" Jangan Tomino , Jangan . " Haruko menggelengkan kepalanya . Air mata berurai deras membasahi wajah pucatnya .
Tomino menurun lengannya .
Jleb Jleb Jleb
Pisau - pisau itu beruntun menembus tubuh Haruko , tak ada satupun celah di tubuhnya yang tak tertusuk . Darah berhamburan membasahi Tomino , wajahnya juga tak luput dari cipratan darah . Ia menikmati setiap percikan darah yang menempel di kulit wajahnya , sambil memandangi tubuh Haruko yang bermandikan darah segar , mengalir dari tusukan pisau yang merobek dagingnya .
Tomino berlalu membiarkan mayat kakaknya di sana .
Sementara itu , Kimanoto bersembunyi di kamarnya di samping lemari pakaiannya . Tak henti - hentinya , ia menangis sambil menggigit bibir bawahnya . Sebenarnya , hatinya hancur melihat ayah dan ibunya dibunuh di depan mata kepalanya sendiri . Cepat atau lambat , Tomino akan menemukannya dan membunuhnya . Kematian 'kan menghampirinya , begitu cepat , hanya hitungan detik saja .
Telinganya menangkap suara derap kaki yang melangkah menuju kamarnya . Tak salah lagi , itu pasti Tomino . Â Â Â Â Â Â Â Â Â Ia makin dekat dan terus mendekat menuju kamarnya .
Jantungnya berdebar tak menentu , deg deg deg . Deru nafas kian tak beraturan , Ngah ngah ngah . Kimanoto cemas ketika seseorang dari luar menekan gagang pintu kamarnya . Matanya tak lepas menatap ke arah gagang pintu .
Ngik
Pintu berdecit dan tersingkap . Tomino tak ada di kamarku. Kimanoto bernafas lega , mengetahui kakaknya tak memasuki kamarnya . Ia beruntung , dewi fortuna berpihak padanya .
Tapi itu tak berlangsung lama . Sebuah bayangan benda menghalangi pandangannya , Kimanoto mendongakkan kepalanya dan ...
Bruuukkkk