Cukup lama mereka di sungai mencari ikan. Â Ketika matahari sudah melewati titik tengah di langit mereka pulang. Â Kepis kakek Narto penuh dengan ikan yang besar-besar. Â Ada ikan lele, tawes dan wader. Â Bahkan mereka sempat mendapatkan seekor belut yang cukup besar.
"Anak-anak tentu gembira makan ketela dengan lauk ikan bakar." Â Katanya sambil tersenyum. Â Sembada ikut tersenyum menyaksikan wajah kakek Narto yang ceria.
Sampai di rumah setelah membersihkan badan di pakiwan kedua lelaki itu duduk lagi di amben bambu teras rumah. Banyak hal yang mereka percakapkan. Â Namun sejenak kemudian Ranti keluar rumah membawa dua cobek ketela dan ikan bakar yang besar-besar. Â Sembada dan Kakek Narto menikmati makanan itu dengan lahapnya.
"Jadi kepala desa Sambirame ini dulu bekas rampok Kek ?"
"Bukan bekas kayaknya. Â Sampai sekarangpun mungkin ia masih suka merampok. Â Hanya saja tidak dilakukan di sini. Â Tentu ia mencari tempat lain."
"Dalam perjalananku melewati hutan Wringin Soban, saya melihat sekelompok orang berkuda yang akan dibegal oleh gerombolan penjahat."
'Woo Gerombolan Gagakijo. Â Namanya sudah terkenal di mana-mana. Â Ia raja di hutan Wringin Soban. Â Para pedagang biasa menunggu teman-temannya dulu jika menyeberang hutan. Jika rombongan mereka dirasa cukup kuat barulah mereka berani melewati hutan itu."
"Terjadi pertempuran sejenak. Â Namun gerombolan begal itu akhirya melarikan diri."
Kakek Narto mengangguk-angguk.
"Apakah angger melihat mereka bertempur."
"Aku ketakutan. Â Makanya aku merunduk-runduk di antara tanaman perdu di pinggir jalan. Â Agar mereka tidak tahu." Â Kata Sembada berbohong.