Tak lama kami sampai di Koutoubia, mesjid terbesar di Marrakesh. Ketika aku hendak ikut masuk, Seeda menahanku. Aku menatapnya dengan heran.
"Maaf, Nastusha. Yang boleh masuk ke dalam hanya muslim. Kamu tunggu di luar saja, ya?"
Ah, iya aku lupa itu.
"Oh, oke. Aku mau melihat-lihat ke sekeliling saja."
Sambil menunggu Nora dan Seeda, aku mengitari mesjid tua ini. Indah dan artistik. Asal-usul namanya pun, unik. Seseorang pernah memberitahuku, jika dulunya tempat ini adalah tempat berjualan buku, yang dalam bahasa Prancis disebut "koutou". Oleh sebab itu, mesjid ini diberi nama Koutoubia.
Keindahan langit siang menjelang sore di Marrakesh, memang sungguh cantik. Bagai semu kemerahan pipi  anak perawan yang sedang malu-malu kucing. Semburatnya membuat mata terbuai. Sembari menunggu Nora dan Seeda, kuabadikan saja semua dengan kamera ponsel.
Selang tiga puluh menit kemudian ....
"Nastusha ... Nastushaaa ... gawaaat!"
Dari arah mesjid, Seeda berlari dengan wajah panik. Dengan tubuh gemetar dan suara terputus-putus, gadis itu berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
"Nora ... Nora ... d---dia ... d---dia diculik!"
"Apa? Bagaimana? Aduh, kamu bicara apa Seeda?"