"Bukan apa-apa. Bagaimana kita lanjut atau kembali?"
Husen mulai memberikan tawaran kepada dua juniornya.
Belum juga Widi dan Tesha menjawab, dua buah cahaya menyerupai cahaya mobil mendekat.
"Gak usah takut. Di depan ada mobil," ujar Husen mencoba menenangkan.
Langkah mereka menjadi pelan. Degup jantung mereka pun semakin memacu. Mereka yakin ada manusia lain yang masih berkeliaran malam itu selain mereka.
Cahaya mobil yang semula tampak terang kini memudar. Mereka terus berjalan berusaha tidak peduli dengan mobil dan focus terhadap tujuan mereka membuat rute perjalanan malam untuk peserta kegiatan. Namun beberapa detik kemudian, sebuah suara lengkingan burung gagak memekakan telinga. Entah dari mana asalnya.
"Kkkkkaaaakkkk!"
Seketika tubuh mereka berbalik arah. Lari sekencang-kencangnya. Tesha menangis, begitu pun Widi. Husen mencoba terus menenangkan keduanya.
"Hai, tak usah lari, lihat di gelakang kita ada motor. Lihat lampunya mengikuti kita," ujar Husen.
Widi dan Tesha menengok ke belakang. Benar saja. Sebuah sorot lampu mengikuti langkah mereka. Tapi suara gagak itu terus meneriaki kuping mereka memaksa mereka segera pergi dari tempat itu.
Langkah mereka menjadi cepat kembali. Tempat yang sekilas tampak pekuburan pun kembali mereka lewati. Sosok yang sebelumnya mereka lihat tampak begitu nyata, besar dan tanpa rupa. Sungguh menakutkan. Anehnya bangunan yang tadi sempat tertangkap penglihatan mereka sebelumnya sama sekali tidak ada. Semuanya tampak nyata. Di sana memang komplek pekuburan yang terhampar luas. Husen yang menjadi andalan Widi dan Tesha berteriak memberi komando.