Tingkat sedentary lifestyle rendah yaitu perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di depan komputer, membaca, bermain game, dan menonton TV selama kurang dari 2 jam (Fajanah, 2018). Dilaporkan bahwa seseorang dengan aktivitas harian paling sedikit, dan menggantikan waktu duduk 30 menit dengan aktivitas ringan akan mengurangi risiko kematian sebesar 14%. Sedangkan bila digantikan dengan aktivitas fisik sedang hingga berat akan mengurangi risiko kematian sebesar 45%. Departemen Kesehatan Pemerintah Australia merekomendasikan untuk anak-anak usia 5-17 tahun, perilaku menetap di depan layar untuk hiburan (sedentary lifestyle) harus dibatasi hingga 2 jam sehari dan mereka disarankan untuk terlibat dalam interaksi serta pengalaman sosial yang positif (Park et al., 2020).
b) Sedentary lifestyle sedang
Pada tingkat ini, perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di depan komputer, membaca, bermain game, dan menonton TV selama 2-5 jam (Fajanah, 2018). Seseorang yang menonton televisi selama 4 jam sehari memiliki risiko kematian 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang menonton televisi selama <2 jam sehari (Park et al., 2020).
c) Sedentary lifestyle tinggi
Perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di depan komputer, membaca, bermain game, dan menonton TV selama lebih dari 5 jam (Fajanah, 2018). Seseorang yang menonton televisi selama 6 jam sehari memiliki risiko kematian 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang menonton televisi <2 jam sehari (Park et al., 2020). Selain itu,remaja dengan sedentary lifestyle lebih dari 6 jam per hari memiliki risiko 2,27 kali untuk mengalami hipertensi obesitik (Oematan & Oematan, 2021).
5.Perilaku Sedentary Lifestyle
Beberapa perilaku sedentary yang pada umumnya dilakukan oleh remaja adalah sebagai berikut (Amini, 2016).
a) Menonton televisi
Menonton televisi yang dilakukan dengan posisi duduk atau berbaring memiliki nilai energi expenditure 1.0 METs. Energi expenditure akan semakin rendah apabila waktu yang digunakan untuk menonton televisi semakin lama. Menonton televisi juga akan berpengaruh pada perilaku makan yang akhirnya memicu terjadinya obesitas. Hubungan tersebut berkaitan dengan adanya makanan dan minuman yang dikonsumsi selama menonton televisi. Menonton televisi yang diikuti dengan makan (snack) akan menunda rasa kenyang dan sinyal rasa kenyang berkurang, sehingga menyebabkan tingginya asupan makan selama menonton televisi. Pada umumnya, jenis makanan yang dikonsumsi remaja saat menonton televisi adalah makanan yang tinggi kalori, tinggi kolesterol, dan rendah serat. Perilaku tersebut terkombinasi dengan rendahnya energy expenditure saat menonton televisi yang akan menyebabkan obesitas.
b) Penggunaan kendaraan sebagai alat transportasi ke sekolahPenggunaan kendaraan untuk berangkat ke sekolah berasosiasi dengan tinggi rendahnya energi yang dikeluarkan. Berjalan atau mengayuh sepeda merupakan aktivitas fisik yang dapat dilakukan saat pergi sekolah. Saat ini remaja sudah difasilitasi alat transportasi, baik transportasi umum maupun pribadi. Penggunaan alat transportasi berasosiasi dengan rendahnya energy expenditure dan berkontribusi pada terjadinya obesitas (Amini, 2016). Dalam artikel Indonesia Sport Nutritionist Association menyebutkan bahwa seseorang yang menaik bus atau mobil memiliki energi expenditure sebesar 1.0 METs (Fajar, 2018).Â
c) Bermain video game