Tidak sepeser pun dikeluarkan olehnya. Ibu yang membelikan sepasang cincin emas yang digunakan dalam prosesi pertunangan. Sebenarnya acara itu tak diperlukan lagi ketika Adi dan Khalisa sudah resmi menikah, tetapi Ibu tetap ngotot melangsungkan acara pertunangan sehari sebelum pernikahan.
Pernikahan Adi dan Khalisa terancam gagal ketika Bu Dimeng mengadukan Adi sebagai pencuri dan penipu. Bu Dimeng adalah istri mantan Bupati Palopo, tempat dulu Ayah Adi pernah mengabdi sebagai pembantu di rumahnya. Menurut cerita versi Adi, Pak Dimeng itu Oomnya . Entah bagaimana silsilah dalam keluarganya Khalisa tak tertarik untuk mengetahui.Â
Setahunya sejak mulai kuliah, Adi tinggal di rumah Pak Dimeng. Adi baru ke luar dari rumah itu setelah berpacaran dengan Khalisa. Dia bilang kalau Bu Dimeng kecewa karena ia tidak menurut dijodohkan dengan Anna, anak temannya. Kekecewaan itulah yang membuatnya ingin menggagalkan pernikahan Adi dengan Khalisa.
Dengan melaporkan Adi ke Polsek diharapkan Khalisa dan keluarganya tak lagi berniat melanjutkan pernikahan. Ternyata harapan Bu Dimeng tak terpenuhi. Meskipun Ibu sampai jatuh pingsan menerima surat panggilan dari Polsek, pernikahan itu tetap dilanjutkan. Malahan Ibu sengaja memajukan waktu ijab kabul menjadi sehari lebih cepat.Â
Khawatir kalau-kalau Bu Dimeng datang pada saat pesta pernikahan dan mengacaukan segalanya. Memang Adi mengirimkan undangan pernikahannya kepada keluarga Dimeng. Tapi itu justru membuat Bu Dimeng meradang lalu melaporkan Adi sebagai penipu dan pencuri.
Tanggal pemanggilan untuk diperiksa Polsek tepat sehari setelah pernikahan. Jam sembilan pagi Adi harus menjalani pemeriksaan di Polsek Tegalrejo Yogyakarta. Padahal pernikahan mereka dilangsungkan di Jepara,  rumah orangtua Khalisa. Karena itulah tengah malam seusai pesta  pernikahan, Adi dan Khalisa harus berangkat ke Yogya. Khalisa pun harus datang sebagai saksi. Entah kesaksian apa yang diharapkan darinya.Â
Selama berpacaran dengan Adi justru Khalisa yang harus sering menanggung kebutuhan hidup Adi. Kalau uang kos belum dibayar, ia yang akan membayarnya. Kalau Adi kekurangan uang bulanan untuk makan dan keperluan kuliah, Khalisa akan turun tangan membantunya. Kadang uang itu berasal dari tabungannya atau gajinya setelah mulai bekerja di Jakarta. Tapi lebih sering ia meminta uang kepada orangtuanya dengan berbagai macam alasan agar bisa membantu Adi.
Setelah sampai di Yogya, Adi dan Khalisa segera menuju rumah Bu Dimeng. Di sana, Adi meminta maaf karena telah mengecewakan Bu Dimeng. Â Adi juga memohon agar Bu Dimeng mau mencabut tuduhannya sehingga ia terbebas dari jeratan hukum.Â
Namun tak semudah itu memohon kepada mantan Ibu Bupati. Untunglah, Pak Dimeng lebih terbuka hatinya untuk memaafkan kesalahan Adi selama tinggal bersamanya. Juga karena Tante Darsih , adik Bapak Khalisa, ikut memohon dengan merendah sambil menangis agar Adi dibebaskan dari tuntutan hukum.
    "Tapi aku minta setelah ini  mereka harus diceraikan," kata Bu Dimeng sengit. Tante Darsih hanya mengangguk tanpa menyela sedikit pun.  "Adi itu kelakuanya tidak baik. Kasihan nanti Khalisa kalau jadi istrinya. Ini demi kebaikan Khalisa."
Ternyata semua perkataan Bu Dimeng memang benar. Sayangnya, Khalisa dan keluarganya tak pernah mempercayainya. Mereka masih tetap percaya kalau Bu Dimeng melakukan pelaporan itu karena merasa dikecewakan Adi yang menolak dijodohkan dengan anak temannya. Begitu pintarnya Adi meyakinkan orangtua Khalisa sampai-sampai mereka percaya bahwa Adi adalah jodoh terbaik untuk anaknya.