Mohon tunggu...
AL Wijaya
AL Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis "Target Pertama", "As You Know", "Kembali ke Awal"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Batas (Bab 7)

5 Juni 2019   01:51 Diperbarui: 5 Juni 2019   01:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Rita menarik nafas panjang. Ia bersandar di bahu Tomas. Semua ini salahnya. Seharusnya ia mengatakan tentang ini pada Ari sebelumnya.

Tapi demi Tuhan, Rita berani bersumpah. Ia mengadakan tahlilan ini hanya untuk Linda dan Herman. Sama sekali tak terbesit dalam benaknya perkataan yang diucapkan Ari tadi. Ia tak ingin mengambil keuntungan dari acara ini. Ia tak berharap orang Artapuri akan menyukainya karena telah membuat tahlilan untuk Linda dan Herman. Sungguh.

---

Ari terbaring di atas kasur. Matanya memandang hampa ke arah langit-langit kamar. Mimik wajahnya datar. Ari terlihat tengah memikirkan sesuatu.

Ia masih terbayang-bayang kejadian tadi. Saat dirinya mengusir tamu undangan acara tahlilan ayah dan ibunya. Setelah ini orang-orang pasti akan membuat gosip tak sedap tentang hal ini.

Namun bukan itu yang Ari khawatirkan. Masalahnya adalah ia masih seperti tak ingin orang lain mengungkit-ungkit tentang kematian orang tuanya. Karena semakin digali, perasaan Ari semakin hancur. Ia masih belum merelakan kepergian mereka.

Ya. Ari masih belum bisa membuka diri soal hal itu kepada semua orang. Seolah kematian orang tuanya adalah isu yang sentimentil bagi Ari. Meski kejadian itu sudah 3 tahun yang lalu, namun tetap saja Ari sangat selektif jika ingin membicarakan hal ini. Di dunia ini, Ari hanya mau terbuka kepada Yandi, dan yang terbaru adalah Melani.

Entah sampai kapan Ari akan berkubang dalam perasaan tertutupnya ini. Ari tak tahu. Apakah selama ia akan berusaha menghindar dari kenyataan ini? Ari tak bisa menjawabnya.

Sebutir air mata menetes dari pelupuk mata Ari. Tiba-tiba rindu itu kembali hadir. Rindu akan belaian kasih sayang orang tua yang selama ini terenggut darinya.

Belum reda tangisnya, tiba-tiba suara pintu kamar terketuk.

"Ari, ini aku." terdengar suara Rita dari balik pintu. "Aku hanya ingin minta maaf. Seharusnya aku memberitahumu tadi pagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun