Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ekokritisisme: Masalah Lingkungan dalam Teks Sastra dan Budaya

23 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   15:34 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elegant ladies walking on a country road near a farmyard, oil on canvas 66.5 x 99.6 cm (Simonis & Buunk Kunsthandel). Sumber: Wikimedia Commons

Menurut Boehmer (2005: 2) sastra kolonial adalah karya tulis yang menekankan persepsi dan pengalaman kolonial, ditulis oleh para penulis metropolitan, juga para penulis kreol dan pribumi, selama  masa kolonial. Sastra kolonial memasukkan pula karya yang ditulis di Inggris serta di wilayah-wilayah dunia lain.  

Meskipun tidak membuat rujukan langsung dengan masalah-masalah kolonial, tulisan metropolitan, fiksi Dickens dan tulisan perjalanan Trolloper, misalnya, berpartisipasi dalam mengorganisir dan memperkuat persepsi Inggris sebagai kekuatan dominan dijagat raya. Mereka berkontribusi pada konstruksi perilaku dan sikap yang menjadikan imperialisme sebagai tatanan banyak hal.

Selain sebagai tanah di seberang lautan yang harus “dipagari” untuk kepentingan kolonialisme Eropa, lingkungan alam di wilayah jajahan juga direpresentasikan sebagai sesuatu yang liar. Keliaran (wilderness) merupakan konstruksi para penulis kulit putih untuk melabeli kehidupan yang tidak sama dengan lingkungan asal mereka. 

Lingkungan Afrika, misalnya, merupakan ruang geografis yang dipenuhi oleh keberadaan aneka satwa liar, dari era kolonial hingga saat ini. 

Huggan (2008: 51) menjelaskan bahwa pada era kolonial banyak bangunan naratif tentang Afrika yang menempatkannya secara kontradiksi sebagai medan untuk permainan bebas bagi fantasi penaklukan masyarakat Eropa dan kawasan yang dilindungi secara terhormat demi generasi masa mendatang. 

Fantasi akan keliaran dan penaklukan masih berlangsung hingga hari ini melalui moda transformasi di mana acara-acara televisi seperti yang ditayangkan National Geographic dan Animal Planets. Kedua saluran tersebut ikut memelihara dan menyebarluaskan keliaran eksotis Afrika, Asia, dan Amerika Latin sebagai realitas yang masih ada di muka bumi.

Guerillas (Johann Moritz Rugendas). Sumber: Wikimedia Commons
Guerillas (Johann Moritz Rugendas). Sumber: Wikimedia Commons
Sementara, logika “perlindungan” terhadap keliaran satwa menghadirkan pemahaman yang berbeda. Di satu sisi, yang berkontribusi bagi praktik perlindungan dan konservasi satwa liar adalah manusia-manusia Eropa; mereka adalah penjaga sekaligus pemberi dana. 

Hal ini berbeda dengan faksi yang memosisikan satwa-satwa tersebut tidak dalam kerangka “budidaya”, tetapi menarasikan mereka dalam kerangka keliaran yang sebenarnya. 

Keliaran ekologis, dengan demikian, dinarasikan berbasis pengalaman, baik dalam semangat perlindungan maupun pembiaran, untuk tetap menjaga kehadiran “yang liar” yang bisa ditonton, dibaca, dan di-fantasi-kan oleh manusia-manusia metropolitan. 

Subjek Barat-lah yang mentransformasi konstruksi keliaran tersebut dalam ragam bentuknya, karena manusia-manusia Timur sendiri menganggap segala hal yang dilabeli liar sesuatu yang biasa dan lumrah.

Kepentingan ekonomi dan politik, dalam kondisi demikian, tetap berada dalam kendali manusia-manusia rasional Eropa yang tidak ingin kehilangan situs yang memelihara fantasi mereka tentang keliaran yang jauh dari ruang geografis mereka.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun