Pada tahun-tahun awal pernikahannya begitu banyak kekecewaan yang menumpuk di hati Khalisa. Adi tetap tak menyadari perannya sebagai Suami . Dia menghabiskan banyak waktu untuk bersenang-senang dengan teman-temannya.Â
Pulang ke rumah sudah malam lalu tidur sepanjang siang. Dia banyak mengisi waktunya untuk bermain, ngobrol dan keluyuran ke sana ke mari tak jelas arahnya. Khalisa yang harus banting tulang mencukupi kebutuhan keluarga. Apalagi setelah Gea lahir dan butuh banyak biaya.
Adi tak berhasil menyelesaikan kuliahnya karena lebih suka bergaul dengan pemuda kampung di sekitar rumah kontrakan mereka. Kalau malam main kartu lalu ngobrol di pos ronda. Dini hari baru pulang lalu dilanjutkan dengan tidur sepanjang hari. Kalau siangnya terbangun, Adi akan mencari teman-temannya untuk diajak main karambol atau menerbangkan burung merpati di sekitar kampung. Tak  pernah berpikir bagaimana mendapatkan uang.Â
Khalisa telah mendapat gaji dan orangtuanya selalu membantu keuangan mereka jka kekurangan. Membayar pembantu dan membelikan perabotan rumah tangga. Bahkan rumah tempat mereka tinggal itu pun pemberian orang tua Khalisa. Kemudian setelah Gea lahir, Bapak Khalisa membelikan mobil untuk mereka. Mobil yang akhirnya menyulut petaka karena dengan mobil itulah Adi berhasil menaikkan pamor dan gengsinya di depan para perempuan lajang.Â
Khalisa yang sibuk bekerja untuk menafkahi keluarga harus menelan kekecewaan mengetahui Suaminya bermain dengan beberapa perempuan muda yang mengira Adi benar-benar berlimpahan materi.
Adi tak pernah berubah meskipun usianya terus bertambah. Dia lebih suka menggantungkan hidup pada Khalisa dan keluarganya dari pada harus bersusah payah mencari nafkah. Setiap kali mendapat pekerjaan, paling lama dua bulan dia akan berhenti dari pekerjaan itu. Selalu ada banyak alasan untuk berhenti dari pekerjaannya.
Kalau dia sedang kalut dan banyak pikiran, dia minta ijin pulang ke Makasar lalu minta Khalisa mengongkosinya naik pesawat pulang pergi Yogya -Makasar. Dia marah kalau tak ada uang. Bisa sebulan lebih di Makassar dan tak bisa pulang ke Yogya kalau tidak dikirimi uang untuk ongkos pulang.
Orangtua dan saudara Adi di Makasar mengira kehidupan Adi di Yogya sangat membanggakan. Hidup berlimpahan materi karena sukses dalam pekerjaan. Karena itu pula, adik bungsu Adi pun dikirimkan ke Yogya untuk melanjutkan kuliah. Dia tinggal bersama Adi dan keluarganya. Saat itulah baru terbuka kondisi kehidupan Adi yang sebenarnya. Kuliah tak selesai dan menjadi  beban Khalisa karena tak punya pekerjaan.
Lama-lama Khalisa tak tahan menjalani kehidupan suami istri dengan Adi. Menguras banyak energi untuk bekerja dan juga melukai perasaannya sebagai istri. Beberapa kali Khalisa memergoki Adi sedang bersama perempuan lain. Pengorbanan Khalisa mencurahkan banyak waktu untuk bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan keluarga ternyata mendapat balasan yang menyakitkan dari Suaminya.Â
Tak tahan dengan semua itu, Khalisa pun menggugatnya untuk minta cerai. Usaha itu setidaknya sudah pernah dilakukan pada lima tahun usia pernikahan mereka meskipun akhirnya gugatan itu dicabut. Khalisa masih memberikan kesempatan kepada Adi untuk bisa memperbaiki diri.Â
Ternyata tak pernah ada niat untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Tak ada kesungguhan hati untuk memperbaiki diri. Akhirnya setelah sepuluh tahun mengarungi kehidupan berumahtangga, Khalisa merasa mantap mengakhiri pernikahannya dengan Adi. Gea yang saat itu baru tujuh tahun ikut dengannya sedangkan Adi kembali ke Makasar.