"Aku nggak mau masuk, takut."
"Tapi kita harus. Ayo!"
Kutarik tangan Seeda meski dia enggan. Kami naik ke lantai dua. Kuketuk kamar di ujung lorong.
"Masuk!"
Kuputar pegangan pintu yang sudah sedikit berkarat. Meski tadi aku berusaha menguatkan Seeda, nyatanya jantungku tak sekuat itu, hanya saja bukan karena takut.
"Halo Usha, apa kabar?"
Mataku mengerjap. Itu dia!
"H---hai Rayan."
Mataku mengerjap lagi. Jantungku berdentam tak karuan. Â
"Duduk," ujarnya menunjuk sofa panjang di dekat jendela.
Aku menutupi kegugupan, dengan menarik tangan Seeda yang tampak bingung. Â Perlahan kuatur napas, agar tak kentara terlalu kegalauanku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!