Praktik kolonialisme Eropa di Asia, Afrika, dan Amerika ikut berkontribusi bagi munculnya perubahan lanskap alam dan permasalahan ekologis karena eksploitasi hutan untuk usaha pertanian dan perkebunan seperti kapas, kakao, karet, juga industri pertambangan yang jelas-jelas ikut mengubah lanskap wilayah jajahan (Ross 2017).
Manusia-manusia rasional Eropa melampaui rasa takut mendatangi tempat-tempat baru yang mereka klaim sebagai wilayah taklukan; membuat batas yang melindungi koloni-koloni baru mereka dari gangguan warga pribumi irasional.
Kisah Robinson Crusoe (Defoe, 1719) yang terkenal itu, setidaknya, memberikan gambaran bagaimana manusia Eropa dengan logika modern masuk ke jantung peradaban Timur; menguasai alam serta menaklukkan manusia dan budayanya.
Boehmer (2005: 18) memosisikan Robinson Crusoe sebagai teks paradigmatik awal yang menuturkan pengalaman kolonial Eropa secara apik. Seorang pelaut terdampar di sebuah pulau terpencil, untuk menangkal rasa cemas tentang hal yang tidak diketahuinya, ia membangun pemukiman kecil.
Ia mengklaim memiliki tanah itu, membangunnya berdasarkan tradisi Protestan serta memagarinya dengan pagar tinggi. Crusoe membuat konvensi dan aturan berdasarkan ingatannya, menggunakan alat yang ia selamatkan dari kapalnya yang hancur. Dalam ketiadaan masyarakat, menulis jurnal menjadi caranya mengobjektisikasi dan mengkonfirmasi realitas di sekitarnya.
Ia juga melatih burung beo-nya berbicara dengannya dengan memanggil namanya sendiri. Tentu saja, baik burung beo maupun rumah sederhananya tidak mampu mencipta-ulang pengalaman akan rumah.
Pagar yang melindungi mendeklarasikan kerapuhannya. Tak masalah seberapa sering Crusoe, layaknya kolonialis, menegaskan realitas dirinya dan memapankan haknya terhadap ‘kerajaan’ di pulau yang ia tempati, yang tidak diketahui tetap memunculkan kecemasan, direpresentasikan oleh rasa takutnya terhadap kanibalisme.
Ini menjelaskan tujuan Crusoe untuk menjadikan salah satu penyintas dari ritual kanibal yang ia beri nama “Friday” sebagai diri yang akan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang belum diketahuinya.
Dalam nalar manusia kulit putih, wilayah asing yang sesungguhnya sudah ada penghuninya pun bisa diklaim sebagai kekayaan mereka, termasuk di dalamnya adalah kekayaan alam dan manusi-manusia pribumi-kanibal
Betapa banyak kerusakan alam, penderitaan manusia, dan eksploitasi ekonomi yang berlangsung di era kolonial. Namun, sekali lagi, kondisi itu tidak diungkapkan. Konstruksi ideologi “pemagaran/pembatasan wilayah” ala Crusoe menjadi trend yang berkembang dalam sastra Inggris pada abad ke-18 hingga ke-19 ketika kekuatan kolonial sedang mengkosolidasi dirinya di muka bumi.