Mohon tunggu...
Dhani Irwanto
Dhani Irwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Buku

Dhani Irwanto adalah seorang insinyur teknik sipil hidro dan lebih dikenal sebagai perencana dan ahli dalam hidrologi, bangunan air, bendungan dan tenaga air, profesi yang melibatkan antar-disiplin yang telah dijalani selama lebih dari tiga dekade. Terlepas dari kehidupan profesionalnya, ia juga seorang peneliti sejarah bangsa-bangsa dan peradaban, didorong oleh lingkungan, kehidupan sosial, budaya dan tradisi di wilayah tempat ia dibesarkan. Kehadirannya yang kuat di internet telah membuatnya terkenal karena gagasannya tentang pra-sejarah dan peradaban kuno. Dhani Irwanto adalah penulis buku "Atlantis: The Lost City is in Java Sea" (2015), "Atlantis: Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa" (2016), "Sundaland: Tracing the Cradle of Civilizations" (2019), "Land of Punt: In Search of the Divine Land of the Egyptians" (2019) dan "Taprobana: Classical Knowledge of an Island in the Opposite-Earth (2019)". Dhani Irwanto lahir di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 1962. Saat ini ia adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konsultan yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanah Punt adalah Sumatera

29 Oktober 2019   19:35 Diperbarui: 18 April 2021   01:10 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wikimedia Commons, uploaded by Avala

10) Minyak pala

Gambar 25. Pala: (a) dan (b) pohon; (c) buah; (d) biji; (e) minyak

Corpus delicti (istilah yurisprudensi Barat tentang bukti kejahatan sebelum menjatuhkan hukuman) -- berupa sebuah botol kecil -- yang terdapat diantara harta Firaun Hatshepsut mengandung sejumlah besar minyak kelapa dan pala (Wiedenfeld et al, 2011).

Biji dan kulit pala yang keduanya adalah produk pohon pala, berasal dari beberapa spesies pohon dalam genus Myristica. Genus ini terdiri dari sekitar 100 spesies yang terdapat di daerah tropis, terutama di wilayah Malaya; tetapi spesies komersial yang paling penting adalah Myristica fragrans, sebuah pohon asli dari Kepulauan Banda di Maluku yang mengandung cukup banyak sari minyak wewangian sehingga sangat bernilai untuk dibudidayakan. Biji pala adalah biji yang terdapat di bagian dalam buah pala; kulit pala adalah kulit bagian luarnya yang telah dikeringkan. Biji pala biasanya terdapat dalam bentuk bubuk. Pala adalah satu-satunya buah tropis yang menghasilkan dua macam rempah-rempah yang berbeda, yang diambil dari buah pala. Produk-produk komersial lainnya juga dihasilkan dari pala, termasuk minyak, salep dan mentega.

Pala juga dibudidayakan di Pulau Penang di Malaysia, di Karibia, terutama di Grenada, dan di Kerala, negara yang sebelumnya dikenal sebagai Malabar dalam tulisan-tulisan kuno sebagai pusat perdagangan rempah-rempah di India selatan. Spesies lain yang mirip dengan pala antara lain Myristica argentea dari Papua dan Myristica malabarica dari India. Pada abad ke-17, sebuah karya Hendrik van Rheede yang berjudul Hortus Botanicus malabaricus menulis bahwa orang India belajar pemanfaatan pala dari orang Indonesia melalui rute perdagangan kuno.

11) Sapi tanduk pendek

Gambar 26. Sapi tanduk pendek: (a) – (f) Punt, Naville (1898) dan Punt, Deir el-Bahari, berselang-seling; (g) Sumatera; (h) Madura; (i) Bali; (j) Jawa
Seperti yang dijelaskan oleh Naville (1898) dan Edwards (1891), orang-orang Mesir juga memperdagangan sapi bertanduk pendek dari Tanah Punt. Dari ilustrasi Naville dan relief di Deir el-Bahari, terlihat sapi-sapi ini berbeda dengan sapi bertanduk panjang yang juga terdapat pada relief, dari Wilayah Selatan, yaitu daerah Nil Hulu yang lebih seperti sapi sanga (sapi Afrika).

Nama-nama Asia Tenggara untuk sapi adalah banteng atau tembadau (liar), dan sapi atau lembu (dipelihara). Banteng (Bos javanicus) adalah spesies sapi liar yang terdapat di Asia Tenggara. Banteng telah didomestikasi di beberapa tempat di Asia Tenggara, dan telah terdapat sekitar 1,5 juta banteng domestik, yang disebut sapi Jawa (Bos javanicus domesticus), sapi atau lembu. Hewan ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut dan digunakan sebagai hewan pekerja dan pedaging. Banteng juga telah diperkenalkan ke Australia Utara, dimana telah terbentuk populasi liar yang stabil.
Subspesies-subspesies berikut telah dikenal: banteng Jawa (Bos javanicus javanicus) terdapat di Jawa dan Bali, yang jantan berwarna hitam dan betinanya kekuning-kuningan. Banteng Kalimantan (Bos javanicus lowi) terdapat di Kalimantan, lebih kecil dari banteng Jawa dan memiliki tanduk yang tajam; sapi jantannya berwarna coklat. Banteng Burma (Bos javanicus birmanicus) terdapat di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam, baik yang jantan maupun betinanya berwarna kekuning-kuningan, tetapi di Kamboja, 20% sapi jantannya berwarna kehitaman, dan di Semenanjung Malaya di Thailand, sebagian besar jantannya berwarna hitam.

Dalam mitos mereka, sapi dianggap sebagai hewan suci di Nusantara. Batara Guru dianggap sebagai dewa tertinggi yang dilambangkan selalu menaiki seekor sapi suci, yaitu Lembu Andini.

Fosil Bos palaesondaicus telah ditemukan di Jawa berusiakan masa Pleistosen dan termasuk dalam subfamili Bovinae. Penemuan ini dikemukaan pertama kali oleh ahli paleoantropologi Belanda Eugne Dubois pada tahun 1908. Holotip Bos palaesondaicus adalah berupa sebuah tengkorak yang ditemukan di Trinil. Spesies ini adalah kemungkinan nenek moyang banteng (Bos javanicus).

Zebu (Bos primigenius indicus atau Bos indicus atau Bos taurus indicus), kadang-kadang dikenal sebagai sapi India, sapi berpunuk atau sapi brahman, adalah spesies atau subspesies sapi domestik yang berasal dari Asia Selatan. Zebu ditandai dengan punuk lemak di bahunya, kulit leher yang besar dan kadang-kadang telinga yang teruntai. Zebu diduga berasal dari auroch Asia, dan kadang-kadang dianggap sebagai suatu subspesies tersendiri, Bos primigenius namadicus. Auroch Asia liar telah punah dalam masa Peradaban Lembah Indus, dari kumpulannya yang tersebar di sekitar lembah Indus dan bagian lain di Asia Selatan, mungkin karena perkawinan silangnya dengan zebu dan fragmentasi populasi liar karena kehilangan habitatnya (Rangarajan, 2001).

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun