#4 Seonggok Tanya tentang Cinta
Kali ini keadaan bingung yang banyak mendominasi ben. Kebingungan yang semakin dalam dan bertambah bingung saat begitu banyak situasi, yang entah mengapa mengepung Ben dari bingung yang satu ke bingung yang lain, hingga menjadi tumpukan-tumpukan bingung yang terus menggunung tanpa ujung.
“Sa tak pernah menikah dengan Yang, Ben...” ucap Sa pelan, yang justru terdengar seperti ledakan jutaan nuklir di telinga Ben.
Bagaimana mungkin? Bukankah waktu itu Ben sendiri yang menjadi penghulunya? Atau... apakah semuanya tidak benar-benar terjadi, melainkan hanya sebuah rangkaian panjang memori yang meminjam asa menghendak nyata, yang akhirnya hanya mampu menjelma kejadian semu, dalam ruang kepala Ben yang terlalu liar akan mimpi? Atau... ah, alangkah membingungkannya keadaan ini!
Seperti orang linglung Ben menengok ke arah Ci, berharap dari makhluk lembut ini Ben dapat mendengar kenyataan yang lebih ramah dan mendekati akal sehat.
Tapi Ci menjawab tanpa jawaban. Bukan karena pertanyaan Ben yang terlontar tanpa pertanyaan, melainkan memang lazimnya semua kosong harus menjelma hening. Yang sunyi, atau barangkali juga suci seperti yang biasa diucap oleh para sufi.
“Mengapa...?”
Hanya itu kata yang berhasil Ben rupa. Entah ditujukan kepada siapa. Sebab sejatinya tak semua tanya mesti berakhir dengan jawaban atau tujuan.
***
“Bukankah kalian saling mencintai, Sa?” Ben bertanya agak keras. Mungkin karena masih menganggap semua yang terjadi waktu itu adalah kenyataan.