"Kau yang kenapa?!" Rutuknya bangkit hendak mengambil handuk. Masih kesal dengan kejadian tadi. "Sepertinya aku bersalah sekali karena mengkhawatirkanmu, bodoh!"
"Maafkan aku." Sahutku, "bisa kita kembali ke bath dan menyelesaikan mandi? Kita akan kena tegur kalau tidak membersihkan diri setelah bermain-main di luar, Tuan Muda Kecil."
"Kau berjanji tidak akan bersikap aneh?"
Sambil melepaskan pakaian dan menggantungnya di kanstop, aku mengangguk. Seraya naik ke ke dalam bath tube turut berendam bersamanya, aku ngomong, "dan kau boleh sambil main bebek-bebekan karet tanpa aku ceritakan ke teman-teman di sekolah."
Senyum Tuan Kecil seperti mencemooh, tapi setidaknya suasana hatinya balik lagi ke semula dan mau ditemani berendam dalam bath tube membersihkan kotoran yang melekat di tubuh kami. Namun lintasan bayangan itu enggan beranjak dalam benakku.
"Hey Kafka!" Tegur Tuan Muda, bermain air mencipratkan ke mukaku. "Tahu tidak, bukankah aku sangat mirip Bunda?"
"Kau putranya, rambutmu merah dan bermata hijau. Mengapa kau harus mirip orang lain?"
"Anak laki-laki selalu bangga bila mirip ayahnya."
"Hidung dan rahangmu mirip Vader Rudolph, Tuan Kecil." Hiburku, dan memang begitu bukan tanpa alasan.
"Tapi kata teman-teman sekolah, kamu mirip Ayah Rudolph, Kafka."
Aku benci kau mengatakannya, tamu Ayah Rudolph pada suatu pesta di rumah ini pernah salah menilaiku, "Hi Rudolph, anakmu tampan seperti kau kecil dulu."