Lalu kami tertawa bersama, bahagia. Membayangkan betapa molek buah hati kami nanti. Betapa tampan dan atau cantiknya sosok mungil itu kelak, sosok perpaduan cinta kami.
Dan kau berkata, menutup semua pembicaraan indah kita, “Dan aku, sangat berhasrat untuk melahirkan anak-anakmu… dari rahimku sendiri. Anak-anak kita! Anak-anak dengan sorot mata yang teduh pembalut ketajaman hati, seperti milikmu…” lalu kau tersenyum panjang. Bahagia.
Refleks tanganku merengkuhmu, membaluri sekujur tubuhmu dengan jutaan kehangatan. Kubenamkan kepalamu ke dalam dadaku. Kuusap dan kukecup lembut, mesra. Lalu kami sama-sama terdiam, hanyut dalam keindahan.
Tapi semua tiba-tiba berubah. Tiba-tiba saja kau menangis. (Apakah wanita memang hanya terbuat dari air mata?) Dan kata-katamu selanjutnya membuatku terpana. Diam, dalam bingung dan ketidak pastian. Lalu semua kembali menghitam. Gelap. Kabut yang semakin pekat.
***
Dengan apa lagi harus kunyatakan cinta?