Senin yang basah. Di kamarku kau terisak.
“Maafkan aku… aku tak dapat berbuat lebih baik. Aku… aku… entahlah. Satu sisi aku terus digeluti rasa bersalah. Tapi di sisi yang lain… aku tak tahu…” kalimatmu terputus. Ada simponi kesedihan yang terangkai dari hidungmu. Satu-satu, seperti mencoba mengeja duka.
“Aku tahu semua memang salahku. Aku yang telah membuatmu begini. Aku yang masih men…”
“Tapi tak harus seperti ini kejadiannya…!” tukasku sedikit emosi.
“Kau tak pernah memberiku pilihan. Begitu juga cintamu.”