Tak lama kemudian, pesan balasan dari Aruna pun masuk. "Saya bisa membantu, tapi dengan biaya," tulisnya.
Senja dan Bara saling pandang. Mereka sama-sama tahu, mereka tidak punya banyak uang. Gaji Senja sebagai jurnalis pas-pasan, sedangkan Bara hanya mengandalkan donasi dari para aktivis yang mendukung gerakannya.
"Berapa biayanya?" tanya Senja dengan suara lirih.
Aruna membalas, "Lima juta rupiah."
Senja terkesiap. Jumlah itu di luar kemampuan mereka.
"Bagaimana?" Bara menatap Senja dengan tatapan penuh harap.
Senja menggigit bibirnya, menimbang-nimbang. Dia tahu, ini kesempatan mereka untuk bangkit dari kekalahan.
"Kita patungan," akhirnya Senja berkata mantap. "Saya bisa meminjam uang dari teman, kamu bisa minta donasi dari rekan-rekan aktivismu."
Bara tersenyum lega. "Oke, deal! Kita lawan mereka bersama-sama."
Senja dan Bara pun bahu-membahu mengumpulkan uang. Senja berhasil meminjam dari teman dekatnya, sedangkan Bara menghubungi para aktivis yang selama ini mendukung perjuangannya. Setelah beberapa jam yang menegangkan, mereka berhasil mengumpulkan uang yang cukup. Senja segera mengirimkan pembayaran ke Aruna, berharap sang mantan peretas itu bisa segera memulihkan data mereka. Sementara menunggu kabar dari Aruna, Senja dan Bara memutuskan untuk berhati-hati. Mereka tahu, Bagas pasti akan semakin waspada setelah mengetahui mereka bekerja sama.
"Kita harus berpindah tempat," kata Bara. "Apartemen saya terlalu mudah dilacak."