Mohon tunggu...
Arung Wardhana Ellhafifie
Arung Wardhana Ellhafifie Mohon Tunggu... Sutradara film -

Buku Terbarunya Tubuh-Tubuh Tompang Tresna (dan 7 lakon lainnya); (bitread, 2017), Gidher (Ladang Pustaka, 2017), Gambir (bitread, 2017), kumpulan puisi tunggal ; Mancok (Pustaka Ranggon, 2018), Mampus (Pustaka Ranggon, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Drama

Marjinal

7 Februari 2016   19:31 Diperbarui: 7 Februari 2016   20:12 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya : Arung Wardhana Ellhafifie

Dekonstruksi dari RT NOl RW NOl Iwan Simatupang

 

1
PERTUNJUKAN DIBUKA DENGAN ADEGAN PERCINTAAN ANTARA LAKI-LAKI I & PEREMPUAN I. LAKI-LAKI I TERLIHAT TAK MENIKMATI PERMAINAN ITU KARENA PEREMPUAN I TAMPAK TERGESA-GESA MELAYANI KEKASIHNYA TERSEBUT, SEBAB DIA HARUS SEGERA DINAS SEBAGAI PELACUR. DI SISI LAIN, ADA PLANG YANG BERTULISKAN: TANAH INI TELAH DISITA KOMISI KELOMPOK KORUPTOR.

 

PEREMPUAN I         : Cepetan! Ayo cepetan, Mas!

 

LAKI-LAKI I TAMPAK BERBAHASA ISYARAT DAN BERUSAHA MEMAKSA BERBICARA, NAMUN PEREMPUAN I SEOLAH-OLAH MENGERTI APA YANG HENDAK DIBICARAKANNYA.

 

PEREMPUAN I         : Ya dinas, kalau tidak dinas kita tidak akan makan. Makanya cepetan!

 

SEKETIKA LAK-LAKI I KELUAR DARI BALIK RUMAH BEDENG YANG HANYA TERTUTUP DENGAN KAIN DI BALIK PINTU. DIA TAMPAK KESAL DENGAN SIKAP PEREMPUAN I YANG LEBIH MEMENTINGKAN PELANGGANNYA KETIMBANG KEKASIHNYA SENDIRI.

 

PEREMPUAN I         : Mau ngambek? (JEDA) Sudah tak zaman ngambek-ngambekan.

LAKI-LAKI I : (BERBAHASA ISYARAT MENUNJUKKAN KEKECEWAANNYA)

PEREMPUAN I         : Ya, aku mengerti. Kau itu pacarku, mereka pelangganku.

LAKI-LAKI I : (BERBAHASA ISYARAT MENUNJUKKAN PROTES)

PEREMPUAN I         : Masalahnya kau tak bisa menghasilkan uang, kau mengerti tidak?

LAKI-LAKI I : (HANYA TERDIAM MENDENGARNYA)

PEREMPUAN I         : Kau itu pengangguran, zaman sekaran menganggur, sudah bukan zamannya.

LAKI-LAKI I : (HENDAK PROTES)

PEREMPUAN I         : (MEMOTONG) Masih ingat tidak ucapan mbakku? (JEDA) Ya kerja apa saja,  mencopet, menjambret, atau seperti Mat Halim, menjadi mucikari saja dan tangan kanannya seorang tuan besar. (JEDA) Dipikir-pikir, ada benarnya apa yang dikatakan mbakku.

 

LAKI-LAKI I KAGET MENDENGARNYA, SEKETIKA HALILINTAR MENYAMBAR, TAK LAMA KEMUDIAN HUJAN TURUN. PEREMPUAN I MENELEPON SEMBARI BERTEDUH DI BALIK ATAP RUMAH BEDENGNYA.

 

2

PEREMPUAN I         : (MENELEPON) Di mana, Kak? (JEDA) Cepetan!

LAKI-LAKI I             : (BERBAHASA ISYARAT MENUNJUKKAN KALAU HUJAN TURUN)

PEREMPUAN I         : Memangnya hujan menghasilkan uang?

LAKI-LAKI  I            : (MENUNJUKKAN KEKESALANNYA)

PEREMPUAN I         : Sudah tunggu saja di kamar, nanti kalau aku sudah pulang, bermain lagi.

 

PEREMPUAN II MUNCUL DARI BALIK RUMAH BEDENG LAINNYA YANG AGAK JAUH DAUH DARI RUMAH BEDENG PEREMPUAN I.

PEREMPUAN II       : Ada apa ribut-ribut dari tadi tidak selesai juga masalahnya?

PEREMPUAN I         : Ini  pacarku melarang aku dines, Mbak. Karena tadi kita lagi bermain.

 

3

PEREMPUAN II       : Jangan seperti anak kecil, kau itu seharusnya bersyukur.

PEREMPUAN I         : Dengarkan kalau mbakku bicara.

PEREMPUAN II       : Seharusnya kau berterima kasih kepada kita.

PEREMPUAN I         : itu benar.

PEREMPUAN II       : Kau itu sebagai pacarnya tak punya tanggung jawab.

PEREMPUAN I         : Setuju.

PEREMPUAN II       : Seharusnya kau itu mencari tempat tinggal yang layak.

PEREMPUAN I         : Setuju.

PEREMPUAN II       : Bukan ikut-ikutan menjadi gembel seperti ini.

PEREMPUAN I         : Setuju.

PEREMPUAN II       : Seharusnya kau itu mencari  uang yang banyak biar bisa beli rumah.

PEREMPUAN I         : Setuju.

PEREMPUAN II       : Seharusnya kau itu banting tulang, malah mengikuti aku di sini.

PEREMPUAN I         : Setuju.

 

LAKI-LAKI I YANG SEDARI TADI HENDAK MEMBELA, NAMUN PEREMPUAN II SELALU SAJA MEMOTONG TERLEBIH DULU, SEKETIKA PEREMPUAN II MENUNJUK PADA PEREMPUAN I, ADIKNYA.

 

PEREMPUAN II       : (MEMBENTAK) Kau bisa diam tidak?

PEREMPUAN I         : Ya, Mbak.

 

PEREMPUAN II KEMBALI MEMARAHI LAKI-LAKI I YANG SEMAKIN TAK DIBERI KESEMPATAN MEMBELA SEDETIKPUN.

 

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN CEREWET) Kau itu sudah untung dibawa ke sini.

PEREMPUAN I         : Sudah ayo, Mbak! Berangkat saja.

PEREMPUAN II       : Mat Halim belum datang. (KE LAKI-LAKI I) Ingat kau itu hidup karena belas kasihan kita.

 

4

LAKI-LAKI I SEMAKIN TAK TERIMA DENGAN TUUDUHAN PEREMPUAN II. LAKI-LAKI I MENUNJUKKAN KEKESALANNYA, DIA SEPERTI MAU BERBICARA DENGAN BAHASA ISYARAT YANG SANGAT MENUNJUKKAN BAHWA DIRINYA SANGAT PROTES KERAS.

 

PEREMPUAN II       : Apa? Kau mau protes? Tak terima aku bilang kau itu hidup karena belas kasihan?

 

LAKI-LAKI I SEMAKIN MENUNJUKKAN PROTESNYA DENGAN MEMAKSAKAN DIRI BERBICARA DAN SANGAT TERLIHAT TAK JELAS APA YANG DIBICARAKANNYA, HANYA KEDUA PEREMPUAN ITU YANG CUKUP MENGERTI BAHASANYA.

 

PEREMPUAN II       : (MARAH) Masih ingat tidak kenapa adikku mau menjadi pacarmu? Karena dia kasihan kepadamu. Adikku cantik, normal, sementara kau, (JEDA) tak punya kerjaan, luntang-lantung. Dia menerima kalau kau karena memang sepertinya kau seorang yang baik. Sebagai teman curhat, adikku menerima kau apa apa adanya, karena pasti kau itu tak bisa berbuat banyak, kau pasti tak bakalan  menghianatinya, menyakitinya, dipikir kau itu berbeda dengan laki-laki lain, (JEDA) yang banyak membohongi. Sekarang kau itu tunjukkan keseriusanmu kalau mau menikahinya. Aku sudah lelah dua tahun menjadi gelandangan, tinggal di rumah bedeng, lalu dibredel, trus tinggal di bantaran kali, lalu diusir lagi tanpa solusi, terus menepi di sini, (JEDA)  lihat itu, ini tanah terlarang, kau itu tahu kalau ini semua berkat kebaikan Mat Halim yang berteman dengan seorang tuan besar di sini, jadi kita bias tinggal di sini. Ketimbang mau ngekos, atau ngontrak, setiap hari razia, bukannya mendapatkan uang, malah buntung. (JEDA) Harusnya kita bersyukur Tuhan sudah mengenalkan kita kepada Mat Halim. Mat Halim lebih baik ketimbang kau, meskipun baru enam bulan kenal, dia sudah menunjukkan rasa pedulinya. Ketimbang kau sudah hampir setahun lebih kenal dengan  adikku, semakin lama kau semakin seperti  benalu saja. (JEDA) Bisanya bersenggama saja.

 

LAKI-LAKI I MENGAMUK MEMBUAT PEREMPUAN II SEMAKIN KALAP KARENA TAK TERIMA DENGAN KEMARAHAN KEKASIH ADIKNYA. PEREMPUAN I YANG HENDAK MEMISAHKAN KAKAKNYA, TERKENA AMUKAN DAN TERKAMANNYA. DAN TAK LAMA KEMUDIAN SEORANG ABAH MUNCUL DARI SISI LAIN BERUSAHA MEMISAHKAN KERIBUTAN PEREMPUAN II DENGAN LAKI-LAKI I.

 

5

SEORANG ABAH    : (MEMBENTAK) Ini ada apa ribut-ribut, tak enak kedengaran orang, jadi tontonan! Orang-orang yang mau ke Surabaya, atau baru melewati Suramadu, semuanya berhenti melihat kalian, (JEDA) lihat!

PEREMPUAN II       : Mending sekalian aku menikahkan adikku dengan abah yang jelas baik hati.

SEORANG ABAH    : (BINGUNG) Lho, Lho, ada masalah apa?

PEREMPUAN II       : Biasa, Bah. Pacarnya adikku melarang dinas karena saat itu mereka sedang bermain.

SEORANG ABAH    : Terus hubungannya dengan menikah bagaimana?

PEREMPUAN II       : Dia tak pernah serius mau menikahi adikku, buktinya sampai sekarang tak punya pekerjaan yang jelas. Aku tak pernah menuntut pekerjaannya, bahkan pembunuh bayaran sekalipun, aku sudi, karena ujung-ujungnya juga mendapatkan uang.

SEORANG ABAH    : Ya, sabar.

PEREMPUAN I        : Sudahlah  menikah dengan abah saja, biar beban adikku selesai, punya rumah yang jelas, punya identitas yang jelas, tak pindah sana-sini, karena para pejabat sudah mulai suka mengusir, tapi tak memberikan caranya seperti apa. (JEDA) Urusan cinta masalah nomer terakhir, cinta bisa di beli dengan uang. Lagi pula ini bukan kisah Romeo Juliet,  Laila Majnun, Madekur Tarkeni, Radit Jani. Ini kisah orang marjinal. Nikah saja dengan abah!

SEORANG ABAH    : Lho, lho, jangan dengan abah, aku ini sudah tua, sudah tak pantas punya isteri.

PEREMPUAN II       : Masih pantas saja abah, yang penting bertanggung jawab, abah seorang dermawan, meskipun kita melihat  abah tak begitu kaya.

SEORANG ABAH    : Aku hanya berbuat baik saja selama masih hidup, karena aku tak punya keluarga sama sekali.

PEREMPUAN II       : Justru itu, Bah, nikahilah adikku!

SEORANG ABAH    : Tidak, abah tak pantas  menerima kebahagiaan ini, usiaku hampir 75 tahun.

PEREMPUAN II       : Tidak, Bah! Aku rasa pantas, abah selalu banyak membantu selama kami di sini. Anggap saja ini rasa terima kasih kami.

SEORANG ABAHI  : (BERSIKERAS) Tidak, abah hanya menjalankan tugas sebagai manusia, sesama makhluk Tuhan.

PEREMPUAN II       : Biar aku lebih tenang, Bah. Aku  mohon!

SEORANG ABAH    : Gak, abah kan selalu bilang dari awal mulailah pelan-pelan berhenti dines.

PEREMPUAN II       : Ya, Bah. Tapi belum bisa.

SEORANG ABAH    : Abah tak memaksa, pelan-pelan.

PEREMPUAN II       : Justru aku seneng dengan kyai semacam abah.

SEORANG ABAH    : Abah bukan kyai, abah hanya rakyat jelata, abah juga bukan Nabi, juga bukan Tuhan.

PEREMPUAN II       : Abah seperti malaikat penyelamat kami, bahkan lebih dari pada Mat Halim.

SEORANG ABAH    : Mat Halim lebih baik dari pada abah.

PEREMPUAN II       : Tapi setidaknya abah lebih baik ketimbang pacarnya adikku.

 

LAKI-LAKI I MERASA KESAL KARENA DIBANDING-BANDINGKAN DENGAN ABAH YANG MEMANG DI MATANYA SANGAT BAIK HATI. DIA SEMAKIN TERLIHAT MEMAKSAKAN DIRI BERBICARA.

 

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN MARAH) Kalau memang tak mau di bandingkan dengan  siapapun, kerja cari uang!

PEREMPUAN I         : Sudahlah, Mbak. Jangan  mulai lagi, cukup!

PEREMPUAN II       : (KESAL) Tak usah kau membelanya, biar dia  tahu kalau hidupnya karena belas kasihan kita, padahal masih banyak orang kekurangan fisik sepertinya, banyak yang  hebat.

6

MAT HALIM MUNCUL MENJEMPUT, TAMPAK DIA MEMAKAI JAS HUJAN, LALU DIA LANGSUNG MENJULURKAN DUA JAS HUJAN PADA PEREMPUAN I. NAMUN PANDANGANNYA TAMPAK HERAN KARENA KEDUANYA BASAH KUYUP. BELUM SEMPAT BERTANYA PADA MEREKA, SEORANG ABAH TERLEBIH DULU BERBICARA.

 

SEORANG ABAH    : Kalau memang adikmu serius mau nikah, mending dengan Mat Halim saja.

MAT HALIM            : (BINGUNG) Maksudnya, Bah?

SEORANG ABAH    : Kau mau menikah dengannya tidak?

PEREMPUAN II       : Biar adikku lebih punya tempat yang  jelas, kau punya tempat yang jelas kan?

MAT HALIM            : Ya, meskipun hanya bilik, tapi memang tanahku hasil menabung dari tahun ke tahun.

SEORANG ABAH    : (SEDIKIT MENYINDIR) Ya makanya menikahlah dengannya, itupun kalau dia dengan pacarnya berkenan.

 

SEKETIKA LAKI-LAKI I  MENARIK KERAH SEORANG ABAH, MAT HALIM LANGSUNG MEMUKUL  LAKI-LAKI I. LAKI-LAKI I MEMBALAS, MAT HALIM  SEMAKIN BERNAFSU MEMUKULNYA, HINGGA BERGELUT DAN MEMENANGKAN PERGELUTAN.

 

MAT HALIM            : Kau jangan berbuat seenaknya pada abah, kalau kau tak ingin mati. Kalau kau berani menyakiti abah, kau akan selalu bermusuhan denganku. Itu artinya kau mau mati. (KE PEREMPUAN I & II) ayo, kita berangkat.

PEREMPUAN II       : Sebentar Mat, aku mau ngambi baju ganti terlebih dulu. (MENATAP PEREMPUAN I YANG MEMANDANG LAKI-LAKI I) Ayo cepetan, kau bawa baju ganti juga!

 

PEREMPUAN I BERGEGAS MASUK KE RUMAH BEDENGNYA, BEGITU JUGA PEREMPUAN II. SEMENTARA SEORANG ABAH BERUSAHA MEMBANTU LAKI-LAKI I BERDIRI, NAMUN LAKI-LAKI I ENGGAN DIBANTUNYA.  TAK LAMA KEMUDIAN, KEDUA PEREMPUAN ITU MUNCUL KEMBALI, LALU MEMAKAI JAS HUJAN, KEDUANYA BONCENGAN DI SEPEDA MOTOR MAT HALIM. MAT HALIM BESERTA KEDUA PEREMPUAN ITU KELUAR. ABAH JUGA KELUAR. HUJAN PELAN-PELAN MULAI REDA, SEKETIKA LAKI-LAKI I TERSENYUM KECIL, LALU TERTAWA BERBAHAK-BAHAK DAN KEMUDIAN BERSOLILOQUI.

 

LAKI-LAKI I            : Di zaman edan sekarang, semua pekerjaan haram menjadi halal, tapi aku lebih memilih jadi seperti ini, (JEDA) inilah sandiwara yang kumainkan selama ini. Menjadi kaum urban dan marjinal memang menyedihkan sekaligus membahagiakan, (JEDA) karena kita akan dikasihani, karena kita akan dicintai, dengan cara ini pula akan mendatangkan keprihatinan, kepedulian sesama, karena banyak orang gila popularitas, berlomba-lomba menanam kebaikan dengan banyak kepentingan. (JEDA) Mungkin untuk saat ini belum waktunya aku memegang kendali, biarkan abah si malaikait naif itu menjadi pemegang kendalinya, tapi suatu saat waktunya akan tiba buatku.

 

TAK LAMA KEMUDIAN MUNCUL LAKI-LAKI II BERSAMA PEREMPUAN III, KEKASIHNYA. LAKI-LAKI I KEMBALI MEMAINKAN PERAN PERTAMANYA.

 

7

LAKI-LAKI II           : Selamat malam, kami mau nyewa kamar.

PEREMPUAN III      : Maksud kami mau bermalam.

LAKI-LAKI II           : Kami dengar, katanya di tempat ini semacam rumah penginapan?

LAKI-LAKI I : (TERLIHAT BINGUNG)

 

ABAH MUNCUL MEMBAWA SEBUNGKUS MAKANAN DAN MINUMAN, YANG SEDARI KEJAUHAN SUDAH MENDENGAR PERCAKAPAN INI.

 

SEORANG ABAH    : Kami tak menerima kamar, apalagi buat bermalam, pasti kalian mau…...

LAKI-LAKI II           : Tidak, kami hanya mau kawin lari, karena orang tua kami gak setuju.

PEREMPUAN III     : Betul, Pak.

SEORANG ABAH    : Panggil abah saja, biar lebih santai dan gak kaku.

LAKI-LAKI II           : Kami datang dari Banyuwangi.

PEREMPUAN III     : Kami mohon bantuannya, selain itu kami kehabisan ongkos. Banyak penginapan di Surabaya, yang harganya cukup mahal, mungkin di sini bisa terjangkau.

LAKI-LAKI II           : Kami serius mau menikah, tapi orang tuanya tak mengizinkan, padahal kami punya niat baik, agar terhindar dari pergaulan seks bebas.

PEREMPUAN III     : Kami punya agama.

LAKI-LAKI II           : Dan kami tahu, kalau semua pezina juga punya agama.

PEREMPUAN III     : Kami juga tahu jarang sekali para pezina tak beragama.

LAKI-LAKI II           : Setahu kami seperti itu.

PEREMPUAN III     : Justru mereka tak bergama yang kami tahu, lebih punya moral ketimbang mereka yang beragama.

 

LAKI-LAKI II HENDAK BERBICARA KEMBALI, ABAH SPONTAN MEMOTONG KALIMAT YANG HENDAK DIBICARAKANNYA.

 

SEORANG ABAH    : Kalau di sini dijadikan tempat sementara gak papa, asal…..

LAKI-LAKI II           : Asal apa, Bah?

 

SEORANG ABAH SEKETIKA TERDIAM, MENATAP LAKI-LAKI I YANG SEDARI TADI MENGASINGKAN DIRI.

 

SEORANG ABAH    : Ini makanlah, pasti kau belum makan.

 

SEORANG ABAH MENJULURKAN BUNGKUSAN ITU KE ARAH LAKI-LAKI I. LAKI-LAKI I LANGSUNG MENATAP DAN MENYAMBARNYA, LALU MEMBUKA BUNGKUSAN ITU, MELAHAPNYA DENGAN CEPAT, SEORANG ABAH HANYA TERSENYUM.

 

SEORANG ABAH    : Kalian serius mau nikah?

LAKI-LAKI I : Ya, kami serius mau menikah.

SEORANG ABAH    : Sebenarnya ada yang lebih berwenang mengizinkan ya atau tidaknya.

LAKI-LAKI I : Siapa, Bah?

SEORANG ABAH    : Namanya Mat halim, dia tangan kanan Tuan Besar di kota ini, kenalan para kyai.

LAKI-LAKI I : Maksudnya, Bah?

SEORANG ABAH    : Dia santri ngelindur, santri kebelinger. (TERTAWA)

PEREMPUAN III      : Boleh kami ngobrol?

SEORANG ABAH    : Orangnya lagi dinas, mengantar dagangan ke relasinya.

PEREMPUAN III      : Relasi?

SEORANG ABAH    : (TERDIAM SEJENAK) Lupain saja, dan bersantailah, (JEDA) tapi kalau boleh saran sebaiknya…..

PEREMPUAN III      : Jangan berhubungan sebelum menikah.

SEORANG ABAH    : Tapi……Itu terserah kalian, kalian berdua yang menanggung dosanya.

LAKI-LAKI II           : Baik, kyai.

SEORANG ABAH    : Jangan meledekku, aku bukan kyai.

LAKI-LAKI II           : Kalau boleh aku nanya, sudah naik haji berapa kali, Bah?

SEORANG ABAH    : (TERTAWA) Hahahahaha…. Ketimbang semakin ngelantur ae, sekarang mending beristirahatlah di sebelah rumah itu, (MENUJUK PADA SAMPING RUMAH PEREMPUAN I & LAKI-LAKI I) kalian sudah melakukan perjalanan cukup jauh.

 

LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III PELAN-PELAN MASUK KE DALAM RUMAH BEDENG YANG DITUNJUK SEORANG ABAH, SEMENTARA LAKI-LAKI I MASIH MENIKMATI MAKANANNYA YANG HAMPIR HABIS.

 

8

SEORANG ABAH HANYA TERDIAM MENATAP LAKI-LAKI I YANG MENIKMATI MAKANAN, SEKETIKA TERPUSAT PERHATIANNYA PADA ARAH RUMAH BEDENG. DI BALIK HORDEN, LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III MULAI MENIKMATI PERCINTAANNYA. SEKETIKA HALILINTAR MENYAMBAR, HUJAN KEMBALI TURUN, NAMUN TAK SELEBAT SEBELUMNYA. SEORANG ABAH BERTEDUH DI DEPAN RUMAH BEDENG PEREMPUAN I & LAKI-LAKI I. TERDENGAR DARI DALAM PERCAKAPAN KEDUANYA.

 

PEREMPUAN III      : Sayang, sebaiknya kita gak berhubungan terlebih dulu. Sekarang keluarlah!

  Abah masih di luar.

LAKI-LAKI II           : Baiklah, sayang!

 

LAKI-LAKI II KELUAR DARI RUMAH BEDENG, TAK LAMA KEMUDIAN DISUSUL KEKASIHNYA.

 

LAKI-LAKI II           : Kami tak boleh nikah, karena aku tak punya pekerjaan yang jelas, pekerjaanku hanya seorang pengangguran, (JEDA) belum lagi tempat tinggalku pindah-pindah, dari tanah satu ke tanah lainnya.

SEORANG ABAH    : Maksudnya?

LAKI-LAKI III          : Tanah milik negara satunya ke tanah milik negara lainnya.

SEORANG ABAH    : Oh, abah ngerti. Itu semua maksud Tuhan. Karena dengan cara itu, kalian berdua akan menemukan identitas. Jadi  seorang marjinal, kalian berdua pasti akan berusaha keluar dari kemarjinalan.

LAKI-LAKI II           : Tentu saja abah. Tapi kenyataannya, aku tak kunjung menemukannya.

SEORANG ABAH    : Bersabarlah sedikit, pasti Tuhan akan menyayangimu, Nak!

LAK-LAKI II : Aamiin.

SEORANG ABAH    : Abah harus pulang, kalian beristirahatlah.

LAKI-LAKI II           : Terima kasih, Abah.

SEORANG ABAH    : Tapi kalau boleh abah kasih saran…...

LAKI-LAKI II           : Dengan senang hati, Bah.

SEORANG ABAH    : Berhentilah menganggap bahwa zina itu halal, dan menikahlah!

LAKI-LAKI II           : Terima kasih, abah.

 

9

PASANGAN KEKASIH INI SEKETIKA SALING TERSENYUM DAN TERTAWA KECIL, SEPERTI MIMIK MUKA MELEDEK. SEORANG ABAH KELUAR. TAK LAMA KEMUDIAN LAKI-LAKI I MENGHAMPIRINYA DAN SEPERTI ASYIK BERMANDIKAN AIR HUJAN.

 

LAKI-LAKI II           : Berapa lama kau tinggal di sini?

LAKI-LAKI I            : (MENUNJUKKAN DENGAN BAHASA ISYARAT, DENGAN TIGA JARINYA)

LAK-LAKI II : Tiga bulan?

LAKI-LAKI I            : (MENGANGGUK)

LAK-LAKI II : Pekerjaanmu apa?

LAKI-LAKI I             : (MENUNJUKKAN DENGAN BAHASA ISYARAT KALAU DIA SEORANG PENGANGGURAN)

LAKI-LAKI II           : (KONTAN TERTAWA BERSAMAAN DENGAN KEKASIHNYA MEMBUAT LAKI-LAKI I KESAL) Maaf, aku hanya nertawain nasibku.

PEREMPUAN III     : Maafkan  ulah pacarku ini, Mas. Dia hanya mau ngejek nasib, berulang kali dia gagal dengan nasibnya sendiri, berulang kali juga selalu tak punya identitas, dan sampai kapan kita harus hidup berpindah-pindah karena aku sudah mulai bosan.

LAKI-LAKI I            : (TAMPAK BINGUNG DENGAN PENJELASANNYA)

PEREMPUAN III     : Jadi kami berdua emang kaum urban, sudah tiga tahun ini di Surabaya, terakhir di bantaran kali Jagir, yang sudah  di gusur pelan-pelan, dan sekarang kami bingung harus kemana lagi.

LAKI-LAKI I            : (CUKUP KAGET DAN MENUNJUKKAN DENGAN BAHASA ISYARAT KALAU KEDUANYA BERBOHONG PADA ABAH)

LAKI-LAKI II           : Terus kalau kami berbohong, apa masalahnya? Yang jelas malam ini kami boleh tinggal di sini, urusan besok biar kami akan memikirkannya nanti, siapa tahu nasib kami sedang beruntung.

 

LAKI-LAKI I SEMAKIN KAGET MENDENGARNYA BEGITU TAHU KALAU PASANGAN KEKASIH INI MEMAKAI TIPU MUSLIHAT UNTUK BERTAHAN HIDUP. BERSAMAAN ITU MUNCUL MAT HALIM YANG MEMBONCENG KAKAK BERADIK DALAM KONDISI BASAH KUYUP. HUJAN SEMAKIN LAMA TAMPAK  GERIMIS SAJA. KEDUANYA NAMPAK NGOMEL-NGOMEL KARENA RAZIA YANG BARU SAJA MEBUATNYA KOCAR-KACIR, DAN BINGUNG MELIHAT LAKI-LAKI I & PEREMPUAN III.

 

PEREMPUAN I         : Kalian berdua ini siapa?

LAKI-LAKI II           : Kami hanya menumpang bermalam, tadi kami sudah diizinkan abah.

PEREMPUAN III      : Abah bilang kalau yang bertanggung jawab di sini, mengantar dagangan ke relasinya.

LAKI-LAKI II           : Tapi karena menurut abah bakal lama orangnya, makanya kami diizinkan.

PEREMPUAN III      : Kami tersesat di sini, dan niatnya hanya mau kawin lari.

PEREMPUAN II       : (BINGUNG) Kawin lari?

PEREMPUAN III      : Yah, kami saling mencintai, tapi orang tua kami tak setuju, karena pacarku  pengangguran.

 

LAKI-LAKI I HANYA TERDIAM MENDENGARKAN SANDIWARA PASANGAN KEKASIH YANG BARU DATANG TERSEBUT.

 

PEREMPUAN II       : (MENYINDIR) Sebenarnya di era modern ini, sudah tak diperlukan lagi seorang penggangguran di Negeri ini, mungkin lima puluh tahun silam, masih dibenarkan, tapi menurutku kali ini tak bisa dibenarkan, ya jelas saja orang tuamu tak setuju. (MELIRIK LAKI-LAKI I) sama dengannya penggangguran tulen.

LAKI-LAKI II           : Kalau boleh tau kau ini kerjanya apa?

PEREMPUAN II       : (BANGGA) Pelacur.

LAKI-LAKI II           : (KAGET) Pelacur?

PEREMPUAN I         : Kenapa? Ada yang salah dengan pelacur?

LAKI-LAKI II           : Oh, tidak...

PEREMPUAN III      : (KESAL) Dengarkan baik-baik, Mas! Pelacur lebih terhormat ketimbang pengemis,  apalagi seorang pengangguran.

LAKI-LAKI II           : Kok bisa?

PEREMPUAN I         : Karena pelacur mengucurkan keringatnya sendiri demi nasib.

PEREMPUAN II       : Dan pengangguran membuang keringatnya demi nasib. Sia-sia. (KE MAT HALIM) Karenanya tempat ini sebaiknya dibangun saja rumah-rumah yang lebih banyak sebagai kamuflase dari area pelacuran, ketimbang setiap hari kita kena razia di hotel-hotel, Kak.

 

BELUM SEMPAT MAT HALIM MENGEMUKAKAN PENDAPATNYA, LAKI-LAKI II TERLEBIH DULU MENGAJUKAN PERTANYAAN.

 

LAKI-LAKI II           : Memangnya tempat ini gak akan di razia, Kak?

PEREMPUAN I         : Kau lihat  plang itu baik-baik! (SEMUANYA MELIHAT PLANG) Atau mungkin melihat tanah yang lain di kota ini dan memiliki  plang sama dengannya.

LAKI-LAKI II           : Maksudnya?

PEREMPUAN I         : Inilah kehebatan penguasa di sini, sudah disita Komisi Kelompok Koruptor, masih banyak tempat-tempat usaha yang tetap dibuka.

PEREMPUAN III      : Memangnya masih ada?

PEREMPUAN I         : Tentu, dan jangan kaget kalau masih ada resto tetap dibuka tanpa izin sepengetahuan 3K, belum lagi tempat lainnya. Jadi komisi itu tak penting, karena korupsi bukan kejahatan, tapi cara bertahan hidup.

PEREMPUAN II       : (KE MAT HALIM) Makanya sebaiknya tempat ini segera dibangun rumah bedeng lagi, Kak. Pasti akan lebih menarik. Coba kau bicarakan dengan Tuan Besarmu.

MAT HALIM            : Baiklah, aku akan coba sampaikan kepadanya, tapi aku meyakini kalau mereka akan mengizinkannya, dan kau kawan, aku  sarankan sebaiknya lebih baik pergi dari sini. Mungkin malam ini saja tak masalah, anggap saja aku sedang berbaik hati. (KE LAKI-LAKI I) Kalau masih bersifat benalu, mulai besok bekerjalah dengan baik.

LAKI-LAKI I : (MELEDEK MAT HALIM DENGAN BAHASA ISYARATNYA)

MAT HALIM            : (MARAH) Apa? Kau meledekku sebagai  mucikari sialan?

 

MAT HALIM KEMBALI MEMUKUL KAI-LAKI I HINGGA PINGSAN, BAHKAN PEREMPUAN I YANG HENDAK MENOLONGNYA, TERJUNGKAL OLEH TANGAN MAT HALIM YANG BEGITU PERKASA, DIA HANYA MENANGISI KEKASIHNYA YANG BABAK BELUR. MAT HALIM PUN MENGGANTUNG LAKI-LAKI I DI ATAS POHON DENGAN POSISI TERBALIK.

 

MAT HALIM            : Siapapun tak berhak menurunkan anak ini dari sini, siapapun yang menurunkan, silahkan pergi dari sini! Aku yang memiliki kekuasaan di sini, jadi kalian semua jangan bermain-main denganku.

 

MAT HALIM MENINGGALKAN MEREKA SEMUA, SEMAKIN LAMA GERMIS KIAN MEREDA, TAMPAK PEREMPUAN I MERASA KEBINGUNGAN, APA YANG HARUS DILAKUKANNYA, LALU MEREKA MASUK KE DALAM RUMAHNYA MASING-MASING. TAK LAMA KEMUDIAN, LAKI-LAKI I HANYA TERSENYUM KECIL MELIHAT KENYATAAN YANG HARUS DIALAMINYA.

 

LAKI-LAKI I             : (TERSENYUM KECIL) Barangkali saat ini, perkiraanku tak berjalan sempurna, tapi aku meyakini kalau suatu waktu, apa yang aku lakukan ini membuat semua orang prihatin, semua orang mengasihaniku, semua orang berbondong-bondong menyantuniku, (JEDA) dan aku akan menemukan identitasku sendiri dengan caraku sendiri, bukan dengan cara orang lain, aku akan melakukan peristiwa yang besar sekiranya sulit dilupakan semua orang, aku akan menciptakan sejarah bangsa ini, (JEDA) dengan sejarah ini akupun akan memiliki rumah yang megah, dan identitas yang jelas dengan kependudukan yang jelas pula, bukan RT Nol RW Nol.

 

LAMPU MATI SEBAGAI TANDA PERUBAHAN WAKTU.

 

10

LAKI-LAKI I MASIH DALAM KONDISI TERGANTUNG DALAM POSISI TERBALIK, DIA TAMPAK LEMAS DAN KEDINGINAN, BELUM SATUPUN KELUAR DARI RUMAHNYA MASING-MASING, SEORANG ABAH MUNCUL SANGAT KAGET MELIHAT HAL INI, DIA SEGERA MENURUNKAN LAKI-LAKI I DARI GANTUNGAN POHON.

 

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Siapa yang melakukan ini?

 

LAKI-LAKI I TAMPAK LEMAS, DIA TAK BISA MENGGUNAKAN GESTURENYA SAMA SEKALI MEMBUAT SEORANG ABAH BERGEGAS MEMBANGUNKAN MEREKA SEMUA. PARA PENGHUNI RUMAH BEDENG KELUAR DARI RUMAHNYA MASING-MASING DALAM KONDISI YANG MASIH MENGANTUK. PEREMPUAN I  & II HANYA TAMPAK MEMAKAI KEMBEN SAJA, SEMENTARA LAKI-LAKI I & II MASIH DENGAN CELANA YANG SAMA, ATAU HANYA SALAH SEORANG MEMAKAI KAIN SARUNG. SEKETIKA SEORANG ABAH BERTERIAK KERAS MEMEKIKKAN TELINGA.

 

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN BERTERIAK) Siapa yang melakukan hal keji kepadanya? (SEMUANYA HANYA SALING PANDANG) Siapa? (JEDA) Oh, abah paham kalau kalian gak berani mengakuinya, ini berarti kerjaan Mat Halim. Jangan karena kalian  berhutang budi dengannya, terus seenaknya saja Mat Halim bertindak banal semauanya sendiri. (JEDA) sudah saatnya kalian harus bangkit untuk merubah nasibmu sendiri, kalian harus menciptakan rumahnya masing-masing, kalian harus punya rumah sendiri. Kalian harus punya identitas sendiri. (JEDA) Kalau selama ini dia menganggap pekerjaaan haram menjadi halal, yang penting mendapatkan uang, jangan terus-terusan kalian ikut permainan dia, jangan pernah takut melawan kekuasaan, jangan pernah takut melawan adidaya. Kalian sudah waktunya berperang melawan nasib kalian sendiri. Jangan pernah lagi dipermainkan oleh orang-orang seperti Mat Halim, atau Tuan Besar di balik Mat Halim.

 

SUASANA MENJADI HENING, SEKETIKA SEORANG ABAH TERDIAM DARI BALIK KEKERASAN HATINYA, DIA KEMBALI MENJADI LUNAK, SEMUANYA TERJADI SALING PANDANG.

 

SEORANG ABAH    : Sebenarnya tak baik juga kalian terlalu berlama-lama menempati tanah yang sudah dikasih plank larangan, kalian harus bangkit. Kalian harus menemukan identitas sendiri, kalian harus keluar dari keterbelakangan.               (MEMBERIKAN AMPLOP BERISI UANG  KEPADA LAKI-LAKI I) ini  sebagai modal kau jualan, bebas usaha apa saja.

LAKI-LAKI I            : (MENUNJUKKAN RASA TERIMA KASIH DENGAN BAHASA ISYARATNYA)

SEORANG ABAH    : Abah hanya membantu penduduk di sini, meskipun abah hanya  seorang pendatang juga di sini, (JEDA) abah sendirian di sini, abah anggap semua orang marjinal adalah keluargaku, mungkin kalau aku punya rumah  yang kamarnya banyak, kalian bebas tinggal di rumahku. Hanya saja masalahnya abah punya rumah sepetak, dan toko  bangunan yang belum begitu besar, (JEDA) untung saja masih ada para pembeli yang datang selama setahun ini.

LAKI-LAKI I : (KEMBALI BERTERIMA KASIH DENGAN BAHASA ISYARAT)

SEORANG ABAH    : Hanya ini yang bisa abah bantu. Kalau untuk mempekerjakan kalian di tempatku, sebenarnya bisa saja. Masalahnya usahaku belum maju. Pekerjanya tak banyak, hanya dua orang saja. Itu saja uang yang duit yang abah kasih dari hasil penjualan barang-barang sebelumnya.

LAKI-LAKI I            : (SEMAKIN MENUNJUKKAN RASA TERIMA KASIHNYA DENGAN BAHASA ISYARAT)

SEORANG ABAH    : (KE LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III) Terus bagaimana rencana pernikahan kalian?

LAKI-LAKI II           : (TAMPAK GUGUP) Ee…...

 

SEORANG ABAH SEKETIKA MENAMPAR MUKA LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III, DAN SEMPAT MEMBUAT LAKI-LAKI II HENDAK MELAWAN. NAMUN DENGAN CEPAT SEORANG ABAH MENCEKIK LAKI-LAKI II.

 

SEORANG ABAH    : Jangan pernah berbohong di sini. (MELEPASKAN CEKIKANNYA) Abah tak akan memaksa kalian menikah, karena itu kehendak kalian. (JEDA) Selama kalian berniat baik, itu sudah cukup, dan jangan pernah memandang bahwa zina menjadi pekerjaan halal. (JEDA) Yah, maksudnya.....

PEREMPUAN III     : Ya, akan secepatnya kami menikah, Bah. (LAKI-LAKI II SEKETIKA MENATAP KEKASIHNYA) Kami janji akan segera menikah.

SEORANG ABAH    : (SINIS) Mau tinggal di mana?

PEREMPUAN III     : (GUGUP) Ee……..

SEORANG ABAH    : Masih suka lontang lantung di kolong, di bangkai-bangkai gerbong, di pinggiran rel kereta, di bantaran kali atau mau di mana lagi? (JEDA) Semua tempat yang tak punya RT RW jelas akan digusur, akan dibredel. Justru itu kalian harus  lebih giat mencari uang. (JEDA) Minta kepada Tuhanmu, supaya bisa menyelesaikan keadaan ini menuju lebih baik.

PEREMPUAN III     : Ya, Bah! Sekali lagi kami mohon maaf karena sudah berbohong pada abah.

SEORANG ABAH LANGSUNG MEMBERIKAN AMPLOP BERISI UANG  RATUSAN RIBU PADA LAKI-LAKI I.

 

SEORANG ABAH    : Itu buat modal usaha, cari pekerjaan dengan memakai agamamu yang paling benar, dekati Tuhanmu sedekat-dekatnya, cari kebenaranmu yang paling benar.

 

LAKI-LAKI II HENDAK BERTERIMA KASIH PADA SEORANG ABAH, SEKETIKA LELAKI TUA ITU LANGSUNG MENGHINDARI DAN KELUAR. SEMUANYA YANG SEDARI TADI TERDIAM SALING PANDANG.

 

11

PEREMPUAN II SEMAKIN BERSIKERAS MAU MENIKAHKAN ADIKNYA DENGAN MAT HALIM.

 

PEREMPUAN II       : Kapan kau mau berbicara serius dengan Mat Halim?

PEREMPUAN I         : Terus bagaimana dengan nasibnya? (MENUNJUK LAKI-LAKI I)

PEREMPUAN II       : Tak usah dipikirkan.

PEREMPUAN I         : Aku menyayanginya, Mbak.

PEREMPUAN II       : Jangan kau katakan sayang, kalau memang sayang, kenapa barangmu diumbar sana-sini?

PEREMPUAN I        : Bertahan hidup.

PEREMPUAN II       : Mulutmu.

PEREMPUAN I         : Aku serius menyayanginya, Mbak.

PEREMPUAN II       : Sudah, jangan mikir yang aneh-aneh, menikahlah dengan Mat Halim pilihannya, atau memilih pergi, atau memilih diuber-uber petugas. (JEDA) Belum berbuat apa juga, sudah  diuber, apalagi kalau sudah berhubungan, petugas itu minta jatah. Masih ingat tidak kejadian semalem?

PEREMPUAN I         : Aku tak tega kepadanya, Mbak.

 

PEREMPUAN II HENDAK BERPENDAPAT LAGI, SEKETIKA PEREMPUAN III IKUT MEMBERI SARAN.

 

PEREMPUAN III     : Kalau boleh aku saran, Mbak, memang mending menikahlah dengan Mat Halim. Soal mau jualan, atau apa, urusan belakangan, yang penting tempat tinggalnya yang jelas dulu.

LAKI-LAKI II           : Benar itu, Mbak. Kalau ada perempuan di sini dan mempunyai rumah, lalu mau denganku, aku akan menikahinya, terus aku nikahi pacarku ini.

PEREMPUAN II       : Kau dengar saran mereka?

PEREMPUAN I         : Saran apa? Orang gila.

PEREMPUAN III     : Kita harusnya berpikir realistis, Mbak. (JEDA) Sudah tak zamannya lagi mempunyai istri dua atau tiga, atau punya suami satu atau dua, sekarang  zamannya kalau perlu sebanyak-banyaknya.

LAKI-LAKI II           : Buktinya pacarmu diem saja, meskipun kau itu tetap tetep jualan.

PEREMPUAN II       : Itu karena terpaksa.

LAKI-LAKI II           : Bukan karena terpaksa, karena pacarmu itu mengerti perselingkuhan itu sudah tak penting, yang penting bisa bertahan hidup.

PEREMPUAN II       : Aku setuju dengan pendapatmu, makanya aku menyuruhnya kerja apa saja, tukang jagal sekalipun tak masalah.

PEREMPUAN III     : Jadi menurutku terima saja menikah dengan Mat Halim, terus kalau kau masih menyayangi pacarmu, menikahlah dengannya.

PEREMPUAN I        : (KESAL) Kau semakin gila.

PEREMPUAN III      : Aku tak gila,siapa yang bilang poliandri haram?

PEREMPUAN I        : Ya, agamakulah.

PEREMPUAN II       : Agamamu yang mana?

PEREMPUAN I         : Ya agamaku.

LAKI-LAKI II           : Atau Tuhanmu?

PEREMPUAN I         : Ya jelas, Tuhanku.

LAKI-LAKI II           : Tuhan yang mana?

PEREMPUAN I         : Ya Tuhanku.

LAKI-LAKI II           : Tuhan yang mana?

PEREMPUAN III     : Siapa yang kau anggap Tuhan? Bersembunyi di mana? Di selangkanganmu? Di bawah ranjangmu? Di bulu ketiakmu?

LAKI-LAKI II           : Atau di kamar mandi bareng sperma dan sel telurmu yang tak pernah jadi anak? Jadi menurutku berpikir  dulu sebelum berbicara  agama dan Tuhan.

PEREMPUAN II       : Makanya titik kau harus menikah dengan Mat Halim.

PEREMPUAN I         : (BERTERIAK) Cukup!

 

PEREMPUAN I BERGEGAS MENARIK LAKI-LAKI I.

 

PEREMPUAN I         : Kita sebaiknya pergi dari sini, Mas.

 

SEKETIKA PEREMPUAN II MENGIKAT LEHERNYA DENGAN TALI, DAN MEMINTA PEREMPUAN III & LAKI-LAKI II UNTUK MENARIK  IKATAN TALI ITU.

 

PEREMPUAN II       : (MENGANCAM) Sekarang, pilih pacarmu atau kakak kandungmu?

PEREMPUAN I        : (MENANGIS) Sudah cukup aku diam saja, Mbak. Sudah cukup aku mengikuti kemauanmu, Mbak. (JEDA) Mungkin awalnya aku mau meninggalkannya, tapi setelah aku berpikir semalaman, aku tak tega meninggalkannya, Mbak.

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN MENGANCAM) Milih pacarmu atau kakakmu? Cepat tarik!

PEREMPUAN I         : (MENANGIS) Aku tahu dari kecil kalau kau yang merawatku.

PEREMPUAN II       : Terus?

PEREMPUAN I         : (MENANGIS) Aku tahu kita sudah tak punya bapak dan ibu sejak kecil.

PEREMPUAN II       : Terus?

PEREMPUAN I        : (MENANGIS) Aku tahu dari kecil kita sudah hidup menderita, bahkan keluarga bapak dan ibu kita, bertahun-tahun, selalu mempermainkan kita sampek kita nekat lari ke Surabaya.

PEREMPUAN II       : Terus?

PEREMPUAN I        : (MENANGIS) Kita selalu dipaksa seperti sapi perah oleh keluarga kita sendiri.

PEREMPUAN II       : Terus? Apa perlu gak tega pada orang lain? Apa perlu kita kasihan pada nasib orang lain, sementara keluarga kita sendiri seperti tahi, seperti anjing budug.

PEREMPUAN I        : (MENANGIS) Aku mohon, Mbak. Sekali ini……

PEREMPUAN II       : Dia juga gak akan peduli….

PEREMPUAN I        : (MEMOTONG SEMBARI MENANGIS) Percayalah pada adikmu ini….

PEREMPUAN II       :(KE PEREMPUAN I & LAKI-LAKI II) Sekarang tariklah cepet!

 

LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III BINGUNG APA YANG HARUS DILAKUKANNYA, PEREMPUAN II SEMAKIN MENERIAKKAN PERMINTAANNYA.

 

PEREMPUAN II       : (BERTERIAK) Cepat tarik!

PADA SAAT  PASANGAN KEKASIH ITU MAU MENARIK TALI DI LEHER PEREMPUAN II, SEKETIKA LAKI-LAKI I BERSUJUD DAN MEMOHON DENGAN BAHASA ISYARAT PADA PEREMPUAN I AGAR TAK MEMPEDULIKANNYA. PEREMPUAN I TERPANA MELIHATNYA, KEMUDIAN MEMELUKNYA DENGAN ERAT SEMBARI MENANGIS.

 

PEREMPUAN II       : (BERTERIAK) Bagaimana?

 

LAKI-LAKI I SEPERTI MEMOHON AGAR PEREMPUAN I MEMENUHI KEINGINAN KAKAKNYA, PEREMPUAN I BANGKIT DAN MENDEKATI KAKAKNYA.

 

PEREMPUAN I         : Baik, aku akan menikah dengan Mat Halim.

PEREMPUAN II       : Baiklah, mulai hari ini dia tidur di kamarku, biar aku yang  tidur denganmu. (PEREMPUAN I MAU MEMBANTAH) Apa? Mau membantah? Mulai hari ini kalian di larang berhubungan lagi. Kalau sampai ketahuan, aku tak segan-segan meminta Mat Halim motong kelaminnya. Kalau kau mau berhubungan dengan laki-laki lain, sebaiknya dengan Tuan Besar, yang selama ini menjadi majikannya Mat Halim.

 

PEREMPUAN I TERDIAM, SUASANA MENJADI HENING MELIHAT KEKERASAN HATINYA PEREMPUAN II TERHADAP ADIK KANDUNGNYA SENDIRI.

 

PEREMPUAN II       : Kalau tadi kalian selalu kasih kami saran, sekarang giliran aku kasih saran, sebaiknya uang itu tak perlu digunakan sebagai usaha, kalau usahanya hanya jualan barang-barang halal. Mungkin kalau usahanya, satu hal yang haram, kau bisa pertimbangkan, (JEDA) atau mending gunakan saja buat bersenang-senang, karena abah akan selalu datang seperti malaikat, atau dia akan menjadi Nabi Hidzir yang belas kasih, setiap kita butuhkan, jadi bersenang-senanglah. (JEDA) Abah tak akan pernah marah, dan aku tahu apa yang ada dalam otaknya. (MENUNJUK PADA LAKI-LAKI I) Pasti dia akan bersenang-senang, mencari perempuan  lain dan bespesta pora sampai mati, karena ituu identitasnya. Karena hanya dengan cara itu dia bertahan hidup.

 

PASANGAN KEKASIH ITU HANYA TERSENYUM, BERMESRAAN  KE DALAM RUMAHNYA, SEMENTARA PEREMPUAN II MENGAMBIL BEBERAPA BARANGNYA KE DALAM RUMAH BEDENG SEBELUMNYA DAN PINDAH KE RUMAH BEDENG ADIKNYA. PELAN-PELAN CAHAYA HANYA TERPUSAT PADA LAKI-LAKI I, DIA HANYA TERSENYUM MENYERINGAI.

 

LAKI-LAKI I             : Dia itu sangat hebat, sepertinya dia tahu apa yang akan kumainkan, tentu saja uang ini akan kugunakan seperti yang diperkirakannya, (JEDA) karena dunia memang dihadirkan buat orang-orang gila. Dunia memang diciptakan buat kejahatan, bukan buat kebajikan, begitu kata Tuan Besar, (JEDA) tapi suatu waktu akan tiba saatnya mereka akan menghargaiku, mereka akan menjunjung setinggi-tingginya, karena semuanya adalah sandiwara.

 

LAMPU MATI SEBAGAI TANDA PERUBAHAN WAKTU.

 

12

SEORANG ABAH MUNCUL MEMBAWA DUA BUAH AMPLOP COKELAT YANG BERISI UANG RATUSAN RIBU RUPIAH. KINI LANGKAHNYA TERLIHAT SANGAT KERAS DAN BANAL, DIA BERGERAK MEMBANGUNKAN MEREKA SEMUA DI RUMAHNYA MASING-MASING. BAHKAN MENARIK LAKI-LAKI II DENGAN KASAR DARI DALAM. MEREKA KONTAN CUKUP TAKUT MELIHATNYA, YANG TERLIHAT DENGAN KOSTUM BERBEDA.

 

SEORANG ABAH    : (KERAS) Apa? Kalian kira abah seorang Nabi? (JEDA) Abah bukan Nabi Hidzir.

PEREMPUAN I dll   : Ya, Bah.

SEORANG ABAH    : Lalu kenapa kalian menganggapku seperti itu?(SEMUANYA TERDIAM) Jawab, tahi!!!

LAKI-LAKI II           : Aku hanya mengikutinya, Bah.

PEREMPUAN III      : Aku juga, Bah.

SEORANG ABAH    : Karena itu kalian tak pernah bisa keluar dari kemarjinalan.

LAKI-LAKI II           : Maafkan aku, Bah. Seharusnya aku sudah punya usaha sendiri.

SEORANG ABAH    : (MEMBENTAK) Lalu apa masalahnya? Kenapa duit itu kalian gunakan berseneng-senang?

LAKI-LAKI II           : Karena abah akan dating lagi, dan selalu menjadi Nabi Hidzir lagi.

SEORANG ABAH    : (MENAMPAR) Sudah kubilang, abah bukan Nabi Hidzir. Mungkin kalau Tuan Besar, bisa jadi! Tapi sekali lagi kubilang, abah bukan Nabi Hidzir.

PEREMPUAN III     : Lalu kenapa abah selalu datang setiap kami melakukan kesalahan?

SEORANG ABAH    : Tentu saja supaya tak tersesat, siapa bilang abah lebih senang dengan usaha-usaha yang haram?

LAKI-LAKI II           : Aku memang baru dua bulan di sini, tapi semua orang tahu kalau abah selalu bilang seperti itu.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN MARAH) Karena kalian tak pernah tanya langsung kepadanya, kalian hanya mendengarnya saja, apa kata orang, bukan kata abah.

PEREMPUAN II       : Bukannya abah juga bilang yang penting bisa bertahan hidup?

SEORANG ABAH    : Bertahan hidup memang penting, tapi bagaimana caranya mengabdi pada Tuhan.

PEREMPUAN I        : Abah juga bilang lebih baik jadi orang yang bermoral tak beragama, ketimbang jadi orang beragama, tapi kelakuannya seperti binatang.

SEORANG ABAH    : Abah hanya bilang lebih baik jadi orang benar dan punya agama.

PEREMPUAN II       : Bukannya abah bilang kalau Tuan Besar adalah Tuhan dari segala-galanya?

SEORANG ABAH    : Abah hanya bilang deketin Tuhan kita sebaik-baiknya.

PEREMPUAN I         : Bukannya abah juga bilang kalau Tuan Besar yang mengatur segalanya?

SEORANG ABAH    :(TEGAS) Abah hanya bilang Tuhan yang mengatur segala-galanya, bukan Tuan Besar, (JEDA) Tuan besar hanya budaknya Tuhan.

 

LAKI-LAKI I YANG SEDARI TADI INGIN PROTES, TAPI SELALU DISELA OLEH BEBERAPA ORANG LAINNYA, DAN KINI GILIRAN LAKI-LAKI II & PEREMPUAN III YANG MENYELANYA.

 

PEREMPUAN III     : Lalu kenapa abah murka baru hari ini? Padahal sebelumnya abah selalu ikut menikmati permainan kami, kebahagiaan kami.

LAKI-LAKI II           : Bukankah abah beberapa hari ini selalu bilang kalau kehidupan harus dirayakan dengan cara yang jahat? Dan abah selalu membiarkan kami seperti biasanya.

SEORANG ABAH    : (MARAH) Cukup! Jangan fitnah abah seperti itu.

 

LAKI-LAKI II SEKETIKA PROTES KERAS KALAU SELAMA INI SEORANG ABAH SELALU HADIR DAN MENGAJARKAN KEBURUKAN PADA MEREKA, DIA MEMAKASA UNTUK BERBICARA DENGAN BAHASA ISYARAT YANG SEKIRANYA DIMENGERTI OLEH MEREKA SEMUA.

 

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN MARAH) Cukup! Abah baru ada hari ini, dan selama ini gak pernah bersama kalian sejak terakhir kita ketemu, dua bulan lalu.

PEREMPUAN I        : Lalu siapa, Bah?

PEREMPUAN II       : Apakah Tuan Besar yang ada di sini?

SEORANG ABAH    : Mungkin. (TERDIAM MEMBUAT SEMUANYA BINGUNG) Abah kecewa, karena kalian belum mau bangkit dari kemarjinalan, terutama kalian berdua,  (MENUNJUK PADA LAKI-LAKI I & II) kalian laki-kali, harusnya  bekerja lebih giat lagi, biar keluar dari kemarjinalan ini, bunuh kemarjinalan, karena usianya memang singkat, semua orang akan memusuhi kemarjinalan, termasuk nurani kalian sendiri. (MENJULURKAN DUA AMPLOP COKELAT KE LAKI-LAKI I & II) Ini buat modal usaha kalian, bukan buat senang-senang lagi.

LAKI-LAKI II           : Haram atau halal?

SEORANG ABAH    : Halal menurut agamamu.

PEREMPUAN III     : Agamaku yang mana, Bah?

SEORANG ABAH    : (MENUNJUK PADA HATINYA) Agama yang ada di sini. (JEDA) Abah gak pengen dibikin kecewa lagi, sekarang menyebarlah kalian, cari kunci duitnya.

LAKI-LAKI I            : Aku harus mandi dulu, Bah.

SEORANG ABAH    : (KESAL) Gak perlu, karena kalian akan terlambat kalau buang-buang waktu, biarlah para perempuan nunggu di sini. (LAKI-LAKI I & II KELUAR) Jagalah kehormatan kalian buat laki-lakimu.

 

LAKI-LAKI I & II BERGEGAS KE RUMAHNYA MASING-MASING, SEMBARI MENGAMBIL CELANA  DAN MENGGUNAKANNYA DI TENGAH PERTUNJUKAN, LALU KELUAR. KETIGA PEREMPUAN ITU SALING PANDANG PENUH KEHERANAN, ABAH PUN PAMITAN PERGI.

 

SEORANG ABAH    : (TENANG) Abah pergi dulu, ingatkan mereka jangan pernah kecewakan abah lagi. (JEDA) Kalau bukan sekarang keluar dari tempat ini, kapan lagi, karena sewaktu-waktu tanah ini akan di bredel.

 

KETIGA PEREMPUAN HANYA MENGANGGUK, SEORANG ABAH HENDAK KELUAR, TAK LAMA KEMUDIAN PEREMPUAN I MENCIUM TANGAN SEORANG ABAH, DI SUSUL DUA PEREMPUAN LAINNYA. SEORANG ABAH HANYA TERDIAM, TAK LAMA KEMUDIAN DIA KELUAR.

 

13

MAT HALIM MUNCUL  DI TENGAH KEBINGUNGAN KETIGA PEREMPUAN ITU.

 

MAT HALIM            : Kau pernah bilang kalau bermain dengan banyak laki-laki akan lebih menyenangkan ketimbang satu laki-laki.

PEREMPUAN III     : Tentu saja.

MAT HALIM            : Kalau begitu apa bedanya dengan pelacur?

PEREMPUAN III     : Memang tak ada bedanya, siapa yang bilang berbeda?

MAT HALIM            : Kau juga pernah mengusulkan ke dia,(MENUNJUK KE PEREMPUAN I) agar menikah denganku, tapi di balik itu kau  juga mengusulkan bermain dengan laik-laki lain. Apakah itu benar?

PEREMPUAN III     : Ada yang salah dengan usulanku?

MAT HALIM            : Oh tidak.

PEREMPUAN III     : Karena dia bilang masih cinta pada pacarnya.

MAT HALIM            : Kalau begitu bagaimana kau tidur denganku?

PEREMPUAN III     : (MELUDAHI MUKANYA) Bajingan kau.

MAT HALIM            : Kau yang bajingan, sekarang jawab apa bedanya dengan dengan pelacur?

PEREMPUAN III     : Kemana arah percakapanmu?

MAT HALIM            : perempuan cerdas, (JEDA) bagaimana kalau kuajak kau melacur saja? Ketimbang menunggu pekerjaan yang tidak pasti, lebih baik melacur saja, ketimbang bekerja serabutan, mending melacur saja.

PEREMPUAN I        : (MELEDEK) Terima saja, melacur pekerjaan halal.

PEREMPUAN II       : Kau pasti lama-lama wes terbiasa.

MAT HALIM            : Apa tak bosan luntang-lantung?

PEREMPUAN III     : Melacur pun luntang-lantung seperti kalian semua.

PEREMPUAN I        : Tapi setidaknya kami lebih punya status, ketimbang kau.

PEREMPUAN II       : Pikirkan baik-baik!

MAT HALIM            : Kalau pacarmu tak punya status, paling tidak kau punya status.

PEREMPUAN III      : Kau tahu berapa banyak mucikari sepertimu itu  menawariku?

MAT HALIM            : Aku rasa tak perlu tahu, karena sampai saat ini, kau masih seorang marjinal, sama dengan mereka.

PEREMPUAN III      :Tapi setidaknya aku tak dijual.

MAT HALIM            : Setidaknya mereka punya pekerjaan yang jelas.

PEREMPUAN I        : Kau tak pernah dengar khotbah Tuan Besar yang sering diceritakan Mat Halim?

PEREMPUAN III     : Apa khotbahnya?

PEREMPUAN I        : Pelacur juga dihalalkan secara agama, termasuk poliandri. (PEREMPUAN III SANGAT TERKEJUT, DIA MERASA TERSINDIR)

PEREMPUAN II       : Kenapa kau kaget? Kau lebih paham soal halal dan haram, kenapa takut?

PEREMPUAN III     : Aku tak pernah takut.

MAT HALIM            : Lalu?

PEREMPUAN III      : Tujuanku di sini bukan buat itu.

MAT HALIM            : Buat apa?

PEREMPUAN III      : Belajar agama.

MAT HALIM            : (TERTAWA) Hahaha...

PEREMPUAN I        : Ini agama yang benar.

PEREMPUAN II       : Halal menurut agamamu.

PEREMPUAN I        : (MELEDEK) Buat apa kau belajar? Kau kan lebih mengerti.

PERE NMPUA III    : Buat perbandingan.

PEREMNPUAN II    : Apa yang akan kau bandingkan?

PEREMPUAN III     : (SEMAKIN MELEDEK) Dengan kitab suciku.

MAT HALIM            : Lalu?

PEREMPUAN III     : Ternyata sama.

PEREMPUAN I        : Dengan kitab sucimu?

PEREMPUAN III     : Ya.

MAT HALIM            : Lalu?

PEREMPUAN III     : Akan kupertimbangkan, mungkin ada yang salah.

MAT HALIM            : (MEMBENTAK) Dengan kitab suci mana lagi?

PEREMPUAN III      : Punya pacarku.

PEREMPUAN I        : (KESAL) Aku yakin, pasti sama.

PEREMPUAN III      : Keyakinanmu berlebihan, nanti menjadi fanatisme.

PEREMPUAN II       : Fanatisme berujung sarkastik.

PEREMPUAN III     : (ENTENG) Pacarku penganut itu.

PEREMPUAN I dll   : (KAGET) Apa?

PEREMPUAN III     : Kalian takut?

MAT HALIM            : (BERTERIAK) Bilang pada pacarmu, kalau aku Mat Halim, tangan kanan Tuan Besar, mau mengubah kitabnya sucinya.

MAT HALIM BERGERAK KE PEREMPUAN I.

 

MAT HALIM            : Dan kau sayang, terima kasih kalau kau mau menikah denganku, meskipun karena keterpaksaan demi mengubah status kependudukanmu supaya punya RT dan RW yang jelas.

PEREMPUAN II       : Mulai saat ini Mat, kau berhentilah memaksaku bermain denganmu. Hormatilah adikku yang cantik itu, dan bahagiakanlah dirinya sebagai calon istrimu.

MAT HALIM            : (TERSENYUM) Tentu akan kupenuhi permintaanmu manis, mulai hari ini aku Mat Halim bersumpah atas nama Tuan Besar dan kitab suciku, hanya bermain dengan satu perempuan saja, yaitu calon istriku, bukan dengan yang lainnya.

 

MAT HALIM SEKETIKA MENCIUM TANGANNYA PEREMPUAN I YANG BEREAKSI BINGUNG.

 

MAT HALIM            : Dan kau jangan lupa tawaranku, bergabunglah dengan paham Tuan Besar. Bahwa menjadi pelacur itu halal.

 

MAT HALIM BERGEGAS KELUAR.  PEREMPUAN I & II SEMAKIN SINIS TERHADAP PEREMPUAN III.

 

PEREMPUAN II       : Silahkan kau pikirkan baik-baik! Kalau pikiranmu berubah, panggil aku di kamar mandi biar aku kasih tahu ke Mat Halim.

 

PEREMPUAN I & II MASUK KE DALAM RUMAHNYA, LALU PEREMPUAN II KELUAR KEMBALI MEMBAWA HANDUK, MASUK KE KAMAR MANDI. DAN PEREMPUAN III HANYA TERSENYUM SINIS. TAK LAMA KEMUDIAN DIA MASUK KE DALAM KAMARNYA.

 

14

CAHAYA BERUBAH. DIAWALI  BUNYI KENDANG YANG MENGIRINGI PERTUNJUKAN, MAT HALIM MUNCUL TAMPAK BERLARI DIKEJAR LAKI-LAKI II YANG MENUNJUKKAN KEMARAHAN BESAR. DARI LUAR PERTUNJUKAN SUDAH TERDENGAR TERIAKAN LAKI-LAKI II YANG MENGEJAR MAT HALIM.

LAKI-LAKI II           : (BERTERIAK) Jangan kira pacarku sama dengan mereka, jadi kau bebeas menjualnya.

MAT HALIM            : Sengaja aku bawa kau ke sini.

LAKI-LAKI II           : Takut kalau kita bertarung di tanah lapang tadi? Apa takut dilihat Suramadu bersama foto Tuan Besar yang terpampang gagah nan bodoh?

MAT HALIM            : Kau terlalu kecil buatku, Cong!

LAKI-LAKI II           : Lalu kenapa kau lari ke sini? Biar kau mendapat dukungan dari abah?

MAT HALIM            : Biar mereka tahu, kalau aku lebih cerdik ketimbang kau.

LAKI-LAKI II           : (SEMAKIN MARAH) Bajingan kau!

MAT HALIM            : Biar ajaran yang kau bawa ke sini jadi konyol.

LAKI-LAKI II           : Kau mau bikin aku malu?

MAT HALIM            : Karena sabdamu seperti Nabi palsu di akhir zaman.

LAKI-LAKI II           : Kau mau menghina ajaranku?

MAT HALIM            : Biar kau itu belajar dulu, sebelum mau menjadi Nabi.

LAKI-LAKI II           : Justru kau minta Tuan Besarmu, belajar terlebih dulu sebelum memimpin orang-orang di sini dan mengikuti pahamnya.

MAT HALIM            : (SEMAKIN MARAH) Lancang kau.

LAKI-LAKI II           : Kau tersinggung?

PEREMPUAN I        : (BERTERIAK) Habisi saja dia, Kak!

PEREMPUAN II       : (BERTERIAK) Bunuh saja dia, Kak!

PEREMPUAN I        : Biar tak akan ada lagi seorang marjinal yang tumbuh.

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN BERTERIAK) Jangan biarkan dia hidup!

PEREMPUAN III     : Bunuh saja dia, Mas! Tunjukkan kalau ajaranmu tak sekedar mengada-ngada.

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN BERTERIAK) Ajaran sialan!

PEREMPUAN III     : Bunuh saja dia, Mas! Biar Tuan Besarnya keluar dari persembunyiannya.

LAKI-LAKI II           : Kau bakal mati di tanganku, Mat!

MAT HALIM            : (SEMAKIN MARAH) Banyak bicara kau.

 

MAT HALIM LANGSUNG MENYERANG LAKI-LAKI II DENGAN BEBERAPA JURUS, DAN BERHASIL DITEPISNYA DENGAN BAIK. MAT HALIM MENINGKATKAN SERANGANNYA, SEHINGGA BERULANG KALI BERHASIL MENENDANG DAN MEMUKUL LAKI-LAKI II. LAWANNYA MENJADI MURKA, DIA SEMAKIN BERJIBAKU DENGAN SERIUS MEMBUAT MAT HALIM KEWALAHAN, DAN BEBERAPA KALI TERKENA PUKULAN MAUPUN TENDANGAN SECARA BERUNTUN.

 

PADA SAAT BERSAMAAN KETIGA PEREMPUAN ITU YANG TENGAH MENYAKSIKAN PERTARUNGAN ITU DISEKAP KE BELAKNG PERTUNJUKAN OLEH TIGA ORANG YANG MENUTUP SEBAGIAN WAJAHNYA. DI SISI LAIN, MAT HALIM MULAI MENDOMINASI PERTARUNGAN, SEHINGGA AKHIRNYA MEMENANGKAN PERTARUNGAN. MAT HALIM HENDAK MEMBUNUH LAKI-LAKI II, SEKETIKA TERDENGAR TERIAKAN SEORANG ABAH.

 

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Kalau kau bunuh dia, abah tak segan-segan membunuhmu Mat.

MAT HALIM            : (KAGET) Kau tak takut dengan Tuan Besar?

SEORANG ABAH    : Abah hanya takut pada Tuhan, dan aku menyesal agar memintamu untuk menikahinya.

MAT HALIM            : Tanpa disuruh pun aku sudah lama menaruh hati kepadanya. (JEDA) Selama ini tubuhnya selalu kunikmati, tapi cintanya tak pernah kurasakan. Kata Tuan Besar itu adalah dosa besar.

SEORANG ABAH    : Ajaran apa lagi yang Tuan Besarmu katakana kepadamu, Mat?

MAT HALIM            : (KESAL) Kau jangan meledeknya. Kau seorang pendatang.

SEORANG ABAH    : Lalu?

MAT HALIM            : Tuan Besar lebih mudah membunuhmu.

SEORANG ABAH    : Kau lapor saja pada Tuan Besarmu, bilang kalau aku menantangnya.

MAT HALIM            : Kena kwalat kau.

SEORANG ABAH    : Justru dia kwalat, karena berani mempermainkan Negara, mempermainkan Tuhan.

MAT HALIM            : Apa maksudnya?

SEORANG ABAH    : Ini tanah Negara.

MAT HALIM            : Lalu?

SEORANG ABAH    : Bebaskan dia, atau kubawa kau  ke penjara!

MAT HALIM            : Tuan besar tak pernah takut menghadapi sel jeruji.

SEORANG ABAH    : Bilang kepadanya, hadapi aku kalau tak mau mengikuti jejak bapaknya.

MAT HALIM            : Bapaknya seorang Godfather, penjara hanyalah kamulase saja, dan dia adalah segalanya bagi kami.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN BERTERIAK DAN SERIUS) Mau hari ini atau selamanya mati kau?

 

SEKETIKA MAT HALIM TERLIHAT TAKUT, DAN DENGAN SENDIRINYA DIA MELEPASKAN LAKI-LAKI II.

 

SEORANG ABAH    : (KEMBALI TENANG) Abah sudah tahu semuanya, rupanya kau itu lebih biadab dari Tuan Besarmu, si tuna wicara sudah kasih tahu abah semuanya. Kau kira telinganya hanya berfungsi samar-samar, padahal jelas kedua telinganya berfungsi dengan baik, sama dengan kita, dia tahu semua rencanamu, dia tahu semua akal busukmu. Rencana kau itu gagal, Mat. (JEDA) Tak lama lagi mereka akan datang. Kau sia-sia menyusun semua ini, Mat. Abah lebih tidak takut menghadapi kematian, karena abah sudah lama mengalami ini semua, Mat. (LAKI-LAKI II TERLIHAT BINGUNG KARENA KETIGA PEREMPUAN ITU TAK TERLIHAT) Jangan panik, nyantai saja! Mereka pasti selamat, karena aku ini Tuan Besarnya.

MAT HALIM            : Jangan kau bermimpi kau, Bah!

SEORANG ABAH    : Aku selalu bermimpi, Mat. Bahkan kematian juga seringkali kuimpikan.

MAT HALIM            : (SEMAKIN MARAH) Setan kau!

SEORANG ABAH    : Tapi lebih setan Tuan Besarmu.

MAT HALIM            : (SANGAT MARAH) Bajingan.

 

MAT HALIM MENJADI MARAH, DIA HENDAK MENYERANG SEORANG ABAH YANG DENGAN CEPAT MENGHINDAR, BERSAMAAN ITU TERDENGAR TERIAKAN.

 

15

DARI LUAR ARENA PERTUNJUKAN KETIGA PEREMPUAN BERLARI KETAKUTAN MEMINTA TOLONG DAN LANGSUNG BERLINDUNG DI BALIK ABAH.

 

PEREMPUAN I, II, III         : (SANGAT TAKU) Tolong, tolong, tolong!!!  Tolong aku, Bah!

SEORANG ABAH    : (MENGANCAM) Kalau kalian berani mendekat, aku tak segan-segan membunuh kalian, (BERUSAHA TENANG) tapi kalau masih berdiam diri di sana, penjara adalah imbalan kalian.

 

SEORANG ABAH SEKETIKA MENGELUARKAN CLURIT DARI BALIK PUNGGUNGYA MEMBUAT KETIGA PEREMPUAN ITU KAGET DAN TAKUT, MAT HALIM BERUSAHA KABUR, NAMUN DISERGAP SEKETIKA OLEH LAKI-LAKI II, DENGAN BAHASA ISYARAT YANG BERUSAHA MEMAKSAKAN BICARA DENGAN TUJUAN MELEDEK.

SEORANG ABAH    : Kau keterlaluan Mat, apa salah mereka sehingga kau mau menjual ke Negara lain? (JEDA) Apa salah mereka sehingga kau biarkan bangsamu jadi barang rongsokan bangsa lain? Apa salah mereka sehingga kau jajah bangsamu sendiri? Apa salah mereka sehingga tak memberikan kemerdekaan buat mereka?

MAT HALIM            : Tuan besar yang menyusun skenario ini, Bah.

SEORANG ABAH    : Lagi-lagi Tuan Besar yang kau bicarakan, padahal dia tak pernah ada, lagi-lagi  kau tuduh Tuan besar sebagai biang keladinya, padahal bisa jadi ini akal-akalanmu saja biar semua orang takut denganmu, biar semua orang tunduk kepadamu.

 

KETIGA PEREMPUAN ITU LANGSUNG BERGEGAS HENDAK MENCAKAR MAT HALIM SEMBARI MENGUMPAT, NAMUN SEORANG ABAH SEKETIKA MENAHANNYA.

 

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Tahan! Biarkan abah menyelesaikan masalah ini dengannya.

PEREMPUAN II       : Aku menyesal hendak menikahkan adikmu denganmu, mulai hari ini aku bersumpah demi Tuan Besarmu tak akan pernah memaksanya menikah denganmu.

PEREMPUAN I        : Sekarang terbukti kan Mbak, kalau laki-laki yang kucintai lebih beradab ketimbang dirinya, aku sudah tak memerlukan lagi tempat kependudukan yang jelas, aku sudah tak membutuhkan lagi RT dan RW, selama aku selalu bersamanya.

PEREMPUAN II       : (TERDIAM SEJENAK) Terserah kalau itu pilihanmu. Dan kau Mat, aku masih terima kau menjual tubuhku pada bangsa kita sendiri, tapi sampai matipun aku tak akan pernah menjual tubuhku pada bangsa lain. Camkan itu, Mat!

MAT HALIM            : Silahkan kalian mengumpatku, tapi ini semua atas rancangan skenarionya.

SEORANG ABAH    : (KAGET) Rancangan apa?

MAT HALIM            : (BINGUNG) Bukannya kau yang merancang ini, Tuan Besar?

 

SEMUA PENGHUNI RUMAH BEDENG SANGAT KAGET MENDENGARNYA, PANDANGANNYA TERFOKUS PADA SEORANG ABAH.

 

SEORANG ABAH    : (SANGAT KAGET) Kau memfitnahku, Mat. Kalian jangan mempercayai ucapannya!

MAT HALIM            : Kau pura-pura tidak tahu, Tuan Besar?

SEORANG ABAH    : Aku pendatang di sini, Mat.

MAT HALIM            : (MARAH) Kau jangan bermain sandiwara lagi, Tuan Besar! Pertunjukan hampir selesai.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN KAGET) Aku tak pernah bermain sandiwara ini, Mat.

MAT HALIM            : Dari awal kau sudah merancang pertunjukan ini, dan semuanya berjalan baik.

SEORANG ABAH    : (MARAH) Kau memfitnhaku, Mat! Abah bukan Tuan Besar.

MAT HALIM            : Kau pintar sekali, Tuan Besar.

SEORANG ABAH    : (MARAH) Aku bukan Tuan Besarmu.

MAT HALIM            : Jangan bermain sandiwara lagi, kita akhiri pertunjukan ini.

SEORANG ABAH    : (SANGAT MARAH) Abah bukan Tuan Besarmu.

MAT HALIM            : (TERTAWA) Hahahaha…Kau tuan besarku, yang selalu kubicarakan, dan selalu kujunjung tinggi.

SEORANG ABAH    : (SANGAT MARAH) Abah bukan tuan besarmu!

 

SEORANG ABAH HENDAK MENYERANG DENGAN CLURITNYA, NAMUN DENGAN CEPAT MAT HALIM MENJUNGKALKANNYA SEHINGGA TERJATUH. MAT HALIM HENDAK KABUR, NAMUN  LAKI-LAKI I DENGAN SEKUAT TENAGA BERUSAHA MENAHAN LAJU KAKINYA. MESKIPUN MENDAPAT INJAKAN, DIA SEMAKIN SEKUAT TENAGA MENARIKNYA MEMBUAT SEORANG ABAH MELARANG.

 

SEORANG ABAH    : (TENANG) Biarkan saja dia kabur, Tuan Besar!

 

LAKI-LAKI II, DAN KETIGA PEREMPUAN YANG SEDARI TADI BINGUNG, MALAH SEMAKIN BINGUNG DAN KAGET MENDENGARNYA. MAT HALIM LEPAS DARI TERKAMAN LAKI-LAKI I DAN KELUAR.

 

SEORANG ABAH    : Kenapa kalian kaget kalau abah memanggilnya Tuan Besar?

PEREMPUAN II       : Katakan sesungguhnya siapa Tuan Besar itu?

SEORANG ABAH    : (TENANG) Seumpama abah Tuan Besar yang selalu Mat Halim banggakan?

PEREMPUAN II       : Aku tak mempercayainya.

PEREMPUAN III     : Aku juga tak akan mempercayainya.

PEREMPUAN I        : Apalagi aku. Aku paling lama mengenalmu, Bah. Kau itu Nabi Hidzir, bukan Tuan Besar.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN TENANG) Kalau kenyataan ini benar?

PEREMPUAN I        : (MARAH) Aku akan membencimu.

PEREMPUAN III     : Mungkin aku juga.

PEREMPUAN II       : (MARAH) Itu artinya kau mau menjajah bangsamu sendiri?

PEREMPUAN I        : (MARAH) Kau mau menjual kami pada bangsa lain?

PEREMPUAN III     : (MARAH) Dan kami tak menerima upah sepeserpun?

PEREMPUAN II       : Kami hanya mendapat makan buat bertahan hidup?

LAKI-LAKI II           : Kalau semua itu benar, aku akan membunuhmu.

PEREMPUAN III     : (MARAH) Kau tak layak hidup.

PEREMPUAN I        : (SEMAKIN MARAH) sekarang katakan  siapa Tuan Besar sesungguhnya?

SEORANG ABAH    : Kalau dia, abah bilang Tuan Besar?

PEREMPUAN I        : Mungkin.

PEREMPUAN II       : Bisa jadi.

PEREMPUAN I        : Karena dari awal dia belum pernah menjadi Nabi Hidzir.

PEREMPUAN II       : Dia juga belum pernah menjadi malaikat.

PEREMPUAN III     : Dia juga belum pernah menjadi Tuhan.

LAKI-LAKI II           : (TERSENYUM) Kalau dia Tuan Besar, aku tak akan membencinya.

PEREMPUAN III     : Paling aku hanya mewaspadainya.

SEORANG ABAH    : (TEGAS) Dia memang Tuan Besar.

PEREMPUAN I        : Benar, Bah?

SEORANG ABAH    : Dia yang merancang semuanya.

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN KAGET) Benar, Bah?

SEORANG ABAH    : Dia yang meminta kita menjadi marjinal.

PEREMPUAN III     : (SEMAKIN PENASARAN) Benar, Bah?

SEORANG ABAH    : Dia yang meminta kita jual kemarjinalan.

PEREMPUAN II       : (SEMAKIN PENASARAN) Benar, Bah?

SEORANG ABAH    : Tunggu sebentar saja, karena tak lama lagi tujuannya di pertunjukan ini akan menjadi kenyataan.

 

SEMUA PENGHUNI RUMAH BEDENG KAGET MEDENGARNYA, SEORANG ABAH HANYA TERDIAM MERENUNGI NASIB, KEMUDIAN DIA BERSOLILOQUI.

 

16

PERENUNGAN ABAH DI HADAPAN MEREKA SEMUA.

 

SEORANG ABAH    : Mungkin sebentar lagi, Tuan Besar akan datang, Tuan yang kita agung-agungkan selama pertunjukan berlangsung, mungkin Tuan Besar itu abah sendiri, atau si tuna wicara ini. (JEDA) Mungkin Tuan Besar dengan kekuasaannya yang sudah turun temurun akan singgah ke sini. Kalau saja semua orang tidak punya hutang budi pada bapaknya, mungkin juga mereka tak akan pernah patuh, mungkin juga mereka tak pernah takut. (JEDA) Bukankah pekerjaan halal sudah menjadi jaminan orang hidup? Lalu bagaimana dengan bangsa ini, yang  diperjualbelikan pekerjaannya dari Tuan Besar, mereka rela menjual tanah lapangnya demi kedudukan, mereka rela menjual hasil ternak dan panennya demi sebuah seragam. (JEDA) Apa masih bermakna jadi  barang halal, atau apa sudah bermakna haram? Tak ada yang  pasti, karena kepastian milik Tuhan.

 

DIA MENANGIS SEDEMIKIAN RUPA. TAK LAMA KEMUDIAN SEORANG ABAH MENJULURKAN CEK KEPADA LAKI-LAKI II.

 

SEORANG ABAH    : Ini uang satu milyar buatmu, kau  aku kasihani karena selalu kekurangan fisik selama hidupmu, kau juga seorang marjinal yang tak punya rumah, yang RT RWnya nol, (JEDA) itu hasil semua investasi bertahun-tahun, hanya buatmu, jangan beli seragam atau kedudukan, mungkin sebentar lagi semua orang akan mengasihanimu, Tuan Besar. (JEDA) Bukankah itu  tujuanmu, Tuan Besar?

 

LAKI-LAKI I HANYA TERDIAM BINGUNG.

 

17

KAKAK BERADIK PELAN-PELAN BERUSAHA MENDEKATI SEORANG ABAH YANG SEDARI TADI CUKUP BERJAUHAN JARAKNYA.

 

PEREMPUAN II       : Sebenarnya aku dengan adikku bisa berlari ke tempat lain, karena masih banyak orang yang mau menyelamatkan kami, (JEDA) tapi kami lebih memilih ke sini, karena aku yakin kalau abah pasti mau menolong. Sekarang aku tak peduli lagi, abah Tuan Besar atau bukan, tak penting bagiku, (JEDA) yang penting abah buat aku Nabi Hidzir. Aku semakin meyakini kalau bukan abah yang mau menjual kami.

SEORANG ABAH    : Apa yang kau tahu soal abah?

PEREMPUAN I        : Kemerdekaan.

PEREMPUAN II       : Abah belum merdeka.

SEORANG ABAH    : Kalau abah belum merdeka, bagaimana mungkin abah memberikan uang sebanyak itu kepadanya?

PEREMPUAN I        : Tidak, abah hanya memainkan sandiwara, (JEDA) kami mau menyalamatkan, karena abah sudah banyak membantu.

SEORANG ABAH    : Pergilah, tinggalkan abah di sini!

PEREMPUAN I         : Tidak, kami akan selalu bersama abah.

SEORANG ABAH    : Menjadi marjinal selamanya?

PEREMPUAN II       : Marjinal adalah ciptaan.

PEREMPUAN I        : Marjinal adalah rekayasa kekuasaan.

PEREMPUAN II       : Marjinal adalah alat propaganda politik.

PEREMPUAN I        : Sebuah kota butuh kemiskinan.

SEORANG ABAH    : Sebuah bangsa butuh kemelaratan.

PEREMPUAN II       : Karena itu abah ada.

PEREMPUAN I         : Karena itu abah lahir dan diciptakan.

SEORANG ABAH    : (KESAL) Pergi! Biarlah aku menanggung masalah ini.

LAKI-LAKI II           : Kalau mereka tak peduli siapa tuan besar sesungguhnya, abah atau dia, (JEDA) berarti aku juga tak harus peduli.

PEREMPUAN III     : Begitu juga aku. Tuan Besar bisa menjadi nabi Nabi Hidzir atau bukan, bahkan bisa menjadi setan sekalipun.

LAKI-LAKI II           : Izinkan aku juga memahami ajaranmu.

PEREMPUAN III     : Izinkan aku belajar agamamu.

LAKI-LAKI II           : Izinkan aku belajar kitab sucimu.

PEREMPUAN III     : Aku memang tak kenal lama denganmu, Bah, tapi abahlah Tuan Besar yang agung, bukan Tuan Besar yang bejat.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN TENANG) Tuan Besar sesungguhnya adalah dia. Sumpah demi demi Tuhan. Uang yang kuberikan adalah uangnya, bukan uangku. Sekali lagi atas nama Tuhan, yang kukatakan ini benar. (MENUNJUK PADA LAKI-LAKI I)

 

PENGHUNI RUMAH BEDENG SANGAT KAGET MENDENGAR SUMPAHNYA, YANG SELAMA PERTUNJUKAN INI SELALU DIUCAPKANNYA.

 

 

18

HALILINTAR MENYAMBAR, SEORANG ABAH MENGALUNGKAN CLURIT KE LEHERNYA. KONTAN SEMUANYA SEMAKIN KAGET, TAK TERKECUALI LAKI-LAKI I. TAK LAMA KEMUDIAN HUJAN TURUN CUKUP LEBAT.

 

PEREMPUAN I        : (BERUSAHA MENDEKATI SEORANG ABAH) Jangan lakukan, Bah! Aku mohon, tugasmu belum selesai!

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Jangan mendekat! (PEREMPUAN I MUNDUR) Abah sudah selesai.

PEREMPUAN II       : Aku mohon, jangan lakukan! Kami belum merdeka.

SEORANG ABAH    : Kalian sudah merdeka.

PEREMPUAN II       : Tidak, kalau abah belum merdeka, bagaimana mungkin aku merdeka?

PEREMPUAN III     : Tolonglah, Bah!(BERUSAHA MENDEKATI ABAH)

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Jangan mendekat!

LAKI-LAKI II           : Aku datang ke sini karena kesoktahuanku.

PEREMPUAN III     : Kami sama sekali asal bicara.

LAKI-LAKI II           : Aku seorang tersesat.

PEREMPUAN III     : Aku juga seorang pelarian.

LAKI-LAKI II           : Tak jelas aku datang ke sini.

PEREMPUAN III     : Yang penting aku selamat.

LAKI-LAKI II           : Aku diburu dengan hutang sana-sini.

PEREMPUAN III     : Aku selalu menemani hutang piutangnya.

LAKI-LAKI II           : Karena dia ikut makan hasil dari hutang piutangku.

PEREMPUAN III     : Hidup memang materialisme.

LAKI-LAKI II           : Aku hanya memanfaatkan kesempatan.

PEREMPUAN III     : Aku akan mendukung orang yang sekiranya membela kami.

LAKI-LAKI II           : Aku akan mendukung siapa yang berkuasa.

PEREMPUAN III     : Di tanah manapun.

LAKI-LAKI II           : Tapi hari ini aku mendapatkan pelajaran.

PEREMPUAN III     : Kesalahan harus ditebus dengan kematian.

SEORANG ABAH    : (SEMAKIN TENANG) Abah belum tentu salah.

PEREMPUAN III     : Justru itu, aku semakin mendapatkan pelajaran.

LAKI-LAKI II           : Belum ditentukan berdosa pun abah harus mati.

PEREMPUAN III     : Sayangi nyawa abah, aku ingin sekali berbicara yang benar, ajari aku bicara!

SEORANG ABAH    : Tapi bicaramu benar, kadang menjadi setan yang terkutuk sangat di perlukan buat zaman edan ini.

LAKI-LAKI II           : Tidak, apa yang kulakukan itu salah.

PEREMPUAN III     : Tolonglah! Ajakarkan aku kebenaran, ajarkan aku kedekatan pada Tuhan.

SEORANG ABAH    : (MENGISAYARAKATKAN PADA LAKI-LAKI II) Bersujudlah pada Tuan Besarmu, sebentar lagi dia yang mengajarkan kepada kalian semua.

LAKI-LAKI II           : (BERTERIAK SEMBARI MENDEKAT) Aku sudah tak peduli peduli siapa  Tuan Besarku.

SEORANG ABAH    : (BERTERIAK) Jangan mendekat!

 

SEORANG ABAH MAU BUNUH DIRI, TANGANNYA HENDAK MENARIK LEHERNYA DARI ATAS BATANG POHON, NAMUN SEKETIKA SEORANG ABAH TERPAKU. PANDANGANNYA PUN KOSONG.

 

SEORANG ABAH    : (TERTEKAN) Menjadi marjinal nampaknya menyenangkan ketimbang mati.

 

19

SEORANG ABAH, DAN PENGHUNI RUMAH BEDENG LAINNYA SEKETIKA DIKAGETKAN DENGAN KEMUNCULAN SEORANG JURU KAMERA DAN REPORTER KE ARENA PERTUNJUKAN.

 

REPORTER              : Saudara, kini anda tengah menyimak liputan update, bersama saya, Krisnie Ditta, melaporkan langsung dari tanah terlarang yang sudah disita Komisi Kelompok Koruptor, yang masih dibangun sebuah rumah bedeng, dan sebelumnya sudah dilaporkan beberapa tempat usaha lainnya yang juga sudah tersita oleh 3K. (JEDA) Konon katanya hal ini semua atas perintah Tuan Besar.

Dan di tanah terlarang ini, ada seorang tuna wicara yang belakangan ini menjadi perbincangan di sosial media, karena hidup di tanah terlarang bersama para pelacur dan para marjinal lainnya, (JEDA) bahkan salah  seorang Tuan Besar hendak memperjual belikan perempuan Indonesia ke Negara lain. Pertanyaannya saudara, apakah ini cermin sifat bangsa? Kita sebagai bangsa perlu proaktif dengan kedaulatan NKRI. (TERUS BERGERAK KE LAKI-LAKI I) Saudara tahu kalau lelaki ini yang sedang berhasil menerima sumbangan sekitar 1 Trilyun rupiah dari bangsa-bangsa di seluruh dunia, karena berhasil mengungkap kejahatan trafficking di kota ini, dia pahlawan bangsa ini.

 

PEREMPUAN I, II, III & LAKI-LAKI II CUKUP KAGET MENDENGARNYA, BEGITU JUGA DENGAN LAKI-LAKI I, DIA SANGAT KAGET SEKALIGUS SENANG.

 

20

SEORANG ABAH SEKETIKA TERTAWA BERBAHAK-BAHAK.

SEORANG ABAH    : (TERTAWA) Hahaha….Benar kan apa yang kukatakan, kalau dia akan menjadi Tuan Besar sesungguhnya.

TAK LAMA KEMUDIAN TERDENGAR SUARA DARI LUAR ARENA PERTUNJUKAN YANG SALING BERSAHUT: “TUAN BESAR DATANG, TUAN BESAR DATANG, TUAN BESAR DATANG.” JURU KAMERA LANGSUNG MENGARAHKAN KAMERANYA KE ARAH TUAN BESAR, SEMUA PENGHUNI RUMAH BEDENG KAGET.

TUAN BESAR          : (BERAPI-API) Ini sama sekali fitnah, aku tak pernah memberikan perintah ini sama sekali, banyak orang mengatasnamakan mengenalku, banyak orang mengatasnamakan kekuasan, banyak orang menjual nama kyai dan mejelekkannya, (JEDA) aku lahir dari ketuurunan seorang syaich, mana mungkin aku melakukannya, justru aku mencoba untuk memakmurkan kesejahteraan keluarga-keluarga miskin. (JEDA) Mulai hari ini, aku akan membeli tanah lainnya untuk orang-orang miskin yang ada di kota ini, aku berjanji akan membangun rumah-rumah kaya untuk menghapuskan kemarjinalan ini. (MEMPERLIHATKAN BUKTI-BUKTI KEJAHATAN) Dalam dokumen ini menunjukkan kalau aku tak pernah melakukan kesalahan, ada yang memanfaatkan namanya. ( MENYERAHKAN DOKUMEN RAHASIA ITU) Ini mbak, kau bisa melihatnya untuk disebarkan ke seluruh pelosok tanah ini, bahwa aku tak melakukan kesalahan.

REPORTER              : Saudara, masih bersama saya, melaporkan langsung dari tanah lapang sekitar 1 km keluar dari pintu tol Suromadu, rupanya Tuan Besar menganggap bahwa ini satu hal yang luar biasa, ada yang mencatutut namanya, dan di tangan saya ada sejumlah bukti pencatutan nama Tuan Besar, (JEDA) justru saudara dengan bukti-bukti ini  menunjukkan bahwa Tuan Besar ini seorang pemimpin yang patut dicontoh oleh Tuan Besar lainnya, bebaskan marjinal. (JEDA) Sekian laporan update, Krisnie Ditta dan Freejhon Leky melaporkan dari Madura. (KE TUAN BESAR) Maaf Tuan besar, kami harus segera pergi, karena harus meliput Tuan Besar lainnya.

TUAN BESAR           : Terima kasih, sudah masuk kan transferanku?

 

REPORTER DAN JURU KAMERANYA HANYA TERSENYUM, MEREKA BERDUA KELUAR.

 

21

SEKETIKA TUAN BESAR, PEREMPUAN I, II, III & LAKI-LAKI I, II TERTAWA BERBAHAK-BAHAK. SEORANG ABAH MELEPASKAN IKATANNYA, WAJAHNYA TERLIHAT DINGIN DAN KAKU DI TENGAH KEBAHAGIAAN MEREKA, YANG SALING BERPELUKAN DAN BERSALAMAN.

 

TUAN BESAR          : (BERBAHAGIA) Kalian sungguh luar biasa dengan memainkan sandiwara ini cukup baik, popularitasku akan semakin meningkat,  kekuasaanku akan semakin menjulang dengan kemarjinalan ini,                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   JEDA) kemarjinalan bisa dijadikan politik kekuasaan, kemarjinalan bisa dimainkan, kemarjinalan bisa dimainkan sebagai panggung pertunjukan, kemarjinalan bisa dibalut dengan percintaan. Cinta manusia kepada manusia lainnya, atau cinta pada Tuhannya, cinta pada Nabinya maupun cinta pada malaikatnya.

SEMUA PENGHUNI RUMAH BEDENG, KECUALI SEORANG ABAH DAN LAKI-LAKI II TERLIHAT RIUH UNTUK MEMINTA JABATAN DAN KEDUDUKAN TINGGI DI PEMERINTAHANNYA KARENA SUDAH MEMENUHI KEINGINAN TUAN BESAR DENGAN MELANGGAR BANYAK ATURAN, TERUTAMA NORMA AGAMA.

 

PEREMPUAN II       : Naikkan jabatanku sebagai kepala dinas pariwisata, Tuan.

PEREMPUAN III     : Begitu juga aku, cukup sebagai sekretaris Tuan Besar kiranya aku sangat berbahagia.

PEREMPUAN I        : Aku hanya memohon janji yang kau tawarkan untuk mengangkatku sebagai pegawai negeri, bukan tenaga honorer saja selama setahun ini.

PEREMPUAN II       : Benar, Tuan. Kami semua sudah setia kepada Tuan Besar.

LAKI-LAKI III          : Aku tak mau muluk-muluk, penuhi saja janji Tuan Besar dengan menjadikan aku kepala bagian di dinas kesehatan. Sebab percuma bagiku, menyelesaikan tesisku dengan predikat terbaik kalau hanya menjadi budak biasa, Tuan.

PEREMPUAN III     : Kita sudah banyak melanggar aturan, Tuan Besar.

PEREMPUAN I         : Terutama norma agama, demi kau Tuan Besar.

PEREMPUAN II       : Demi kedudukanmu.

LAKI-LAKI I : Karenanya kami menagih janjimu.

TUAN BESAR          : Tenang, tenang, aku tak pernah ingkar janji, aku akan memenuhi semua keinginan kalian. Sekali lagi terima kasih. (JEDA) Untuk mencapai kedudukan yang paling abadi, memang diperlukan perjuangan yang sangat besar, kalian rela menjual tubuhmu demi orang lain yang tak pernah  dicintainya, kalian rela bersenggama dengan orang-orang yang bukan mahramnya, sekali lagi begitulah ciri kekuasaan. (JEDA) Karenanya aku akan mengabulkan semua permintaanmu.

LAKI-LAKI II, dll     : Terima kasih, Tuan Besar.

LAKI-LAKI I : Selamat Tuan, kau seorang Tuan Besar yang hebat.

 

PENGHUNI RUMAH BEDENG LAINNYA SEKETIKA KAGET MELIHAT LAKI-LAKI II YANG BISA BERBICARA DENGAN BAIK.

 

TUAN BESAR          : Kau juga berbakat jadi Tuan Besar sesungguhnya.

PEREMPUAN I         : Jadi kau itu mempermainkan kami?

TUAN BESAR          : Aku yang memintanya, dan sengaja aku tak memberitahukannya pada kalian, dia seorang aktor watak yang kusewa di sekolah tinggi kesenian. Berbeda dengan kalian semua yang duduk di belakang meja, mengetik berbagai macam laporan, tapi tetaplah berada di bawah kekuasaanku, istilahnya kau masih budak-budakku.

SEMUA PENGHUNI RUMAH BEDENG SALING PANDANG MELIHATNYA.

 

PEREMPUAN II       : Aktor watak sialan.

PEREMPUAN III      : Tahi.

LAKI-LAKI I            : Bangsat.

SEORANG ABAH    : Abah mundur dari sandiwara ini.

 

PENGHUNI RUMAH BEDENG  SANGAT KAGET MENDENGARNYA.

TUAN BESAR          : Ada masalah apa lagi, Tuan? (JEDA) Mari kita rayakan kemerdekaan ini, segalanya menjadi halal, apapun kejahatannya bisa diciptakan, untuk keduniaan kita sendiri, untuk cinta pada tubuh kita sendiri, untuk cinta pada keluarga kita sendiri. Ayolah, jangan sensitif pada keadaan, sebentar lagi akan banyak media yang akan berdatangan, meliput kesejahteraan kita bersama. (JEDA) Sebentar, sebentar, mari kita rayakan kebahagiaan ini dengan bersulang. Mat Halim sebentar lagi akan akan membawa kebahagiaan yang lebih besar.

SEORANG ABAH    : (MARAH) Aku merasa kalau kita sudah menipu bangsa kita sendiri, aku merasa berdosa kalau kita sudah mempermainkan bangsa kita sendiri, kita berdosa karena menjual kemarjinalan lewat pop culture, lewat kebudayaan dari sebuah peradaban baru,

(JEDA) sementara kita bersenang-senang dan menikmati penderitaan mereka. Apa yang kita lakukan tak lebih dari sebuah kebiadaban, sementara baru saja orang menganggapku sebagai Nabi Hidzir, setelah sebagai Tuan Besar, ada juga yang menyebutku sebagai malaikat, atau setan yang terkutukpun aku sudah perankan, (JEDA) tapi nurani sebagai rakyat jelata selalu ada dan tumbuh bertahun-tahun lamanya. Selama ini aku sudah mengabdi pada keluargamu bertahun-tahun, aku cukup setia memenuhi semua keinginan dinastimu. Tapi aku semakin merasa sebagai seorang  penghianat. Apakah aku bukan menjadi laknat terhadap rakyat jelata? Dan kita menghamba pada Tuan Besar nan agung?

 

MAT HALIM MUNCUL MENARI-NARI MEMBAWA MINUMAN DAN BEBERAPA GELAS, LALU MENUANGKANNYA SATU PERSATU.

 

MAT HALIM            : (SINIS) Ayo kawan, kita rayakan ini semua! Jangan pikirkan rakyat jelata itu.

TUAN BESAR          : Benar, benar, benar apa yang dikatakan Mat Halim, rakyat jelata tak perlu dipikirkan, kita sudah memenangkannya.

 

MAT HALIM  MINUM TERLEBIH DULU, DIA MENARI DAN BERJINGKRAK-JINGKRAK, DISUSUL PEREMPUAN I, II, III, BEGITU JUGA LAKI-LAKI I & II, KEMUDIAN TUAN BESAR IKUT MENENGGAK DAN MENARI SEIRING DENGAN MUSIK DJ YANG MENGAKHIRI PERTUNJUKAN.

TUAN BESAR          : (BERTERIAK KERAS) DJ Una, ayo mainkan musiknya!!!!

 

MAT HALIM PUN MEMAKSA SEORANG ABAH AGAR MENENGGAKNYA. MUSIK SEMAKIN MENGERAS, MEREKA SEMAKIN BERJINGKRAK-JINGKRAK MENGIKUTI DENTUMAN MUSIK, HUJAN PELAN-PELAN REDA, MEREKA SEMAKIN MENENGGAK MINUMAN HINGGA TAK LAMA KEMUDIAN SATU PERSATU SEKARAT DAN KELUAR BUSA DARI MULUTNYA, SEIRING ITU MUSIK DIGITAL OFF. CAHAYA SEKETIKA MENGARAH PADA MAT HALIM TERBANGUN  PELAN-PELAN SEMBARI TERSENYUM.

 

MAT HALIM            : Kalau Tuan Besar menganggap bahwa sandiwara ini dari kemarjinalan sebagai alat popularitasmu, itu adalah kebodohan. (JEDA) Kau boleh mencatat bahwa bangsaku menjadi marjinal, kau boleh mencatat kalau bangsa di kota ini bodoh dan mudah dikelabui, tapi aku akan selalu melawan orang-orang sepertimu, masih ada orang bernurani yang tak bisa dibeli dengan apapun, (JEDA) teori yang sering kau katakan menjadi sia-sia. Pikiran kaum kafir meracuni otakmu,  aku sudah merdeka, Tuan!

Dia sudah memberiku kemerdekaan melalui kemarjinalan yang dicatatnya, Tuan Besar. Sekali lagi kuingatkan tak selamanya kaum intelektual seperti mereka dan aku bisa kau beli dengan uangmu, kami tetaplah menjadi bangsa yang cerdas sesungguhnya, Tuan. (JEDA) Aku dan mereka setia mendengar rancangan skenariomu, duduk di ruang rapat besar seperti para budak kafir, menyusun langkah-langkahmu, menjadi orang marjnal, mengundang media sebagai cara politik kekuasaanmu, memainkan sandiwara dari awal hingga akhir pertunjukan, yang mungkin banyak membuat orang tak mengerti, ada apa gerangan? Siapa aku, siapa mereka? Siapa kau sesungguhnya?

(JEDA) Tapi kau tak pernah tahu, apa yang kurasakan ketika kau memintaku sebagai mucikari sialan, aku seperti mencabik-cabik agamaku sendiri, Tuan.  Meskipun ini sandiwara yang kau rancang, seolah-olah kau adalah pahlawan semua ini, dan kami semua adalah pelaku kejahatan. Diam-diam aku berencana lain, Tuan.  Ternyata kau lebih bodoh dari pada mereka, Tuan. Ada yang kau titipkan buat Bangkalan masa depan? (TERSENYUM KECIL)

 

TUAN BESAR DAN PENGHUNI RUMAH BEDENG LAINNYA MATI SATU PERSATU. LAMPU MATI, PERTUNJUKAN SELESAI.

 

 

 

 

Bangkalan, Januari 2016

 

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun