Suatu sore, saat Linda menjenguk Bagus, ia mendapati suaminya tengah duduk termenung di taman rumah sakit. Wajahnya tampak lebih tenang dibanding saat pertama kali ia masuk ke rumah sakit.
"Ayah," panggil Linda lirih.
Bagus menoleh, matanya menatap Linda dengan tatapan kosong. Butuh beberapa saat hingga akhirnya ia mengenali istrinya.
"Bu... Linda?" gumam Bagus, suaranya parau.
Linda berlutut di hadapan Bagus, air matanya mengalir tak tertahan. "Iya, Yah. Ini saya, Linda."
Bagus terdiam sejenak, kemudian mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Linda erat. "Maafkan Ayah, Bu," ucapnya lirih. "Ayah telah menghancurkan semuanya."
Linda tak kuasa berkata-kata. Ia hanya bisa menangis, air matanya bercampur antara sedih dan haru. Akhirnya, Bagus menyadari kesalahannya.
"Karin... bagaimana Karin?" tanya Bagus lagi, suaranya bergetar.
"Karin baik-baik saja, Yah," jawab Linda. "Dia bekerja paruh waktu sambil kuliah. Dia rindu Ayah."
Bagus tertunduk lesu. Rasa sesal kembali menggerogotinya. Ia telah menyakiti orang-orang yang dicintainya demi ambisi yang berujung kehancuran.
"Janji, Bu," bisik Bagus, suaranya bergetar. "Janji jaga Karin baik-baik. Ayah tidak mau dia seperti Ayah... gagal."