Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tomino

3 Februari 2015   00:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:55 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita ini terinspirasi dari urban legend Jepang " Puisi Kematian Tomino "

" Tomino ! Tomino ! " pekik sang kakak , Haruko .

" A-ada apa kak ? " tanya sang adik yang terlihat gemetar menghadap sang kakak .

" Kamu sudah lupa sama tugasmu ?! " sergah Haruko .

" Tu-tu-gas apa kak ? " tanyanya lagi .

" Kau belum mengerjakan tugas adikmu ! " bentak Haruko sambil melampiaskan emosinya dengan menjambak rambut adiknya .

" Aduh kak sakit , ampun kak . " Tomino meringis , menahan nyeri di ujung kepalanya .

" Kalau begitu cepat kerjakan ! " bentaknya sambil mencampakkan Tomino danberlalu pergi .

Tomino tersungkur di lantai , lalu bangkit dan berjalan menuju kamar adiknya , Kimanoto . Tomino masih memegangi kepalanya yang sakit karena jambakan yang terima olehnya begitu kuat . Bukan hanya dijambak tapi Haruko memelintir rambutnya kuat - kuat sehingga tak sedikit rambutnya yang rontok .

Tomino tiba di kamar adiknya . Ia menekan gagang pintu dan masuk ke dalam . Ia melihat adiknya sedang fokus bermain PS 2 , hingga tak memperdulikan Tomino yang datang . Ia memanggil adiknya yang sedang asyik dengan kesibukannya sendiri .

" Kimano , apakah kamu sudah mengerjakan PR mu ? " tanya Tomino .

" Belum . " sahut Kimanoto .

" Jadi di mana kau letakkan buku PR mu ? "

" Di sana . " Ia menunjuk ke arah laci sambil matanya tetapmelekat pada layar kaca .

Tomino mengambil buku yang dimaksudkan oleh adiknya dan mulai mengerjakannya . Sesekali , ia mengalihkan pandangannya pada Kimanoto yang konsentrasinya berpusat pada game dalam PS 2 tersebut . Tomino hanya berdecak sambil menggeleng pelan melihat kelakuan adiknya seolah tidak mau tahu dengan PR nya sendiri .

30 menit sudah berjalan , terdengar suara ibu dari ruang makan memanggil Kimanoto .

" Kimanoto , ayo makan . Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu . " seru ibu .

Kimanoto langsung mematikan PS nya dan pergi meninggalkan Tomino sendirian tanpa mengajak kakaknya untuk pergi makan bersamanya . Tomino memegangi perutnya yang mulai perih menahan rasa lapar yang melandanya, tapi PR adiknya belum kunjung usai . Ia mengurungkan niatnya untuk makan malam .

Akhirnya ,dalam waktu 1 jam , selesai juga tugas yang telah ia kerjakan . Tomino mengelap setetas keringat yang membasahi dahinya dan ia tak sanggup lagi menahan rasa laparnya , segera ia bergegas meninggalkan kamar adiknya .

Tepat di saat ia meninggalkan kamar adiknya , situlah ia berpapasan dengan adiknya yang hendak masuk ke kamarnya .

" Hey , apa kau sudah menyelesaikan PR ku ? "

" Sudah kuselesaikan dan bukunya kuletakkan di dalam laci . " ujar Tomino .

Sesudah Tomino keluar dari kamar Kimonoto , adiknya membanting pintu keras serta ia menguncinya dari dalam . Mungkin ia tak mau seorang pun mengganggu ia bermaingametak terkecuali Tomino . Ia hanya memandangnya sebentar dan beralih menuju meja makan .

Di meja makan , ia hanya menemukan dua sendok nasi dalam bakul dan sepotong daging ikan tuna yang dipanggang setengah matang . Tak mungkin ini cukup untuk memenuhi rasa lapar dan capek sehabis mengerjakan tugas , tapi ia terpaksa untuk menikmatinya . Ini masih lebih baik .Pernah sekali , ia tak mendapatkan jatah makan malam , ia harus menahan lapar yang begitu menyiksa di perutnya dengan banyak minum air putih , hal seperti itu pernah terjadi padanya .

Segelas air putih telah dihabiskannya dalam satu teguk dan beranjak meninggalkan meja makan . Ia mengamati ayah & ibunya yang sedang menonton TV dan kakaknya yang mengutak - atik Handphone kesayangannya . Mereka sama sekali tak memperdulikan kehadiran Tomino di sana .

Tomino melangkah menuju ke kamarnya yang paling ujung daripada kamar ayah ibu dan kedua saudaranya . Ia mendorong pintunya berderit karena ujungnya bergesekkan dengan lantai kamarnya , lalu menutupnya kembali . Suasana kamar yang begitu kusam dan muram , tak membuat dirinya cepat - cepat menuju tempat tidur melainkan ia beralih pada cermin di lemarinya .

Tomino menatap bayangan yang terpantul di cermin .Raut wajah murung dan tidak bersemangat itu yang tergambar jelas di cermin itu . Kelopak matanya berkerut menyiratkan penderitaan yang ia tanggung selama ini sudah cukup berat . Cuma mata kirinya mengalami kebutaan total akibat katarak . Ini sudah dialami sejak dia berumur 3 tahun . Mulanya hanya selaput putih tipis menutupi kornea matanya , akan tetapi itu terus melebar sampai menutpi penglihatannya . Mungkin kecacatan inilah yang menjadi sumber kebencian mendalam ayah , ibu serta kedua saudara laki - laki , padanya . Tak pernah sekalipun keluarganya memperlakukan ia penuh kasih & keramahan  , selalu saja tatapan kesal & sinis yang ia dapatkan setiap kali mereka memperlakukan dirinya .

Bosan becermin , Tomino langsung membanting badannya pelan ke tempat tidur . Lagi , ia mengamati sekeliling kamarnya . Cat dinding yang mulai pudar & mengelupas , agak lembab , membuat kamar ini tak pantas disebut sebagai kamar tidur . Orang - orang akan lebih cocok menganggapnya sebagai gudang bahkan bisa saja gudang lebih bagus daripada kamar tidurnya .

Makanan yang ia makan tak cukup untuk menahan rasa lapar yang melanda perutnya , akhirnya Tomino memutuskan untuk tidur dalam keadaan perut keroncongan . Meskipun ia belum mengantuk , ia memaksakan matanya untuk terlelap dan berhasil . Perlahan , otaknya sudah mengirimkan sinyal pada tubuhnya untuk istirahat . Pelan - pelan , tubuhnya mulai rileks , matanya mulai mengendur .

Dalam tidurnya , Tomino terlihat lebih ceria bermain bersama dengan saudaranya . Mereka terlihat lebih akrab dengan Tomino . Ketiganya sedang asyik bermain kejar - kejaran . Kimanoto berlari kencang mengejar keduanya kakaknya , Haruko dan Tomino . Mereka berdua berusaha menghindari tangkapan sang adik dan bergerak selincah mungkin agar mereka tak tertangkap oleh sang adik . Dari tempat mereka bermain , Sazaki dan Iyume , orang tua mereka sedang mengamati keceriaan anak - anak mereka sambil duduk berdua , menikmati teh manis hangat yang mereka pegang . Mereka tersenyum lembut , melihat tingkah laku mereka yang begitu polos , mirip seperti anak - anak yang berumur 3 tahun .

Tapi semua tak berlangsung lama , seperti langit cerah yang tertutup awan hitam . Perangai kedua saudaranya yang tadi baik sekarang menjadi terlihat kejam dan bengis . Tak ada lagi permainan& keceriaan . Kedua saudaranya kini malah memaki dan menghina dirinya . Bahkan mereka tak sungkan untuk memukul dan menendang badan Tomino . Tomino hanya bisa memekik kesakitan menerima setiap pukulan dan tendangan yang menerpanya . Selang waktu berjalan , Tomino melihat ayah - ibu nya datang menghampirinya , bukan untuk melerai, tapi malah menambah penderitaannya .

Ibunya menjambak rambut Tomino dan ditariknya ke atas . Tomino meringis menerima rasa nyeri dan pedih di ujung rambutnya . Tak sadar , Tomino menitikkan air mata , ia tak sanggup lagi menahannya . Melihat Tomino menangis , Iyume melepaskan tangannya dari rambut Tomino . Tomino hanya mengelus - elus lembut kulit kepalanya yang sakit sambil menangis tersedu - sedu , melihat rambutnya banyak yang luruh .

Sazaki mencampakkan tubuh Tomino dengan kasar sambil mencerca anaknya .

" Kau tahu ! Saya malu punya anak cacat seperti kamu ! " Sazaki melampiaskan amarah dengan menempeleng kepala Tomino .

Tomino tersentak . Matanya mengerjap . Ia sadar bahwa ia sedang bermimpi buruk . Tapi di dunia nyata pun , ia mendapatkan siksaan yang lebih parah di bandingkan dengan di dunia mimpi . Dia menyingkapkan sedikit bagian atas bajunya dan melirik luka lebam di pundaknya .

Luka memar itu didapatkan dari ibunya . Hanya karena dia tak sengaja menyenggol vas bunga kesayangan ibunya saat ia menyapu rumah . Melihat vas bungnya hancur berkeping - keping , ibunya naik pitam dan mengambil sapu yang dipegang oleh Tomino . Dengan sekuat tenaga , ibunya menghantam bahu Tomino membuat tulang bahunya bergeser sedikit . Sekarang pun , rasa sakit di bahunya masih belum hilang , walaupun ia cuma mengangkat sedikit bahunya , sakitnya akan tetap terasa .

Jam dinding menunjukkan pukul 13 . 30 , Tomino sudah pulang dari sekolah . Ia melepaskan kaus kaki dan meletakkan sepatunya . Ketika ia hendak ke kamar , suara ayah dan ibunya memanggil dirinya .

" Tomino , Tomino . Ke sini kamu ! " perintah ayahnya .

" Ada apa , yah ? "tanyanya .

" Kamu sengaja ya mengerjakan PR adikmu asal - asalan !? " Sazaki meninggikan suaranya .

" A-a-ku ta-tak mengerti apa yang ayah katakan . " jawab Tomino terbata - bata .

" Jadi kamu betul - betul tidak tahu ?! Coba lihat ini ! " Sazaki melempar buku yang ia pegang ke muka Tomino . Tomino mengambil buku yang dilempar ayahnya dan membukanya . Ia memeriksa satu per satu jawaban yang ia kerjakan . Lama ia mengamati , barulah ia menyadari kekeliruannya .

" Ma-ma-maaf ayah , aku tidak bermaksud mengerjakannya asal - asalan . "

" Maaf katamu ! Kamu mau bikin adikmu tidak naik kelas , hah ?! " sentak Sazaki . Mukanya merah padam menahan amarahdi dada .

" A-a-ku ... "

Plaakk

Tamparan keras itu mengenai pipi Tomino yang putih . Kini , bekas tangan ayahnya tercetak jelas di sana .

" Kelihatannya kamu harus diberi pelajaran ! Ayo ikuti ayah ! " Sazaki menarik lengan Tomino kasar dan membawanya ke kamar mandi .

Di sana , Sazaki berulang kali mengguyur Tomino dengan air bak mandi . Bukan hanya seragamnya saja yang basah , seluruh tubuhnya basah tak terkecuali dengan rok yang ia kenakan . Air itu mengalir deras membasahi tubuhnya seiring air mata menetes dari matanya .

Sazaki dan Iyume pergi meninggalkan Tomino yang sudah mengigil . Tomino berusaha bangkit berdiri dengan menahan dingin yang menggetarkan tulangnya . Ia menggapai handuk yang menggantung dan mengelap tubuhnya yang basah . Tomino melangkah dengan kaki gemetar menuju kamarnya .

Ia menekan gagang pintu itu dan masuk . Tomino mengganti pakaiannya yang basah dan menyeka tubuhnya yang masih basah dengan handuk yang ia bawa . Tapi masih saja air mata menetes membasahi pipinya . Ia berpikir sampai kapan orang tua dan saudaranya menyiksa dirinya , sampai kapan penderitaannya akan berakhir ? Apakah itu akan berakhir ketika ia sudah tidak berada di dunia ini ? . Pertanyaan itu terus saja menggerayangi dirinya . Membuatnya linglung dan galau memikirkannya . Usai ia mengganti bajunya , Tomino berjalan agak terhuyung ke sudut kamarnya . Kemudian , ia mulai berjongkok dan melipat tangan melingkari kakinya . Ia membenamkan wajahnya dalam tangisan . Ia menangis terisak sambil mengutuki dirinya yang selalu disiksa lahir batin oleh keluarganya sendiri .

Sementara Tomino masih menikmati kesedihannya , sayup suara lembut terdengar memanggil namanya .

" Tomino ... Tominoo"

" Siapa kau ? " sahutnya .

" Aku akan melepaskan penderitaan yang kau alami selama ini , Tomino . Sekarang lihatlah apa yang berada di bawahmu ... " jawab suara misterius itu .

Tomino mengamati apa yang berada di sampingnya . Sebuah pena dan selembar kertas tergeletak di sampingnya .

" Kau mau aku lakukan apa sekarang ? " tanya Tomino .

" Aku ingin kau menuliskan sebuah puisi . Tapi tenanglah aku akan menuntun tanganmu dan membisikkan kata - katanya ke telingamu . "

Tomino mengambil benda yang berada di sampingnya . Ia melakukan apa yang diperintahkan suara misterius itu padanya . Pelan - pelan , tangan Tomino bergerak sendiri . Tangannya seperti mempunyai jiwa sendiri . Ia bergerak tanpa perintah dari sistem pusat di kepalanya seiring dengan suara yang terus berbisik di telinganya .

*)Tomino no Jigoku

ane wa chi wo haku, imoto wa hihaku,
kawaii tomino wa tama wo haku
hitori jihoku ni ochiyuku tomino,
jigoku kurayami hana mo naki.

muchi de tataku wa tomino no aneka,
muchi no shubusa ga ki ni kakaru.

tatake yatataki yare tataka zutotemo,
mugen jigoku wa hitotsu michi.
kurai jigoku e anai wo tanomu,
kane no hitsu ni, uguisu ni.
kawa no fukuro ni yaikura hodoireyo,
mugen jigoku no tabishitaku.

haru ga kitesoru hayashi ni tani ni,
kurai jigoku tanina namagari.
kagoni yauguisu, kuruma ni yahitsuji,
kawaii tomino no me niya namida.
nakeyo, uguisu, hayashi no ame ni
imouto koishi to koe ga giri.

nakeba kodama ga jigoku ni hibiki,
kitsunebotan no hana ga saku.
jigoku nanayama nanatani meguru,
kawaii tomino no hitoritabi.

jigoku gozarabamo de kitetamore,
hari no oyama no tomebari wo.
akai tomehari date niwa sasanu,
kawaii tomino no mejirushini.

Tulisan yang berada di atas kertas itu memerah dan tatapan mata Tomino yang tadi penuh lara dan nestapa menjadi sorot kosong menyiratkan amarah yang terdalam di jiwanya . Tomino telah menyelesaikan puisinya .

" Sekarang pergi dan berikan kepada orang tuamu .  Cepat . "

Tomino keluar dari kamar dan pergi menuju ruang tamu tempat mereka biasa berkumpul termasuk Kimanoto juga ada di sana . Lamat - lamat ia melangkah dan tibalah dirinya di sana .

Tanpa rasa ragu di hatinya , Tomino memberikan puisi itu pada ayahnya .

" Apa yang kau berikan ini ? "

Tomino hanya diam tapi tatapan matanya tak lepas dari mereka . Kimanoto yang merasakan ada yang aneh dengan kakaknya , ketakutan dan coba bersembunyi di balik badan ibunya .

Sazaki membaca puisi itu dengan seksama dan menggunakan suara lantang . Dirinya terdorong untuk meresapi tiap kata yang tersurat dalam puisi itu , membacanya habis .

" Oh jadi kau mau menakut - nakuti kami dengan puisi ini ?! " Sazaki tersenyum kecut sambil meremas - remas kertas itu .

" Nih ! " Sazaki melemparkan remasan kertas berbentuk seperti bola itu ke muka Tomino . Tomino tak memberikan respon apapun . Ia hanya membisu dan menatap ke arah ayahnya .

" Oh kau melawan ya ! Rasakan ! " tangan Sazaki melayang di udara siap mendarat di wajah Tomino , akan tetapi ia terhenti sesaat .

Tomino melolong keras . Bola matanya yang hitam kini hanya tersisa putihnya saja . Tubuhnya mengejang hebat ketika roh - roh jahat merasuk ke dalam tubuhnya . Bukan hanya satu tapi hampir ratusan roh berlomba - lomba masuk ke dalam raga Tomino . Raganya bagaikan bangkai rusa yang siap menjadi rebutan burung - burung hering dan gagak . Rambutnya terurai berantakan tertiup angin kencang berhembus dari belakang tempat ia berpijak . Kini , mereka tidak mendapati sosok Tomino yang mereka kenali melainkan sosok iblis yang lahir dari neraka terdalam .

Sazaki masih tercengang dengan apa yang terjadi pada Tomino , tak terkecuali Iyume dan Kimanoto yang masih berlindung di belakang badan ibunya . Aura kematian menyeruak , memenuhi ruang tamu , membuat Sazaki yang berdiri tak jauh dari Tomino , bergetar hebat mulai dari ujung kaki sampai wajahnya , tak mampu mengekspresikan kengerian luar biasa yang dialaminya . Matanya mendelik , bulir - bulir keringat berjatuhan dari dahinya .

" Mati ... " desis Tomino .

Tomino merentangkan kedua tangannya dan membuka telapak tangannya . Ajaib . Kedua tangannya sudah menggenggam erat leher Sazaki dan Iyume - ayah ibunya . Mereka berdua kepayahan menahan cekikan yang menyiksa leher mereka . Megap - megap , pupil mata melebar , wajah mereka agak membiru .

Tak kuat lagi , mereka berdua menghembuskan nafas terakhir .Dengan wajah membiru , mulut menganga lebar . Bola mata nya hampir meloncat keluar . Urat mata pecah sehingga darah segar merembes dari sana .

Melihat ayah - ibunya sudah tak berdaya lagi , Tomino merenggangkan kepalannya dan membiarkan mayat mereka merosot dari tangannya .

Kimanoto mematung , menyaksikan kakaknya menghabisi nyawa orang tuanya sendiri , tanpa belas kasihan , tanpa peri kemanusiaan . Kimanoto meratapi kematian tragis yang menimpa ayah dan ibunya . Suara tangisnya memecah keheningan di ruang itu .

" AYAHH ! IBUUU !!! " jerit Kimanoto sejadinya .

" KENAPA KAKAK TEGA MELAKUKAN SEMUA INI ?! KENAPA ?!! "

Tomino bungkam . Ia hanya menatap tajam ke arah adiknya dan perlahan - lahan mulai mendekati adiknya .

" Ayah ... Ibu ... "

Haruko baru pulang sekolah , ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya hanya bisa menggeleng & mendesis pelan melihat mayat ayah - ibu t'lah tewas dengan kondisi mengenaskan . Kakinya menggigil , serasa tubuhnya tak mampu menumpu berat badannya . Ia merasa beban berton - ton itu menghantam keras pundaknya .

" Kau ... "

Pandangan Tomino beralih pada Haruko . Kimanoto tak menyia - nyiakan kesempatan yang datang . Ia beranjak pergi dan mencari persembunyian yang aman , di mana Tomino tidak akan mudah menemukannya .

Api dendam kini bergulung di dadanya . Haruko tak melepaskan pandangannya dari Tomino dan mengepalkan tangannya sekuat - kuatnya .

" Mati kau ! " pekik Haruko seraya melancarkan pukulan ke arah Tomino .

" Akkh ! "

Tampaknya tak berhasil . Dengan gerakan jari telunjuknya , tangan Haruko terpelintir ke kanan dan berputar ke bawah . Ia meraung hebat sambil memegangi tangan kanannya yang terkilir itu . Rasa nyeri itu membuat ia menitikkan sedikit air mata .

Haruko berdiri tegak dan kembali melancarkan tendangan ke arah Tomino . Lagi - lagi , dengan menggerakkan telunjuknya saja , kaki Haruko patah dan ia menjerit kesakitan .

Badannya jatuh bersandar mengenai pintu . Api dendam yang bergelora itu kini padam . Haruko malah mengemis - emis , memohon ampun pada Tomino .

" Tomino , ampuni aku ! Ampuni aku ! Kumohon ! " rengeknya .

Tomino bergeming .Kemudian , ia mengangkat lengannya ke atas . Dari belakang , puluhan pisau sudah melayang di udara . Mata pisau itu seolah menyapanya , menyuruhnya untuk mempersiapkan kata - kata terakhir sebelum ajal menjemputnya .

" Jangan Tomino , Jangan . " Haruko menggelengkan kepalanya . Air mata berurai deras membasahi wajah pucatnya .

Tomino menurun lengannya .

Jleb Jleb Jleb

Pisau - pisau itu beruntun menembus tubuh Haruko , tak ada satupun celah di tubuhnya yang tak tertusuk . Darah berhamburan membasahi Tomino , wajahnya juga tak luput dari cipratan darah . Ia menikmati setiap percikan darah yang menempel di kulit wajahnya , sambil memandangi tubuh Haruko yang bermandikan darah segar , mengalir dari tusukan pisau yang merobek dagingnya .

Tomino berlalu membiarkan mayat kakaknya di sana .

Sementara itu , Kimanoto bersembunyi di kamarnya di samping lemari pakaiannya . Tak henti - hentinya , ia menangis sambil menggigit bibir bawahnya . Sebenarnya , hatinya hancur melihat ayah dan ibunya dibunuh di depan mata kepalanya sendiri . Cepat atau lambat , Tomino akan menemukannya dan membunuhnya . Kematian 'kan menghampirinya , begitu cepat , hanya hitungan detik saja .

Telinganya menangkap suara derap kaki yang melangkah menuju kamarnya . Tak salah lagi , itu pasti Tomino .           Ia makin dekat dan terus mendekat menuju kamarnya .
Jantungnya berdebar tak menentu , deg deg deg . Deru nafas kian tak beraturan ,  Ngah ngah ngah . Kimanoto cemas ketika seseorang dari luar menekan gagang pintu kamarnya . Matanya tak lepas menatap ke arah gagang pintu .

Ngik

Pintu berdecit dan tersingkap . Tomino tak ada di kamarku. Kimanoto bernafas lega , mengetahui kakaknya tak memasuki kamarnya . Ia beruntung , dewi fortuna berpihak padanya .

Tapi itu tak berlangsung lama . Sebuah bayangan benda menghalangi pandangannya , Kimanoto mendongakkan kepalanya dan ...

Bruuukkkk

Sebuah lemari besar menghantam dan menimpa tubuh kecilnya . Suara retakan tulang terdengar jelas olehnya . Tulang rusuknya remuk dan patahannya mengenai paru - parunya .

Uhuukkk

Gumpalan darah segar membasahi lantai . Begitu kental . Seketika jantungnya berhenti berdetak dan ia sudah tak bernyawa lagi .

Tomino mengangkat lengannya dan lemari itu juga terangkat dan menimpa lagi tubuh Kimanoto . Berkali - kali , sampai tubuh Kimanoto tak berbentuk lagi , ia gepeng seperti tempe yang digiling oleh buldozer .

Tomino tertawa terbahak - bahak menyaksikan adiknya t'lah tewas dengan tubuh pipih ditimpa lemari . Akan tetapi , Tomino tersentak . Ia merasakan kesadarannya kembali setelah sesuatu keluar dari raganya .

" Apa yang sudah kaulakukan ?! " pekiknya .

Sesosok berjubah hitam memegang sebilah sabit besar berada di hadapannya . Ia berdiri mengamati Tomino yang terpaku memandang dirinya .

" Aku sudah melakukan apa yang kau mau sekarang tibalah waktumu , Tomino ... " nada bicaranya dingin dan mendatar .

" Tidak ! Jangan bawa aku pergi ! " pekik Tomino .

" Rohmu akan kubawa ke neraka . Neraka , tempat kau di mana kau melihat roh - roh yang tersiksa abadi selamanya . " Pria itu mengulas seringai tipis dan pelan - pelan mengangkat sabitnya .

" Jangannnn " jeritan itu seakan menjadi pesan terkhirnya ketika sabit itu memisahkan roh dari raganya , membawanya ke sana . Tempat penyiksaan yang tak pernah berakhir sampai selama - lamanya .

The end

Note

1 ) Arti puisi ' Tomino no Jigoku '

Neraka Tomino

Kakak yang memuntahkan darah, adik yang meludahkan api
Tomino yang lucu meludahkan permata yang berharga

Tomino meninggal sendirian dan terjatuh ke dalam neraka
Neraka kegelapan, tanpa dihiasi bunga

Apakah itu kakak Tomino memegang cambuk?
Jumlah bekas luka berwarna merah sangatlah mengkhawatirkan
Dicambuk dan dipukul sangatlah mendebarkan,

Jalan menuju neraka yang kekal hanyalah salah satu cara
Mohon bimbingan ke dalam neraka kegelapan,

Dari domba emas, dan dari burung bulbul
Berapa banyak yang tersisa dari dalam bungkusan kulit,
Disiapkan untuk perjalanan tak berujung menuju neraka

Musim semi akan segera datang ke dalam hutan serta lembah,
Tujuh tingkat di dalam gelapnya lembah neraka

Dalam kandang burung bulbul, dalam gerobak domba,
Di Mata Tomino Yang Lucu Meneteskan airmata
tangisan burung bulbul, dibalik hujan dan badai
Menyuarakan cintamu untuk adik tersayangmu

Gema tangisanmu melolong melalui neraka,
serta darah memekarkan bunga merah

Melalui tujuh gunung dan lembah neraka,
Tomino yang lucu berjalan sendirian
Untuk menjemputmu ke neraka,

Duri-duri berkilauan dari atas gunung
menancapkan duri ke dalam daging yang segar, Sebagai tanda untuk Tomino yang lucu.

Konon barang siapa yang membaca puisi ini dengan suara lantang , maka bencana akan datang menimpa dirinya .

Jadi , apakah kau punya nyali untuk membaca puisi ini dengan lantang pada malam hari ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun