Linda mengangguk berkali-kali. "Iya, Yah. Ayah tenang saja. Ibu akan jaga Karin."
Hari-hari berlanjut. Linda terus berjualan nasi pecel, di sela-sela waktunya ia belajar tentang kesehatan mental dan cara merawat orang dengan gangguan jiwa. Ia tak ingin suaminya kembali kambuh.
Suatu hari, saat Linda sedang berjualan, ia didatangi Anton. Anton tampak lebih tua dan kurus dari terakhir kali mereka bertemu.
"Bu Linda," sapanya dengan suara lirih. "Maafkan saya atas semua yang terjadi. Saya baru tahu kondisi Pak Bagus dan... saya ingin membantu."
Linda terdiam, ia tak yakin dengan perkataan Anton. Namun, melihat raut penyesalan di wajah Anton, ia luluh. Ia menceritakan perjuangannya selama ini, dan Anton mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Saya tahu saya tidak bisa mengembalikan semuanya, Bu," kata Anton kemudian. "Tapi, izinkan saya membantu biaya pengobatan Pak Bagus."
Linda tertegun. Ia tak menyangka Anton akan menawarkan bantuan. Setelah menimbang sejenak, Linda akhirnya menerima tawaran tersebut. Ia sadar, ia tak bisa selamanya berjuang sendirian.
Bantuan Anton sedikit meringankan beban Linda. Perlahan, kondisi Bagus semakin membaik. Ia mulai bisa diajak bicara dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Meski jalan masih panjang, Linda tak lagi merasa sendirian. Ia bersyukur atas kehadiran Anton dan bertekad untuk terus berjuang demi kesembuhan Bagus dan masa depan keluarganya.
Mimpi buruk akibat ambisi kekuasaan memang telah menghancurkan segalanya. Namun, di tengah puing-puing kehancuran tersebut, masih ada harapan untuk bangkit dan membangun kembali kehidupan yang lebih baik.
Bab 5: Rumah Tanpa Tembok