Aku jadi ikut panik. Kakiku bergerak ke sana kemari, kebingungan merespons cerita Seeda. Apalagi, ketika kulihat wajah Seeda yang pucat pasi, sepertinya sudah tak mendapat pasokan darah. Aku makin tak karuan saat Seeda mulai menangis histeris.
"Seeda, jangan nangis dong. Jelaskan dulu, ada apa dengan Nora. Diculik bagaimana?"
Seeda pun mengurai cerita di antara sedu sedannya. Sementara aku mendengarkan dengan dada berdentam, seumpama kendang yang dipukul dengan entakan keras.
"Jadi, kau tak melihat siapa pelakunya?"
Seeda menggeleng.
"Aneh, di situ kulihat cukup ramai. Tak ada yang berniat menolong?"
Seeda, lagi-lagi menggeleng.
"K---karena mereka pasukan khusus. Tak ada yang berani melawan."
Aku mengernyit heran.
"Tunggu dulu. Tadi katamu, kamu nggak lihat siapa pelakunya, kan? Tapi kok, kamu tahu mereka pasukan khusus. Gimana, sih?"
Seeda menelan ludah sebelum menjawab.