Stereotip yang ada dalam masyarakat tentang ras, gender, agama, atau orientasi seksual dapat dibawa ke tempat kerja, menghasilkan sikap diskriminatif. Ketika karyawan dibebani oleh stereotip negatif, mereka sering kali menjadi target perundungan yang didasarkan pada asumsi atau generalisasi yang salah tentang kelompok mereka. Contoh: Seorang karyawan yang beragama tertentu mungkin menjadi sasaran ejekan atau lelucon yang merendahkan, berdasarkan anggapan bahwa keyakinan mereka membuat mereka "berbeda" atau "aneh."
d. Membuat Karyawan Merasa Rentan
Karyawan yang menghadapi diskriminasi karena identitas mereka sering kali merasa lebih rentan dan kurang berdaya. Ketika mereka sudah merasa tertekan dan terasing, perundungan dari rekan kerja lainnya dapat memperburuk perasaan tersebut, membuat mereka merasa semakin terisolasi dan tidak memiliki dukungan. Rasa takut dan kerentanan ini bisa mendorong siklus perundungan yang terus berlanjut. Contoh: Seorang karyawan transgender yang mengalami diskriminasi mungkin merasa tidak memiliki tempat untuk berkeluh kesah, sehingga ketika mereka menjadi sasaran perundungan, mereka merasa tidak berdaya untuk melawan.
e. Menghancurkan Rasa Percaya Diri
Diskriminasi dapat menghancurkan rasa percaya diri individu, membuat mereka merasa tidak layak atau tidak kompeten. Ketika individu merasa rendah diri, mereka mungkin lebih rentan terhadap perilaku perundungan, baik secara verbal maupun emosional. Lingkungan yang merendahkan ini dapat memicu lebih banyak perundungan, baik dari individu yang merasa superior maupun dari rekan-rekan yang melihat bahwa individu tersebut adalah sasaran yang mudah. Contoh: Seorang karyawan yang sering diejek karena penampilan atau budaya mereka mungkin mulai meragukan kemampuan mereka, dan ini dapat menarik perilaku perundungan lebih lanjut.
f. Pengabaian oleh Manajemen
Jika manajemen tidak menanggapi atau menangani tindakan diskriminatif dengan serius, ini dapat menciptakan budaya di mana perilaku perundungan dianggap dapat diterima. Karyawan yang melihat bahwa diskriminasi dan perundungan tidak ditangani dengan baik mungkin merasa didorong untuk melanjutkan perilaku tersebut, karena mereka percaya tidak akan ada konsekuensi bagi mereka. Contoh: Ketika manajemen mengabaikan keluhan tentang diskriminasi atau perundungan, karyawan mungkin merasa bahwa perilaku tersebut dibenarkan dan melanjutkan tindakan tersebut tanpa rasa takut.
g. Mendorong Polaritas dalam Tim
Diskriminasi dapat menciptakan pembagian di antara anggota tim, dengan kelompok-kelompok tertentu merasa terpisah dari yang lain. Ketika ada pembagian ini, rekan kerja cenderung merasa lebih nyaman untuk melakukan perundungan terhadap anggota kelompok lain yang berbeda dari mereka. Hal ini dapat memperburuk ketegangan di tempat kerja dan menciptakan lingkungan yang semakin toksik. Contoh: Dalam tim yang terpolarisasi, anggota kelompok dominan mungkin merasa terhakimi untuk merundung anggota kelompok minoritas dengan cara yang tidak adil.
h. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan
Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang isu-isu diskriminasi dapat berkontribusi pada perundungan. Tanpa pemahaman yang memadai tentang dampak dari diskriminasi dan pentingnya keberagaman, karyawan mungkin tidak menyadari perilaku mereka yang menyakitkan atau merendahkan. Kurangnya pendidikan ini dapat memperkuat perilaku diskriminatif dan perundungan. Contoh: Karyawan yang tidak pernah diajarkan tentang keberagaman dan inklusi mungkin tidak menyadari bahwa komentar atau tindakan mereka menyakiti rekan kerja dari latar belakang yang berbeda.