Apalagi Revi mengenyam pendidikan luar negeri, satu hal yang juga menjadi impian Khalisa. Secara tidak sadar Khalisa membuat proyeksi-proyeksi tertentu pada diri Revi. Menurut kepercayaan kuno suku Indian, dalam diri setiap laki-laki ada serpihan kewanitaan (anima) dan dalam diri setiap perempuan ada serpihan kepriaan (animus). Khalisa merasa telah menemukan anima  pada Revi.
Terlepas dari anima yang berkembang secara wajar dalam proyeksi bawah sadar itu, Khalisa dilanda kegelisahan yang kerap mengganggu pikirannya. Hampir semua lelaki yang pernah dekat dengannya adalah lelaki yang jauh lebih muda darinya. Â Dion sembilan tahun lebih muda darinya sedangkan Revi setahun lebih tua dari Dion. Â
Entah kenapa ia justru merasa nyaman bersama mereka yang lebih muda darinya. Edward, salah seorang temannya, Â pernah mengatakan itu terjadi karena Khalisa ingin menunjukkan superioritas dengan menjadi penganyom dan penolong bagi mereka.
   "Kamu maunya didengar, dipatuhi dan disanjung. Ada superioritas terhadap laki-laki. Bukan kamu sub ordinat pria melainkan pria yang menjadi sub ordinatmu. Kalau diadakan analisis transaksional maka komunikasi yang kamu gunakan adalah adult to child communication bukan adult to adult communication. Mereka akan mendengar dan kamu yang bicara. Mereka lebih suka menyanjungmu dan kamu suka menasehati mereka," Edward memberi ulasan panjang lebar yang makin meresahkan hati Khalisa. Apalagi Edward menganggap kecenderungan menyukai lelaki yang jauh lebih muda itu sebagai kelainan.
Bahkan Trinita yang selama ini sering bersamanya pun memberi penilaian yang sama dengan Edward. "Kelainan itu Mbak, mulailah berubah. Mereka yang lebih muda belum tentu mau diajak hubungan yang lebih serius."
Sebetulnya keresahan yang mengusiknya akhir-akhir ini tidak hanya bersumber dari kecenderungannya menyukai lelaki lebih muda tetapi juga karena rasa cintanya cenderung tertuju pada lelaki yang pernah terluka. Â
Rasa iba pelan-pelan menjelma menjadi cinta kasih. Kisah cinta seperti itu telah ia mainkan beberapa kali sejak masa remajanya dulu. Kisah serupa juga dilakoninya dengan Adi, mantan suaminya yang dua tahun lebih muda darinya.
Adi dikenal sebagai mahasiswa yang suka berkelahi dan selalu mencari-cari masalah. Waktu lebih banyak dihabiskan di tempat parkir kampusnya dan jalanan dari pada di ruang kuliah. Ketika Arman mengenalkan pada Khaliasa  tak  terbersit niatnya untuk menjadi kekasih mahasiswa asal Bugis itu.Â
Arman pun hanya minta Khalisa untuk membantu Adi agar bisa lebih berkonsentrasi pada kuliahnya dari pada menghabiskan waktu untuk hal-hal tak berguna dengan teman-temannya yang juga tak tahu  untuk apa bertindak brutal di jalanan. Namun di luar kendalinya, rasa cinta itu tumbuh di antara keduanya. Tak bisa dihindari dan tak bisa dicegah. Meskipun terbuka begitu banyak peluang untuk meninggalkan Adi.
Barangkali pernikahannya tak akan pernah terjadi kalau saja Khalisa lebih berani mengambil sikap dan bertindak bijak. Nyatanya ia hanya bisa menyerah pada kehendakNya tanpa sedikit pun upaya untuk memperjuangkan kebebasan hidupnya sebagai manusia. Ketika Ibu menetapkan tanggal pernikahannya, Khalisa tak bisa membantahnya.Â
Pernikahannya dengan Adi pun berlangsung lebih cepat dari dugaannya. Tanpa dihadiri seorang pun dari pihak keluarga Adi. Ibu hanya merasa perlu memberitahu Kakak sulung Adi yang tinggal di Makassar kalau Adi akan dinikahkan dengan Khalisa. Sang Kakak pun hanya bisa menyetujui tanpa pernah berusaha datang menemui keluarga Khalisa atau sekedar menyumbang biaya pernikahannya.Â