Tesis merupakan ide awal atau posisi yang mendasari proses dialektika. Ini adalah kondisi yang ada pada titik tertentu dalam waktu, sering kali muncul sebagai suatu pemikiran atau tatanan sosial yang mendominasi. Tesis mencerminkan suatu keadaan yang diterima dan diakui oleh banyak orang, tetapi, dalam kerangka dialektika Hegelian, tesis ini selalu memiliki batasan atau kekurangan yang suatu saat akan memunculkan tantangan.
Contoh tesis bisa dilihat dalam sistem feodal yang ada di Eropa pada abad pertengahan. Dalam sistem ini, kekuasaan politik terpusat pada kerajaan atau kekaisaran, di mana para bangsawan dan gereja memegang otoritas yang signifikan, sedangkan petani dan rakyat biasa berada dalam posisi subordinat.
b. Antitesis
Antitesis muncul sebagai reaksi terhadap tesis. Ini adalah ide atau kekuatan yang bertentangan dengan tesis, yang mengungkapkan keterbatasan atau kelemahan dari tesis yang ada. Antitesis bukanlah sekadar penolakan, tetapi juga memiliki nilai dan kebenaran tertentu yang mengarah pada perubahan. Konflik antara tesis dan antitesis adalah motor penggerak yang menghasilkan perkembangan dalam dialektika.
Dalam contoh sistem feodal, antitesis muncul dalam bentuk gerakan pembaruan sosial dan politik seperti Revolusi Prancis. Revolusi ini memprotes ketidakadilan dan ketimpangan sosial dalam sistem feodal dan monarki absolut, yang mengarah pada tuntutan kebebasan, persamaan, dan hak-hak individual. Ide-ide kebebasan dan kesetaraan ini berlawanan langsung dengan prinsip-prinsip monarki dan kekuasaan gereja yang telah lama ada.
c. Sintesis
Sintesis adalah langkah ketiga dalam dialektika Hegelian, yaitu resolusi dari konflik antara tesis dan antitesis. Sintesis tidak hanya merupakan kompromi antara tesis dan antitesis, tetapi juga merupakan sebuah integrasi yang lebih tinggi, yang menyatukan aspek-aspek kebenaran dari keduanya dalam bentuk yang lebih berkembang dan matang. Sintesis membawa ide-ide atau tatanan menuju tahap baru yang lebih kompleks dan lebih inklusif.
Dalam contoh Revolusi Prancis, sintesis dapat dilihat dalam pembentukan Republik Prancis yang menggantikan monarki absolut. Namun, meskipun Republik itu mengusung kebebasan, persamaan, dan hak asasi manusia, konflik-konflik sosial dan politik tetap ada. Tetapi, sintesis ini bukan hanya sekadar penggantian satu bentuk pemerintahan dengan yang lain; ia merupakan suatu pergeseran nilai-nilai sosial, politik, dan ekonomi yang membawa masyarakat ke bentuk pemerintahan yang lebih demokratis dan berakar pada prinsip kebebasan rakyat.
Namun, setelah sintesis ini tercapai, proses dialektika Hegelian belum selesai. Sintesis ini segera menjadi tesis baru yang akan melahirkan antitesis lain dalam perjalanan sejarah yang terus berlangsung. Oleh karena itu, dialektika adalah proses yang tidak pernah berhenti, tetapi terus bergerak maju menuju perkembangan yang lebih tinggi.
5. Implikasi Dialektika Hegelian dalam Filsafat
Hegel menggunakan dialektika untuk menjelaskan berbagai aspek kehidupan dan pemikiran manusia, termasuk: