Mohon tunggu...
Dhani Irwanto
Dhani Irwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Buku

Dhani Irwanto adalah seorang insinyur teknik sipil hidro dan lebih dikenal sebagai perencana dan ahli dalam hidrologi, bangunan air, bendungan dan tenaga air, profesi yang melibatkan antar-disiplin yang telah dijalani selama lebih dari tiga dekade. Terlepas dari kehidupan profesionalnya, ia juga seorang peneliti sejarah bangsa-bangsa dan peradaban, didorong oleh lingkungan, kehidupan sosial, budaya dan tradisi di wilayah tempat ia dibesarkan. Kehadirannya yang kuat di internet telah membuatnya terkenal karena gagasannya tentang pra-sejarah dan peradaban kuno. Dhani Irwanto adalah penulis buku "Atlantis: The Lost City is in Java Sea" (2015), "Atlantis: Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa" (2016), "Sundaland: Tracing the Cradle of Civilizations" (2019), "Land of Punt: In Search of the Divine Land of the Egyptians" (2019) dan "Taprobana: Classical Knowledge of an Island in the Opposite-Earth (2019)". Dhani Irwanto lahir di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 1962. Saat ini ia adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konsultan yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanah Punt adalah Sumatera

29 Oktober 2019   19:35 Diperbarui: 18 April 2021   01:10 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wikimedia Commons, uploaded by Avala

Gambar 22. Pohon eboni: (a) Punt, Naville (1898); (b) Punt, Deir el-Bahari; (c) – (g) berbagai macam pohon eboni Indonesia; (h) – (j) kayu eboni

Seperti yang dijelaskan oleh Naville (1898) dan Edwards (1891), orang-orang Mesir memperdagangkan kayu eboni dari Tanah Punt. Relief di Deir el-Bahari memperlihatkan orang-orang Mesir sedang memotong cabang-cabang pohon eboni (seperti pada gambar diatas), dengan tulisan "memotong eboni dalam jumlah besar" (Edwards, 1891), kayunya kemudian dibawa ke atas kapal oleh orang-orang negro. Yang tertulis habni (Naville, 1898) umumnya diterjemahkan sebagai "eboni". Kapal-kapal itu sarat dengan kayu eboni. Dalam antrian panjang menghadap ratu, orang-orang Punt membawa kayu eboni. Tumpukan kayu eboni yang terlihat di Taman Amon adalah diantara barang-barang yang diperdagangkan.

Kayu eboni (kayu hitam) adalah kayu yang dihasilkan sebagian besar oleh pohon dari spesies yang berbeda-beda dalam genus Diospyros. Kayu eboni adalah kayu yang cukup padat sehingga tenggelam dalam air. Kayunya bertekstur halus dan permukaannya dapat menjadi sangat halus setelah dipoles, sehingga menjadi barang-barang hias yang bernilai tinggi.

Kayu eboni memiliki sejarah panjang pemanfaatannya, dan potongan-potongan ukiran kayu eboni telah ditemukan di makam-makam Mesir kuno. Pada akhir abad ke-16, lemari yang terbuat dari kayu eboni merupakan barang perdagangan yang mewah di Antwerp. Kayu yang keras dan padat membuatnya mudah dibentuk dengan halus dan dimanfaatkan sebagai benda ukiran yang terukir rinci dengan relief-relief yang halus, biasanya untuk relief-relief figuratif atau yang diambil dari sejarah klasik atau Kristen. Tidak lama kemudian, lemari-lemari yang seperti itu juga dibuat di Paris, dengan para pembuatnya dikenal dengan sebutan bnistes, yang sampai sekarang masih menjadi istilah Perancis untuk pembuat lemari.

Spesies-spesies kayu eboni meliputi Diospyros ebenum (eboni Srilanka) yang berasal dari India selatan dan Srilanka; Diospyros crassiflora (eboni Gabon) yang berasal dari Afrika barat; dan Diospyros celebica (eboni Makassar) yang berasal dari Indonesia dan berharga karena kesan mewahnya dan serat kayunya yang berwarna-warni. Eboni Mauritius (Diospyros tesselaria) sebagian besar dimanfaatkan oleh Belanda pada abad ke-17. Beberapa spesies dalam genus Diospyros merupakan eboni dengan sifat fisik yang sama, tetapi lebih bergaris-garis daripada hitam merata (Diospyros ebenum).

Eboni Asia Tenggara meliputi Diospyros areolata di Semenanjung Malaya (Thailand dan Malaysia); Diospyros bantamensis di Sumatera, Jawa dan Kalimantan; Diospyros blancoi, sering disebut dengan nama lain Diospyros discolor, Diospyros blancoi atau mabolo, berasal dari Filipina; Diospyros borneensis di Tiongkok, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Kalimantan; Diospyros buxifolia, ki merak, rangkemi atau meribu di India, Indocina, Thailand, dan seluruh nusantara sejauh Papua; Diospyros canaliculata (sinonim: Diospyros cauliflora, Diospyros xantho Chlamys) di India, Myanmar, Indocina, Thailand dan Nusantara, buahnya digunakan sebagai ubar (pewarna) untuk jaring dan pakaian; Diospyros celebica, eboni Makassar, endemik di Sulawesi, dan dalam bahaya kepunahan; Diospyros clavigera (sinonim: Diospyros malaccensis); kayu arang, di Semenanjung Malaya, Singapura, Kepulauan Lingga, hingga Bangka; Diospyros confertiflora, nyangit toan, di Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Bangka, di hutan gambut, hutan kerangas dan hutan pegunungan rendah hingga ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut; Diospyros curranii, tersebar di Asia Tenggara (Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand), Sumatera, Kalimantan sejauh Filipina; Diospyros digyna (sinonim: Diospyros nigra, Diospyros ebenaster), sawo hitam, kesemek hitam, sapote hitam, zapote negro, diyakini berasal dari Meksiko dan Guatemala, dan penakluk Spanyol abad pertengahan membawanya ke Filipina, yang kemudian menyebar ke Sulawesi dan Maluku, buahnya memiliki kulit hijau, yang menjadi hitam saat masak, dagingnya coklat dan manis, dimakan segar atau dibuat menjadi minuman dan kue-kue; Diospyros discocalyx, endemik di Sabah; Diospyros durionoides, kayu arang durian, endemik di Kalimantan; Diospyros evena, kayu malam, hanya terdapat di Kepulauan Pasifik dan Kalimantan; Diospyros Ferrea, bibisan, tersebar dari Afrika Barat, India, Indocina, Nusantara sampai ke utara di Ryukyu dan ke timur di Australia, Melanesia dan Polynesia; dan beberapa yang lainnya lebih dari 50 spesies.

7) Kayumanis

Gambar 23. Kayumanis: (a) hutan di Kerinci, Sumatera; (b) kayu diangkut oleh orang; (c) pengeringan kulit; (d) kulit kayu

Tulisan pada prasasti di Deir el-Bahari menjelaskan bahwa kayumanis adalah produk dari Tanah Punt. Yang tertulis tesheps (Naville, 1898) diterjemahkan oleh Naville sebagai "kayumanis". Yang tertulis khesyt (Naville, 1898) mungkin dapat berarti kayu kasia.

Kulit kayumanis, diperoleh dari sejumlah pohon dalam genus Cinnamomum, umumnya digunakan sebagai bumbu makanan. Sementara ada yang menganggap yang benar-benar kayumanis, namun dalam perdagangan internasional terdapat kasia yang juga disebut kayumanis. Kayumanis dihasilkan dari selusin lebih spesies pohon yang juga menghasilkan rempah-rempah komersial lain yang semuanya adalah anggota genus Cinnamomum dalam keluarga Lauraceae.

Kayumanis begitu sangat berharga bagi bangsa-bangsa kuno dan dianggap cocok sebagai hadiah untuk para raja dan bahkan para dewa: sebuah prasasti telah mencatat hadiah kayumanis dan kasia di kuil Apollo di Miletus. Orang-orang Yunani menggunakan kásia atau malabathron untuk tambahan rasa anggur, bersama-sama dengan absinth wormwood (Artemisia absinthium). Theophrastus menilai tanaman tersebut adalah baik dan menjelaskan cara yang aneh untuk memperolehnya: setelah kayunya digerogoti oleh cacing maka tinggal kulitnya. Ramuan Mesir kyphi, suatu wewangian untuk dibakar, adalah mengandung kayumanis dan kasia semenjak zaman Helenistik dan seterusnya. Hadiah penguasa Helenistik untuk kuil kadang-kadang termasuk kasia dan kayu manis serta dupa, myrrh dan kostos (dupa India), sehingga dapat disimpulkan bahwa orang-orang Yunani menggunakannya untuk tujuan yang sama.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun