Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hati Perempuan (Bagian 1: Tiga Kuntum Bunga Liar)

23 Februari 2020   06:20 Diperbarui: 23 Februari 2020   06:36 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya Khalisa hanya menunggu kapan dia  menelponnya. Kadang setelah begitu lama tak ada kabar lantas dia menelpon dengan nomor baru yang tak dikenali. Entah kenapa dia kerap berganti nomor HP sehingga memang sulit dihubungi pada saat dibutuhkan.

Husein minta nomor rekeningnya setelah  Khalisa menuturkan kisahnya lewat telpon. Esok paginya Khalisa mendapati  saldo rekeningnya bertambah.  "Jangan dilihat jumlahnya ya, tapi ini bentuk perhatian dari seorang teman," begitu katanya setelah mentransfer uang lima ratus ribu ke rekeningnya.

Teman lain yang dikenalnya dengan cara yang sama dan tipe yang hampir mirip dengan Husein bernama Ichan.  Bedanya adalah Ichan beristri dengan tiga anak. Pekerjaannya di salah satu jaringan provider telpon seluler GSM membuatnya ditempatkan di wilayah Kalimantan. Dia terpaksa harus terpisah dengan keluarga untuk waktu lama. Sekali dalam dua atau bulan dia bisa libur paling lama seminggu untuk bertemu dan berkumpul dengan anak istrinya yang tinggal di Bogor.

Ichan adalah lelaki periang yang kerap membuat Khalisa tertawa terbahak-bahak dengan kisah-kisahnya tentang orang-orang yang ditemuinya di Kalimantan. Tukang ojek yang bergaya dengan HP model terbaru atau gadis-gadis desa yang hobi berkirim SMS.  Biasanya Ichan menelpon malam-malam ketika dia sedang menempuh perjalanan di perbatasan propinsi. 

Dia hanya butuh teman bicara untuk mengusir kejenuhan dalam perjalanan yang katanya begitu lama karena kondisi jalanan yang jelek. Kalau di Jawa bisa ditempuh kurang dari satu jam untuk jarak yang sama tapi di sana bisa sampai tiga jam lebih.

Khalisa tak pernah bertemu Ichan. Hanya mengenal nama dan suara. Kadang Ichan menelpon ketika di bandara dan bersiap kembali ke Kalimantan setelah menghabiskan waktu dengan keluarganya. Dari suaranya saja khalisa langsung bisa mengenalnya meskipun dia menggunakan nomor HP yang lain. Sama seperti Husein, dia pun tidak bisa dipastikan mempertahankan satu nomor yang sama dalam jangka waktu lama.

Ichan pun membantu meminjaminya uang untuk membayar SPP ketika beasiswanya habis dan harus membayar dengan uang sendiri. Sayangnya bertepatan dengan dia mengambil uang kiriman Ichan di ATM, sisa uang di dompetnya terkuras habis. Khalisa masih tak percaya kalau uangnya dicuri. Kapan dan siapa pelakunya dia tak tahu. 

Dompet itu digeletakkan di atas meja kamar kosnya yang berhadapan langsung dengan jendela yang terbuka. Tepat di depan jendela itu teras rumah Ibu kos di lantai atas. Ketika itu ada dua laki-laki yang bekerja di counter HP dekat kos  sedang bertemu Dini yang katanya akan menjual HP-nya. 

Mereka berbicara di teras itu beberapa lama ketika Khalisa sedang menonton TV di kamar Ica. Keesokan paginya Khalisa baru tahu kalau dompetnya kosong sewaktu mau membayar ongkos angkot ke kampus. Tidak ada uang selembar pun di sana. Untung ada uang recehan yang bisa dipakai untuk membayar angkot.

            "Kamu tidak usah menganggap sebagai utang," kata Ichan lewat telpon ketika mendengar cerita Khalisa tentang kesialannya hari itu. Uang kiriman Ichan itu lima ratus ribu sebagai SPP bagi mahasiswa pascasarjana yang  hanya tinggal melakukan revisi tesis. Uang itu direlakan Ichan sebagai bantuan bukan pinjaman.

Kenalan Khalisa lainnya yang juga merelakan lima ratus ribu untuk membantunya adalah Jack. Cara perkenalan yang sama dengan Husein maupun Ichan.  Tapi Jack paling sering menelpon dibandingkan Ichan maupun Husein.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun