Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sastra: Menolak Suara Perempuan Subaltern dalam Novel "Larasati"

23 November 2021   09:29 Diperbarui: 23 November 2021   09:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 ... Dan seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke, akan bertempik-sorak untuknya. Seluruh pria berotak dan berjantung dari Merauke sampai Sabang akan memujanya, akan berebutan untuk memiliki tubuhnya. (hlm. 2)

Ia senang melihat keberanian terpancar pada sepasang mata muda itu. Biar dia paling sedikit tujuh tahun lebih muda dari aku, dia toh masih mengangumi dan menginginkan aku. 

Larasati  menyadari bahwa fisiknya adalah daya tarik erotik bagi laki-laki untuk memuja dirinya. Kesadarannya ini tidak menjadikan ia berpikir sebagai objek seksual laki-laki, akan tetapi kondisi tersebut justru dimanfaatkan Larasati untuk menempatkan dirinya sebagai subjek seksual yang mampu mempengaruhi kesadaran laki-laki. Oleh karena itu, ia senang ketika banyak lelaki mengagumi dan menginginkan tubuhnya. Ia pun senang ketika laki-laki mempunyai hasrat yang besar untuk memiliki dirinya sebagai objek yang diinginkan.

 

"Kau hendak melupakan semuanya, Ara?" opsir itu menuduh. Larasati tersenyum sambil menunduk.

"Sampai-sampai menentang mataku kau tak mau lagi, Ara!" opsir itu menarik setangan katun hijau tipis dari kantong dan menyeka tengkuk dan lehernya.

"Kau takkan lupakan aku bukan?" ia masukan kembali setangannya ke dalam kantong." Kau kembali lagi kepada aku bukan?"

"Setidak-tidaknya, aku takkan lupakan kau." wajah opsir itu berseri-seri.

"Kau lebih cantik dari yang sudah-sudah, Ara." (hlm. 2-3)

 

            Gambaran di atas memperlihatkan Larasati menempatkan dirinya sebagai to be objek cinta Sang Lain. Ia menjadi objek cinta dan kekaguman si opsir yang sengaja ia produksi untuk menciptakan hasrat memiliki (to have) menjadi kebutuhan (need) akan dirinya. Setelah keinginannya tercapai, ia biarkan pengagumnya untuk tetap memujanya tanpa memiliki hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun