Kembali air mata membasahi matanya yang baru sebentar tadi kering. (hlm. 30)
Â
Apa yang diperlihatkan dalam dialog di atas adalah terjadinya pergeseran kekerasan dari kekerasan seksual menjadi kekerasan psikis yang ditujukan pada Larasati. Kekerasan psikis tersebut berupa ancaman dan pelecehan harga diri Larasati. Dalam kondisi ini, Larasati hanya bisa menahan perasaan amarahnya karena tersudut di antara kepungan superioritas laki-laki yang menganggapnya sebagai ancaman.
Selain dianggap sebagai ancaman, Larasati memiliki sisi lain yang dipandang dapat memberikan keuntungan. Identitas subjektifnya sebagai bintang film terkenal dinilai Marjohan dapat mengangkat reputasi dan karirnya di bidang perfilman. Ia melakukan negosiasi dengan tujuan untuk mengeksploitasi kepopuleran dan kemolekan tubuh Larasati demi kepentingan pribadinya.Marjohan telah menempatkan dirinya sebagai kaum kapitalis dan propagandis yang memiliki hasrat untuk menjadikan Larasati sebagai komoditi utamanya.
Â
Ia kenal dia - Mardjohan -- di jaman Jepang seorang announcer sebentar lagi bakal banjir propaganda dari mulutnya yang jorok itu, ia memperingatkan dirinya sendiri. Kalau didiamkan akan bertekuk lutut. Tapi merajalela kalau dilayani.
"Kalau sudah bikin film?"
"Aku sekarang produser, sutradara -- segala-galanya."Â
Waktu dia cerita Larasati tidak tertarik. (hlm.29)
Â
"Sekutu apa?"