Mohon tunggu...
agusprasetyo
agusprasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa pascasarjana unma banten

.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Teori Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

22 Januari 2025   17:39 Diperbarui: 22 Januari 2025   17:39 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lebih jauh lagi, teori hukum kritikal juga mengkritisi ide-ide yang dianggap sebagai "kebenaran" dalam hukum. Dalam hal ini, teori ini berusaha untuk membongkar asumsi-asumsi yang mendasari hukum positif yang sering kali dianggap netral dan objektif. Misalnya, dalam kasus diskriminasi terhadap perempuan dalam hukum waris, teori hukum kritikal menyoroti bagaimana norma-norma budaya dan patriarki dapat mempengaruhi penerapan hukum waris yang seharusnya adil. 

Dengan demikian, teori hukum kritikal memberikan perspektif yang penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Melalui analisis yang mendalam terhadap struktur kekuasaan dan dampak sosial dari hukum, teori ini dapat membantu pembuat kebijakan untuk merumuskan hukum yang lebih adil dan inklusif. Dalam konteks ini, penting bagi para pembuat undang-undang untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek legalitas, tetapi juga implikasi sosial dari setiap kebijakan yang diambil. 

Peran Teori Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 

Teori Hukum Positif 

Prinsip-Prinsip Utama 

Teori hukum positif merupakan salah satu pendekatan penting dalam memahami dan menerapkan hukum dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan. Secara umum, teori ini menekankan bahwa hukum adalah seperangkat norma yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang dan diakui oleh masyarakat. Salah satu prinsip utama dari teori hukum positif adalah bahwa hukum bersifat objektif dan terpisah dari moralitas. Hal ini berarti bahwa suatu peraturan hukum dapat dianggap sah meskipun tidak sejalan dengan nilai-nilai moral atau etika tertentu yang dianut oleh masyarakat.[14] 

Prinsip kedua adalah bahwa hukum harus dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat. Dalam konteks ini, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus jelas, konsisten, dan mudah diinterpretasikan agar masyarakat dapat mematuhi dan menjalankannya. Hal ini juga mencakup pentingnya publikasi peraturan hukum yang memadai, sehingga masyarakat memiliki akses yang cukup untuk mengetahui dan memahami hukum yang berlaku.[15] 

Selanjutnya, teori hukum positif juga menekankan pentingnya sanksi sebagai elemen kunci dalam penegakan hukum. Setiap peraturan perundang-undangan harus dilengkapi dengan sanksi yang jelas bagi pelanggar, agar ada kepastian hukum dan efek jera bagi pihak-pihak yang tidak mematuhi hukum. Dalam konteks Indonesia, hal ini tercermin dalam berbagai undang-undang yang mengatur sanksi administratif, pidana, maupun perdata yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 

Prinsip keempat adalah bahwa hukum positif harus bersifat dinamis dan responsif terhadap perubahan masyarakat. Dalam konteks ini, pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia harus mampu mengakomodasi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi. Misalnya, dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan yang mengatur tentang transaksi elektronik dan perlindungan data pribadi (UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). 

Teori hukum positif juga menekankan pentingnya prosedur dalam pembentukan hukum. Proses legislasi yang transparan dan partisipatif menjadi kunci untuk memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan mencerminkan kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif di Indonesia memiliki peran penting dalam merumuskan dan mengesahkan undang-undang, termasuk melibatkan masyarakat dalam proses konsultasi publik. 

Salah satu contoh penerapan teori hukum positif dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini disusun dengan tujuan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan meningkatkan lapangan kerja. Dalam proses pembentukannya, pemerintah dan DPR menggunakan pendekatan hukum positif yang menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur legislasi yang telah ditetapkan, meskipun terdapat kritik dari berbagai kalangan masyarakat yang menilai bahwa undang-undang ini mengabaikan aspek perlindungan lingkungan dan hak-hak pekerja.[16] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun