Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sastra: Menolak Suara Perempuan Subaltern dalam Novel "Larasati"

23 November 2021   09:29 Diperbarui: 23 November 2021   09:33 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Di bumi penjajahan ini."

"Kau bakal mati kelaparan."

"Tidak, selamanya Revolusi menggelora."

"Kau mata-mata republik."

"Setidak-tidaknya bukan anjing orang asing."

"Mardjohan diam dan bintang film itu kehilangan kekang. (hlm. 41-42)

 

Dalam dialog di atas, Larasati muncul sebagai sosok perempuan superior yang mampu membungkam supremasi Mardjohan sebagai laki-laki. Superioritas Larasati terjadi dalam bentuk kuasa Larasati dalam mencitrakan pribadi Mardjohan. Ia memandang Mardjohan sebagai orang yang serakah. Pengkhianatan bangsa dan antek Belanda. Mardjohan pun dianggap Larasati sebagai pribadi yang tidak moralitas dan rasional karena dia menggadai kebangsaannya untuk kepentingan pribadinya. Apa yang ditunjukan Larasati merupakan pembuktian kekuasaan perlawanannya terhadap pandangan maskulin.

 

2) Larasati sebagai Seorang Revolusioner

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun