Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemuja dan Memujamu

26 Januari 2018   19:56 Diperbarui: 26 Januari 2018   20:09 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Bacalah. Aku yakin kamu suka," ucap gadis itu sambil menyimpulkan senyum manis.

            Perlahan tapi pasti, Endo membuka kelopak matanya. Dadanya masih menyisakan sesak dan sakit menyiksa. Ia berusaha mengatur irama pernapasannya agar lebih rileks. Kepalanya menoleh ke kiri ada ibundanya tertidur dengan posisi kedua tangan dilpat menimpa kepala.

            "I-ibu,"panggil Endo dengan nada bicara lirih tapi itu belum cukup untuk membangunkan ibunya. Endo mencoba memanggil ibunya.

            "I-ibu... a-aduh, I-ibu." Telinga ibundanya peka begitu ia mendengar suara putranya memanggil dirinya. Sontak sang ibunda menegakkan kepala, memastikan apakah yang memanggil dirinya itu adalah anaknya.

            "Endo kamu sudah sadar, Nak? Puji Tuhan kamu sudah sadar. Ada perlu apa anakku? Apa yang bisa Ibu bantu untuk kamu?" tanya Ibundanya dengan hati gembira sambil memberikan pelukan refleks pada putranya.

            "Ker-tas, Bu."

            "Kertas? Kertas apa?" tanya sang Ibu bingung sambil melonggarkan pelukannya. Tapi kebetulan ibunya membawa tas sandang di pundak lalu membuka resleting tas. Perempuan paruh baya itu mengaduk-aduk isi tas lalu mengeluarkan sesuatu yang dia yakini dicari oleh anaknya.

            "Maksud kamu ini?" Sang ibu menunjukkan sebuah kertas dikotori darah kering. Endo mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan sang ibu. perempuan itu mendekatkan lipatan kertas itu ke tangan anaknya. Endo sudah mendapatkan kertas itu. Pelan-pelan ia membuka lipatan kertas itu, membaca tulisan yang ada di sana secara seksama.

            Aku berikrar dalam sungguhku kalau aku takkan mudah menjatuhkan hati

            Kalau aku mesti mawas diri mesti awas hati

            Jangan sampai aku salah serahkan hati kecil pada sang pujaan hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun