagai daerah di Indonesia. Hukum adat yang mengatur  kehidupan masyarakat-masyarakat di pelbagai daerah di Indonesia ini  tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya pengaruh dari agama  Hindu, Islam, dan pemerintahan kolonial.

 

Untuk memperoleh gambaran umum mengenai hukum adat di Indonesia,  perlu dibedakan dua tipe desa berdasarkan perbedaan integritas  masyarakatnya yaitu desa-desa di luar Jawa dan di Jawa. Integritas  desa-desa di luar Jawa didasarkan atas hubungan darah (genealogis),  sedangkan integritas desa-desa di Jawa lebih didasarkan pada ikatan  hubungan daerah (geografis). Pada masyarakat yang integritasnya  didasarkan pada ikatan darah maka hukum adatnya kurang memiliki kekuatan  pengikat dan pengendali dibandingkan dengan hukum adat pada masyarakat  yang integritasnya didasarkan pada ikatan darah.

 

Untuk desa-desa di Jawa umumnya, di daerah pedalaman khususnya,  melemahnya tradisi serta hukum adat bukan saja karena sifatnya sebagai  tipe desa geografis, melainkan terutama untuk intervensi yang  dilancarkan oleh kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa).Kekuatan  supradesa ini adalah dari kekuatan kerajaan dan pemerintah kolonial.

 

KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DESA

Lembaga Sosial dan Lembaga Pemerintah Desa

 

Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang  pengertian lembaga sosial tetapi pada dasarnya semua definisi tersebut  menekankan lembaga sebagai sistem atau kompleks nilai dan norma. Sistem  nilai dan norma atau tata kelakuan ini berpusat di sekitar kepentingan  atau tujuan tertentu. Terdapat lima karakteristik lembaga sosial yang  meliputi tujuan utama, nilai-nilai pokok, sifat permanen, sifat  keterkaitannya dan penerimaan atas ide-ide.

 

Lembaga bisa diciptakan dengan sengaja (enacted institutions) untuk  memenuhi tugas-tugas tertentu maupun secara tidak sengaja Untuk  memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan  berikut! (crescive institutions) yaitu yang tumbuh dari adat istiadat.  Lembaga sosial mempunyai sifat dinamis, yaitu berubah seiring dengan  perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini mengakibatkan munculnya  lembaga-lembaga baru dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru  masyarakat.

 

Di dalam suatu masyarakat meskipun terdapat lebih dari satu lembaga  biasanya terdapat satu lembaga yang berada dalam kedudukan teratas dan  mendominasi lembaga-lembaga lainnya. Bagi masyarakat desa,  lembaga-lembaga dominan ini bisa diwakili oleh lembaga adat maupun  lembaga pemerintahan. Besarnya peranan lembaga pemerintahan itu berbeda  pada semua desa Pada desa dengan ikatan genealogis peranan lembaga  pemerintahan ini tidak terlalu besar karena sistem kekerabatan dengan  aturan adat istiadatnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat desa ini  Sedangkan pada desa dengan ikatan kedaerahan peranan lembaga  pemerintahan cukup besar.

 

Ketika negara Indonesia belum lahir peranan lembaga pemerintahan desa  secara umum sangat besar karena pada umumnya desa-desa tersebut hidup  mandiri. Akan tetapi ketika negara Republik Indonesia lahir, lembaga  pemerintahan desa asli yang bersifat lokal, yang terbentuk berdasarkan  hukum adat atau tradisi mulai kehilangan tempat berpijak digantikan oleh  lembaga pemerintahan baru yang bersifat nasional berlandaskan  peraturan-peraturan formal (Undang-Undang No. 5 Tahun 1979).

 

Lembaga-lembaga Sosial Lain, Lama dan Baru

 

Keberadaan lembaga merupakan respons terhadap kebutuhan masyarakat  sehingga ketika ada kebutuhan baru maka terdapat pula tuntutan atas  munculnya lembaga baru. Dengan demikian lembagalembaga lama mengalami  pergeseran dan perubahan. Sebagai contoh adalah lembaga gotong-royong.  Gotong-royong yang disebut sambatan yang lebih mengandalkan barter  tenaga telah bergeser ke sistem upah.Sistem sakap atau bagi hasil  semakin tergeser oleh sistem persewaan.Gotong-royong yang dilandasi oleh  partisipasi berubah menjadi kerja bakti yang lebih dilandasi oleh  mobilisasi.

 

Lembaga pemerintahan desa lama keberadaannnya semakin terdesak dan  tergantikan oleh lembaga pemerintahan baru. Keberadaan beberapa lembaga  baru ini memang sesuai dengan tuntutan perkembangan, namun untuk  lembaga-lembaga baru lainnya belum tentu sesuai. Lembagalembaga baru di  desa-desa saat ini sebenarnya tidak seluruhnya telah dapat disebut  lembaga dalam arti yang sebenarnya, melainkan merupakan badan-badan.  organisasi-organisasi, atau kegiatan-kegiatan yang bersifat sementara  yang keberadaannya berkaitan dengan pelaksanaan suatu program  pembangunan tertentu.

 

MASYARAKAT DESA SEBAGAI KOMUNITAS 

 

Konsep dan Tipe-tipe Umum Komunitas Desa

 

Terdapat beberapa definisi yang mencoba menjelaskan tentang perbedaan  pengertian society dan community. Akan tetapi pada dasarnya komunitas  itu mempunyai dua karakteristik yaitu adanya 1) ikatan kedaerahan, dan  2) ikatan emosional di antara warganya. Pada pembahasan ini komunitas  desa diartikan sebagai komunitas kecil yang relatif masih bersahaja,  yang masih jelas memiliki ketergantungan terhadap tempat tinggal  (lingkungan) mereka entah sebagai petani, nelayan atau yang lainnya. M

 

Corak dan sifat komunitas desa didasarkan pada sistem mata  pencaharian pokok mereka yaitu sistem pertaniannya. Sistem pertanian  lahan kering akan menciptakan tipe komunitas yang berbeda dengan sistem  pertanian lahan basah. Di samping itu jenis-jenis tanaman juga akan  menyebabkan perbedaan tipe komunitas. Selanjutnya D. Whittlesey  mengemukakan tentang sembilan corak sistem pertanian yaitu: 1) bercocok  tanam di ladang berpindah, 2) bercocok tanam tanpa irigasi menetap, 3)  bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi sederhana dan tanaman  pokok padi, 4) bercocok tanam menetap dan intensif dengan irigasi  sederhana tanpa padi, 5) bercocok tanam sekitar Lautan Tengah, 6)  pertanian buah-buahan, 7) pertanian komersial dengan mekanisasi  berdasarkan tanaman gandum, pertanian komersial dengan mekanisasi, dan  9) pertanian perkebunan dengan mekanisasi.

 

Selain komunitas desa pertanian terdapat pula komunitas desa nelayan.  Faktor penentu struktur komunitas desa nelayan adalah pemilikan sarana  menangkap ikan (perahu, jaring-jaring, harpun, dan lainnya). Secara umum  terdapat dua strata pokok dalam struktur masyarakat desa nelayan yaitu  juragan dan buruh nelayan. Selain itu terdapat pula strata komando kapal  yang posisinya ada di tengah-tengah kedua strata tersebut. Kondisi  komunitas desa nelayan ini ternyata lebih miskin dibanding komunitas  desa pertanian.

 

Komunitas Peasan (Peasant)

 

Terdapat bermacam-macam definisi yang mencoba menjelaskan pengertian  tentang peasan. Definisi-definisi tersebut pada dasarnya mengacu pada  sistem kehidupan peasan yang bersifat subsisten, artinya masyarakat  dengan tingkat hidup yang minimal atau hanya sekedar untuk hidup. Sistem  kehidupan subsisten ini bisa dikarenakan faktor kultural, yaitu sudah  menjadi way of life yang diyakini dan membudaya di antara kelompok  masyarakat, bisa pula karena faktor struktural yaitu karena faktor  kepemilikan tanah.

 

Sehubungan dengan pola kebudayaan subsisten peasan, Everett M. Rogers  mengemukakan tentang karakteristik dari subkultur peasan yaitu saling  tidak mempercayai dalam berhubungan antara satu dengan yang lainnya,  pemahaman tentang keterbatasan segala sesuatu di dunia, sikap tergantung  sekaligus bermusuhan terhadap kekuasaan, familisme yang tebal, tingkat  inovasi yang rendah, fatalisme, tingkat aspirasi yang rendah, kurangnya  sikap penangguhan kepuasan, pandangan yang sempit mengenai dunia, dan  derajat empati yang rendah. Karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh  Everett M. Rogers tersebut di atas tidak semua cocok dengan  karakteristik peasan di Indonesia. Peasan di Indonesia lebih cenderung  saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan  kebersamaan/kolektivitas yang tinggi.

 

SISTEM EKONOMI MASYARAKAT DESA

 

Sistem Ekonomi Pertanian Mayarakat Desa

 

Berbicara ekonomi masyarakat desa berarti berbicara tentang bagaimana  masyarakat desa memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sistem ekonomi masyarakat  desa terkait erat dengan sistem pertaniannya. Akan tetapi sistem  pertanian masyarakat desa tidak hanya mencerminkan sistem ekonominya  melainkan juga mencerminkan sistem nilai, normanorma sosial atau  tradisi, adat istiadat serta aspek-aspek kebudayaan lainnya. Pengertian  di atas menunjukkan bahwa masyarakat desa menyikapi sistem pertaniannya  sebagai way of life.

 

Sistem pertanian yang ada di Indonesia berdasarkan pembagian dari D.  Whitlesey meliputi tipe bercocok tanam di ladang, bercocok tanam tanpa  irigasi yang menetap, bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan  irigasi sederhana berdasarkan tanaman pokok padi, dan pertanian  buah-buahan. Sedangkan berdasarkan pembagian dari Frithjof di Indonesia  terdapat dua tipe sistem pertanian yaitu perladangan berpindah,  pertanian keluarga, dan pertanian kapitalistik. Sedangkan Dr. Murbyarto  membedakan dua sistem pertanian yaitu pertanian rakyat dan perusahaan  pertanian.
Sehubungan dengan sistem ekonomi maka sistem pertanian meliputi tiga  era, yaitu era bercocok tanam yang bersahaja, era pertanian  prakapitalistik, dan era pertanian kapitalistik. Pada awal ditemukannya  cocok tanam, kegiatan pertanian nenek moyang kita hanya ditujukan untuk  memenuhi kebutuhan pangan sendiri, belum melembaga sebagai pertukaran.  Sedangkan pada era pra-kapitalistik, bercocok tanam tidak lagi sekedar  untuk memenuhi kebutuhan pangan melainkan juga mencakup  kebutuhan-kebutuhan lain di luar kebutuhan pangan. Pada era inilah  sistem pertanian mulai identik dengan sistem ekonomi. Pada era  kapitalistik, sistem pertanian tidak hanya dikelola untuk sekedar  memenuhi kebutuhan keluarga melainkan dengan sengaja dan sadar diarahkan  untuk meraih keuntungan (profit oriented).

 

Keterkaitan sistem ekonomi dengan sistem sosial berhubungan dengan  tingkat penggunaan teknologinya. Pada masyarakat petani yang belum  menggunakan teknologi modern dan belum komersial, maka hubungan-hubungan  sosial yang ada menunjukkan keakraban, serba informal, serta permisif.  Di lain pihak pertanian yang dikelola dengan menggunakan teknologi  modern, hubungan sosialnya cenderung tidak lagi akrab, informal dan  permisif

 

Faktor-faktor Determinan dalam Sistem Ekonomi Desa

 

Dalam sistem ekonomi desa terdapat tiga faktor determinan yaitu  keluarga, lahan pertanian, dan pasar. Menurut J.H. Boeke keluarga pada  masyarakat desa itu merupakan unit untuk swasembada, artinya keluarga  mewujudkan suatu unit yang mandiri yang dapat menghidupi keluarga itu  sendiri lewat kegiatan pertaniannya. Di lain pihak A.V. Chaianov  berpendapat bahwa ekonomi petani pra-kapitalistik (peasan) merupakan  ekonomi keluarga, sehingga pengertian laba pada sistem ekonomi ini  sangat berbeda dengan pengertian laba pada perekonomian kapitalistik.
Sedangkan faktor determinan lahan pertanian terkait dengan pemilikan dan  penggunaan lahan. Sehubungan dengan hal ini maka kondisi fisik dan  jenis tanaman juga sangat berpengaruh terhadap sistem ekonomi/pertanian.  Di lain pihak faktor determinan pasar menunjukkan adanya hubungan  antara masyarakat desa dengan pihak-pihak lainnya. Hubungan ini tidak  hanya bersifat ekonomi saja, melainkan juga bersifat sosial dan budaya.

 

Sistem status dalam pelapisan masyarakat.

 

A.Sistem Status yang Berubah Sekitar tahun 1900, Belanda berhasil  menejakkan kekuasaannya diseluruh kepuluan Indonesia .Pelapisan  masyarakat kolonial menurut garis Ras, yang lazim terdapat di Jawa,  mulai meluas ke pulau-pulau seberang. Tetapi dalam pada itu di abad  ke-20 terjadi perkembangan dinamis yang menerobos pola yang kaku ini dan  meningkatkan mobilitas sosial. Di pulau-pulau seberang, uanglah  terutama yang melakukan pendobrak system asli yang lama. Para pedagang  kota di Indonesialah yang pada pokoknya melkukan pemborontakan menentang  tradisi dan kekuasaan suku. Penanaman tanam-tanaman yang hasilnya untuk  di jual di daerah-daerah yang luas kota juga telah menimbulkan sebentuk  faham individualisme ekonomi tertentu yang memberontak terhadap  ikatan-ikatan tradisional dan terhadap kekuasaan ketua-ketua adat.  Kemakmuran kebendaan yang dicapai oleh banyak petani dan pedagng telah  menyebabkan mereka itu berjuang untuk memperoleh suatu prestise sosial  yang sama dengan yang dimiliki ketua-ketua adat dan menuntut agar mereka  mempunyai hak kawin dengan kelas ketua-ketua adat.

 

Pendidikan juga mempunyai pengaruh dinamis di luar pulau-pulau jawa,  walaupun tidak sehebat di Jawa. Untuk para cendekiawan tidak ada atau  sedikit sekali pekerjaan di ldang atau di daerah karet, juga kta-kata  jauh lebih kecil dibandingkan dengan di Jawa karena itu kebanyakan  orang-orang yang mendapatkan pendidikan dengan cara Barat berkumpul di  Jawa ketika bersekolah dan setelah selesai sekolah, jadi mereka lebih  bnyak merupakan masalah sosial di Jawa daripada diseberang.

 

Semenjak tahun 1900, di Jawa dapat pula diperhatikan bertambah  meningkatnya perbedaan propesi. Bertambah meluasnya ekonomi uang dan  meningkatnya hubungan dengan Barat telah menyebabkan timbulnya lapangan  kerja baru, seperti sopir, montir, masinis dan mandor. Lalu timbullah  suatu kelompok baru yang naik sampai ke suatu tingkat di atas masyarakat  pada umumnya karena kemampuan tekhnis mereka. Orang Indonesia semakin  banyak bekerja di bidang perdagangan di banding dengan sebelumnya.  Terlepas dari bentuk pendidikan yang di berikan dan sebagaimana  lumrahnya pendidikan itu bertentangan sekali dengan konsep-konsep  Bumiputera tradisional, kenyataan adanya pendidikan itu saja telah  mendobrak struktur masyarakat pertanian. Walaupun sekolah-sekolah  mencoba sekuat mungkin untuk menyesuaikan pendidikannya dengan keadaan  masyarakat pertanian, orang-orang yang umumnya mendapat pendidikan  pertanian atau pendidikan tekhnis sekalipun amat cenderung untuk mencari  pekerjaan di kota-kota, di mana mereka dapat mencapai prestise yang  lebih tinggi.
4 ciri masyarakat desa :

*       interaksi antar masyarakat

*       adat istiadat norma hukum dan aturan khas yang mengatur tingkah laku warga

*       suatu kontinyuitas dalam waktu tertentu

*       suatu identitas yang kuat mengikat semua warga

ciri ciri fisik desa

*       jumlah penduduk tidak lebih dari 1000 orang

*       sebagian besar tanahnya tanah pertanian,kecuali desa nelayan

*       tidak terlalu di sibukan dengan kendaraan roda empat di desa relative dari jalan batu dan tanah

ciri ciri masyarakat desa

*       hubungan warganya sangat erat

*       system kehidupan kelompok berdasarkan system kekeluargaan

*       pada umumnya hidup dari hasil pertanian

*       cara bertani belum mengenal mekanisme pertanian

*       golongan orang tua memegang peranan penting karena itu sukar  mengadakan perubahan perubahan yang nyata pada umumnya golongan tua di  golongkan pada tradisi yang kuat mereka ini di sebut pimpinan formal

*       system pengendali sosial sangat kuat sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar di kembangkan

Bagaimana dengan Kelurahan Yang di Kota

Untuk Kota Malang, Pengembangan sebuah wilayah yang dulu disebut desa adalah dengan mengangkat Kampung tematik. Sebuah Upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat sekitar bisa menikmati pertumbuhan ekonomi di Kampungnya sendiri. Dengan segala permasalahan yang berbeda dengan desa, tidak adanya gotong royong dan rendahnya swadaya adalah sebuah tantangan bagi para penggiatnya. Bagaimana kajiannya akan kami rilis ditulisan selanjutnya.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun