Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Menunggu Hujan Reda

25 Juni 2022   21:38 Diperbarui: 25 Juni 2022   21:47 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[Yah, Bunda sudah sampai di tempat biasa] ; Ranum

Keren terbelalak saat membaca pesan masuk ponsel adiknya milik Daffa tertinggal di meja dapur. Sekolah masih SMP kelas tiga sudah menjalin hubungan dengan panggilan sayang ayah dan bunda. 

Daffa menampilkan deretan gigi putih saat berpapasan dengan Keren lalu gugup meraih gadget.

Daffa menggulum senyum membalas pesan dari kekasihnya. Keren mengekor sedari tadi. 

Tiga gadis remaja duduk dalam sepeda kayuh berhenti di pertigaan gang. Keren menebak salah satu gadis tersebut merupakan kekasih Daffa.

"Mbak Keren Daffa pacaran tuh." Seorang anak kecil yang usianya di bawah sepuluh tahun mengadu.

Keren pernah remaja, Keren takut adiknya salah pergaulan. Daffa yang tampak malu-malu hanya berhenti dalam jarak satu meter kembali menengok ke belakang. Kedua mata Keren dan Daffa saling bertemu, Kakaknya memberikan teguran lewat tatapan tajam

Daffa duduk dengan santainya. Keren memberitahu kepada Ayahnya, Pak Babin.

Namun hanya ditanggapi, "Mereka itu teman sekelas, Daffa."

Langit biru kini diselimuti awan hitam dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Akan tetapi, Daffa enggan beranjak dari sana. Keren hendak memanggilnya. 

Anak remaja yang akan beranjak dewasa baru mengenal cinta. Lebih susah dinasehati. Mereka semau sendiri. 

Pemikiran Daffa momen inilah yang dinamakan perjuangan cinta, ia diguyur hujan. Rambut mulai basah dia memilih berteduh.

Saat Keren tak tampak batang hidungnya, Daffa menemui Ranum. Ranum turun dari boncengan sepeda Aput, kedua temannya mengayuh sepedanya menjauh. Dengan begitu mereka berdua bisa lebih leluasa bertukar hati.

"Num, nanti malam aku mau berangkat ke Jakarta sama ibu dan Nia. Selama lebaran mungkin agak lama pulangnya."

"Kenapa baru bilang? Terus kalau aku kangen gimana?"

"Bisa ngabarin lewat hp. Telepon, lewat pesan kan bisa."

"Yah, eh.. Daf. Dadakan banget sih bilangnya." 

Ranum merajuk. Ranum tampak kecewa saat bertemu tak ada panggilan sayang seperti obrolan Mereka dalam chat pribadi.

Dalam hening terdengar rintik hujan yang semakin deras. Membuat suasana hati mereka sedikit berkecamuk. Daffa dan Ranum berteduh lama di atas atap rumah yang sudah lama tidak ditempati. Dan, setelah kejadian itu. Ranum jarang lewat di depan rumahnya lagi.

...

Tok..tok..

"Paket!!"

Bu Tantri menerima paket atas namanya. Setahu Keren ibunya tak bisa memainkan ponsel mana ngerti memesan paket dalam aplikasi.

Kerjaan Nia atau Daffa, Bu Tantri memberi uang jalan dan harga paket COD yang ternyata berisi gelang couple. 

"Nia, ini paket kamu atau Daffa?" 

Nia menggeleng Bu Tantri mencari Daffa untuk ditanya. Daffa yang tengah berbaring di atas ranjang menunggu paketnya datang. Dia menebak paketnya tentu akan dibayarkan oleh sang ibu.

"Daffa, lain kali kalau beli apa-apa itu ijin dulu sama Mamah. Coba Mamah lihat itu apa?"

Daffa tidak mau mengatakannya, hanya Keren yang sempat membaca keterangan di atas paket jika paket tersebut berisi gelang. Bu Tantri terbilang ketinggalan jaman dalam alat komunikasi.

"Makasih, Mah. Sudah dibayarin paketnya. Mah, Daffa main dulu yah."

"Mau ke mana, Nak?"

Daffa tak mengatakan apapun. Gelang itu akan diberikan kepada Ranum. Mereka bertemu di lapangan dekat rumah gadis itu.

"Ini hadiah ulang tahunmu, maaf baru sempat ngasih sekarang."

"Makasih, Daf."

"Coba buka sekarang pakai ini," Daffa sudah membawa gunting dari rumah. 

Ranum membuka perlahan paket itu dibantu oleh Daffa. Wajahnya sumringah saat tahu isinya sebuah gelang yang sama.

"Gimana? bagus kan, Num."

"Iyah, makasih ya. Yah."

"Eizz, jangan pangil Ayah, Num! Malu kalau ada yang denger."

"Tapi, kan cuma ada kita berdua."

"Rumahmu deket sini nanti ada yang kenal, bisa-bisa ketahuan sama bapakmu."

"Ih, Ayah penakut. Bapak Ranum itu baik tapi_"

"Tapi galak kan," potong Daffa.

"Nggak galak, Yah. Cuma tegas saja. Makanya Ayah kalau main ke rumah jangan ketemunya di jalan terus."

"Dibilangin jangan manggil Ayah, Num."

"Iyah, Daf."

"Nah, gitu."

....

Menjelang pukul 10.00 pagi, sebuah paket yang sama kembali diantar. Bu Tantri naik pitam, jelas tak mau tahu urusan paket yang singgah kedua kali ke rumahnya. Sekarang beliau enggan tanda tangan dan membayar paket yang terbilang murah hanya dibawah lima puluh ribuan. 

Pengantar paket masih saja menunggu kepastian dari pemesan.

"Nia, Daffa mana?"

"Itu lagi baringan," Nia menunjuk ke arah Daffa.

"Daffa pesen paket lagi, hah?! Mamah kan sudah bilang kalau pesan paket ijin dulu sama Mamah!"

"Nggak, Mah. Daffa nggak pesen paket lagi." Daffa berkilah dia takut mamahnya semakin marah.

"Terus siapa lagi yang pesen paket atas nama Mamah?"

Nia menggeleng, "Mamah kan tahu kalau Nia pesan paket pasti ijin dulu sama Mamah."

Bu Tantri menemui Keren di kamarnya.

"Ren, Keren. Itu paket kamu di depan?"

"Paket? Paket yang mana, Mah?"

"Nggak tahu itu paket belum dibayar tapi atas nama Mamah. Kamu pesan paket atau nggak?"

"Keren nggak pesen paket. Coba Keren temui kurirnya dulu," Keren menuju Kurir membaca isi paket, "gelang lagi. Ini mah punya Daffa."

Pengantar paket masih menunggu di teras rumah. Keren memberitahu pada Bu Tantri isi paketnya gelang yang sama seperti kemarin. 

"Daffa nggak ngaku itu paketnya, Ren. Coba Ibu tanya lagi."

Bu Tantri kembali ke kamar Daffa. 

"Mamah nggak suka anak Mamah mulai suka bohong. Sekarang jawab apa itu paket kamu, Daffa!"

Hening.

"Daffa, Mamah tanya sekali lagi apa itu paket kamu?!"

Bu Tantri menaikkan volume suaranya. Daffa anak laki-laki satu-satunya sudah mulai susah diatur.

Daffa enggan mendengar kelakar sang ibu. Ia meninggalkan Bu Tantri yang hendak memberi hukuman padanya. Lari tunggang-langgang mencari tempat persembunyian.

Meskipun menahan lapar. Dia bersikeras akan pulang jika suasana rumah kembali tenang. Dia enggan mendengar kelakar sang ibu yang menusuk telinga.

Daffa dengan Toni memilih duduk di pos ronda. Menonton televisi acara kartun Spongebob. Ternyata persembunyian Daffa diketahui oleh sang ibu.

"Daffa, pulang!"

Daffa menunduk takut jika sampai bertatapan dengan bola mata Bu Tantri yang sedang menahan emosi. 

Bu Tantri menyuruh anaknya pulang untuk makan siang. Sang ibu sudah menyediakan sepiring nasi goreng untuknya. 

"Mamah sudah tahu semuanya. Mamah nggak suka kamu pacaran sama anaknya Pak Hans. Siapa itu namanya? Ranum. Daffa selesaikan dulu Sekolah kamu sampai kuliah. Kerja baru mikirin buat masa depan kamu."

"Kak Keren kan yang bilang begitu sama Mamah."

"Nggak perlu tanya dari mana Mamah tahu. Pokoknya Daffa harus nurut Mamah kalau enggak hp kamu Mamah sita."

"Mah, ya nggak gitu caranya. Terus gimana Daffa daftar Sekolah SMA. Sekarang daftarnya lewat hp Mah."

"Mamah yang minta Kak Keren daftarin Sekolah ke SMA smanda. Mumpung temannya Kak Keren itu jadi guru di sana. Jadi gampang mantau kamu."

"Mamah!" Daffa tak terima dengan keputusan Bu Tantri. Ia sampai menendang keras pintu kamar mandi.

....

Daffa mengingat kembali saat hujan turun ia menunggu hujan reda berdua saja dengan Ranum. Andaikan dia saat hari itu Kak Keren tidak mempergokinya. Mungkin mereka akan menuangkan rindu dengan saling berpelukan tanpa terganggu oleh siapapun.

Ia mencoret lembaran kertas kosong sempat membayangkan wajah Ranum yang tengah tersenyum lebar. Daffa berharap Ranum mau membalas pesan terakhirnya.

"Woy, ngelamun terus!"

"Apaan sih, Bro."

Suara Bejo teman sekelasnya membuat Daffa kembali ke dunia nyata. Di dalam kelas satu SMA. Ajaran baru mulai menanti Daffa berusaha melupakan kekasihnya untuk mencari pengganti Ranum. Hubungan menggantung repot dipertahankan. Ia ingin mencari pengganti yang wajahnya lebih cantik dan juga pintar dari Ranum. 

"Bro, lu udah tahu belum katanya nih ada murid baru di kelas ini. Pindahan dari Jakarta wajahnya cantik, pinter lagi." Ucap Bejo antusias.

"Serius, Lu. Bro, Lu nggak lagi ngibulin gue kan. Bro."

"Nggak lah."

Pak Kirman guru wali kelasnya tumben masuk ke kelas sebelum mata pelajaran pertama dimulai. 

"Anak-anak maaf Pak Budi tidak bisa hadir karena ada kepentingan di luar mata pelajaran. Oleh karena itu, kalian harus mengerjakan tugas matematika hari ini. Oh, ya. bapak juga akan memperkenalkan teman baru kalian. Sebentar," Pak Kirman memanggil murid baru untuk masuk memperkenalkan diri.

Gadis remaja dengan seragam abu-abu bertengger di pintu masuk membuat mata seluruh murid ternganga. Wajah putih, hidung mancung dengan gincu merah muda di bibir mungil gadis itu. Aura kecantikan bak artis luar negeri. 

Daffa diam-diam memperhatikan tanpa kedip. 

"Nama saya Putri Salsa pindahan dari Jakarta. Makasih," ucapnya sembari tersenyum.

Pak Kirman menyuruhnya duduk. Ternyata Daffa sudah menyediakan bangku kosong tepat di depannya. Haris mengalah duduk di belakang karena takut dengan ancaman Daffa-- takut akan bullyan-nya.

Daffa bisa mencium harum minyak wangi yang menjarah ke seluruh ruangan. Dadanya bergemuruh, Putri yang sibuk mengerjakan tugas dijahili Daffa. Ia meniup-niup rambut panjangnya.

Putri Salsa kini menengok ke belakang. Daffa mengajak berteman.

"Hai, Putri. Mau berteman denganku. Namaku Daffa."

Gadis itu hanya tersenyum menanggapinya dan kembali dengan kesibukan semula-- mengerjakan tugas matematika.

Daffa menuliskan sesuatu kepada Putri lewat selembar kertas yang diremas-remas kemudian jatuh di atas meja gadis itu. 

"Pak!" 

"Kenapa Putri?" 

"Saya boleh bertukar bangku lain," pinta Putri kepada Pak Kirman.

"Ya, kamu ingin duduk di mana."

Putri menunjuk bangku sebelah kiri Daffa bangku kosong bersama Haris. Melihat itu Daffa menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

…

Butuh waktu selama dua bulan untuk bisa dekat dengan Putri. Daffa selalu saja cari perhatian agar gadis itu menanggapi keberadaannya. 

Hingga pada saat pelajaran olahraga, Daffa tengah bermain basket lemparan dari kawannya hampir mengenai wajah Putri. Daffa secara cekatan mengambil alih bola.

"Makasih, Daff."

Ucapan terimakasih meluluhkan hatinya. Putri membuka pintu pertemanan. 

"Besok belajar bareng mau nggak," Daffa yang biasanya malas belajar demi dekat dengan Putri jadi lebih giat.

"Boleh, mau di mana?"

"Di rumah kamu."

"Jangan!" 

"Kalau di rumahku," tawar Daffa.

Putri menggeleng.

"Ya, sudah terserah kamu mau belajar di mana."

"Perpustakaan Pusat Kota."

"Oke. Besok hari minggu yah jam 10 atau mau kujemput."

Putri tertawa, " Memang kamu tahu rumahku."

"Nggak sih. Em, biar tahu pulang bareng mau nggak."

"Aku dijemput. Buat besok kamu langsung ke perpustakaan nanti aku ke situ."

"Siap, Komandan!"

Daffa memberi hormat membuat tawa Putri semakin renyah untuk didengar. 

….

Lima menit sebelum pukul sepuluh pagi Daffa sudah tiba di sana. Dengan memakai celana jeans diatas lutut dan kaos destro dibelikan mamahnya seminggu lalu. Daffa ingin penampilannya membuat daya tarik untuk Putri es balok mencair.

Perpustakaan Kota yang pagarnya terbuat dari kaca tampak pengunjungnya dapat dihitung dengan jari. Rak buku tertata rapi, setiap rak selalu ada keterangan buku di atasnya. Novel-- Buku Panduan Memasak-- Mapel SD, SMP, SMA dipisahkan sendiri-sendiri. Agar para pengunjung lebih mudah mencari bahan bacaan.

"Daf-fa!"

Daffa mencari suara yang memanggil namanya. Di situlah cowok remaja itu hampir tersengat listrik. 

'Bagaimana bisa Putri bersama Ranum?' pikir Daffa dari dalam hati. 

"Daf, sorry yah lama buat kamu nunggu. Aku ke sini bareng adik tiri-ku namanya Ranum."

Ranum memaksakan untuk tersenyum sedangkan Daffa canggung dan mengalihkan pandangannya. 

Daffa merasa Ranum masih memiliki perasaan kepadanya. Sudah setahun lamanya melupakan gadis itu tak menyangka hari ini Tuhan mempertemukan mereka kembali. Dengan cara perjumpaan seperti ini. 

Di saat Daffa mulai jatuh cinta lagi dengan wanita yang rupanya saudara tirinya. 

Putri tak pernah cerita hal pribadi menyangkut orang tuanya yang menikah lagi.

Putri meraih tangan Daffa yang masih saja duduk bersandar. Membawanya masuk dan Ranum berjalan mundur lalu berujar, "Put, kayaknya perutku mulas aku ke toilet dulu ya."

"Oh, ya Num. Jangan lama-lama yah! Aku sama Daffa masuk duluan."

Daffa yakin Ranum ingin menghindar. Air mata gadis itu tumpah, Ranum memaki mantannya yang tak pernah memutus hubungan. Sembunyi dalam toilet lebih baik daripada melihat kemesraan mereka.

"Kenapa, Daf? Kamu hadir lagi dalam kehidupan aku!"

***

TAMAT

Pemalang, 25 Juni 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun