"Dia punya alasan pa,"
"Apapun itu, tetap saja dia seorang pembunuh!"
"Aku rasa kita nggak berniat membicarakan Sonia, kalau papa masih mau memperdebatkan masalah ini, aku nggak akan ikut pertemuan ini!"
Remon menoleh sejenak oleh ancaman putranya, ia kenal betul Dimas seperti apa. Jika dia bilang akan pergi, ya pergi. Tak peduli dengan konsekuensinya, selama ini ia masih tak menyentuh ketiga teman putranya karena ia tak mau putranya akan pergi meninggalkannya. Dimas adalah putra tunggalnya, yang akan mewarisi semua miliknya. Bagaimanapun, ia tetap menyayangi anak itu.
Sesampainya di restoran mereka menghampiri sebuah meja yang sudah terisi oleh seorang pria dan dua gadis muda, Dimas kenal siapa pria itu. Dia Antony Jefriest, pria berdarah indo yang berprofesi sebagai perwira polisi, sahabat papanya. Dua gadis di sampingnya itu mungkin putrinya, dua-duanya cantik dengan rambut sedikit pirang. Raut rupawan layaknya gadis berdarah campuran pada umumnya.
"Maaf, apakah sudah menunggu lama?" seru Remon saat sampai di meja mereka, "tidak, kami juga baru sampai!" sahut Antony.
Remon dan Dimas duduk, Remon duduk di sisi Antony sementara Dimas di sisi gadis yang masih belia. Posisinya jadi berhadapan dengan gadis yang lebih dewasa, yang menatapnya tanpa kedip sejak Dimas mendekat.
"Oya, ini Resma, putri sulungku!" kata Antony mengenalkan, gadis itu menyalami Remon, "yang itu Aline, putri bungsuku!" lanjutnya lagi. Gadis itu juga menyalami Remon tapi lebih cuek sikapnya, cara berpakaiannya juga berbeda dari kakaknya yang terlihat anggun. Aline cenderung suka bergaya pakaian cuek, tak terlalu memperdulikan apakah ia akan tampil anggun atau tidak.
Aline mengenakan jeans dan kaos ketat, mungkin karena usianya yang masih belia. Sementara Resma mengenakan terusan berwarna Violet yang membuat kulit putihnya kian bersinar di bawah lampu restoran.
Dimas juga menyalami keduanya, lalu Remon dan Antony mulai ngobrol hal-hal lain dulu sebelum ke pokok utama. Selama itu Aline hanya asyik menyedoti milkshake coklatnya sambil memakan ciki, sesekali ia melirik ke arah kakaknya dan pemuda di sampingnya yang tampak boring dan ingin kabur. Sementara kakaknya asyik menyantap makan malamnya sambil mencuri-curi pandang kepada Dimas. Sepertinya gadis itu langsung menyukainya pada pandangan pertama.
Aline tersenyum lalu menyenggol kaki kakaknya dengan kakinya, seketika Resma tersentak menoleh adiknya, sedikit melotot. Aline malah tertawa tanpa suara.