"Ya, Pak! Oh, begitu ya? Baiklah. Tak apa-apa. Saya tunggu. Segera ya, Pak? Nanti...."
Tuuuut...telepon terputus. Lalu mati seketika. Handphoneku mati. Lengkap sudah penderitaan ini.
"Maaf! Ada handphone yang beterenya masih banyak? Saya pinjam sebentar untuk menelepon ya?"
"Ini pakai saja punya saya. Baterenya masih 70% kok," ujar Pak Lukman sambil menyodorkan handphonenya.Â
"Nomor bapak berapa ya? Biar nanti pakai nomor ini saja untuk berkomunikasi."
Setelah kucatat nomor yang diberikan. Kuhubungi kembali bala bantuan yang tadi ku telpon.
"Hallo! Pak ini saya Denika yang tadi menelpon minta dikirim satu mobil jemputan, karena bus yang kami tumpangi mogok," kataku memberi kabar.
"Handphone saya mati nih, Pak. Jadi nanti pakai nomor ini untuk komunikasi lebih lanjut. Saya tunggu kabar selanjutnya. Secepatnya ya, Pak. Terima kasih."
Aku menghela napas, lega. Sedikit. Ya, sedikit lega. Karena hanya ada mobil jenis sedan yang bisa menjemput kami menuju desa terdekat. Itu pun dengan kapasitas 4 orang saja. Selebihnya masih harus kupikirkan lagi. Tetapi sudah ada bantuan yang segera datang, itu cukup meringankan stressku.
"Kak! Sudah ada yang menjemput tidak? Ini sudah semakin sore. Aku takut," rengek Kanaya.
"Grrrrhhh."