Aku dan Seeda terdiam. Ironis sekali mendengar pernyataan Nora. Kusentuh tangan Nora yang terasa sedikit gemetar. Lalu dia membalas sentuhanku dengan balik menggenggam erat tanganku. Sorot matanya menajam, menyiratkan luka dan sakit yang mendalam.
"Asal kamu tahu, tidak semua perempuan di sini mau melawan. Sebagian besar berusaha hidup dengan menghindari pertentangan. Mengalah dengan keadaan, itu yang mereka lakukan."
Nora mendengkus, sedikit keras. Ada kejengkelan di dalamnya.
"Memang tidak mudah menjadi seorang perempuan di sini. Itu sebabnya yang membuat saya berani melawan. Harus ada yang berani memulai, meski tak banyak perempuan yang mau menanggapi. Mereka takut nanti malah diperlakukan lebih buruk."
Seeda yang dari tadi hanya diam, kemudian ikut bersuara.
"Nora benar. Saya juga punya pengalaman buruk."
Aku dan Nora menoleh ke Seeda.
"Apa? Ayo cerita," ujarku ingin tahu.
"Bekerja di hotel dan terkadang menjadi guide bagi turis perempuan, membuat saya berpikir untuk belajar bela diri. Tapi, rupanya tak semudah itu."
Dia mendengkus lagi, kali ini lebih keras.
"Kenapa? Kamu kan cuma perlu mendatangi tempat kursus bela diri. Pasti ada, kan?" tanyaku penasaran.