"Syukurlah angger selamat."
"Kalau merampok aku, apa yang mereka cari, Â Aku tak membawa barang berharga apa-apa. Hanya pakaian yang sudah lusuh yang aku bawa. Â " Â Katanya.
Ketika sore tiba mereka berenam pergi ke balai desa Sambirame. Â Kakek-nenek itu mengantar cucu-cucunya melihat pertunjukan tari kuda kepang. Â Sebuah pertunjukan rakyat yang sudah sering dipentaskan di mana-mana. Â Keunikan seni ini pada puncak pertunjukan penarinya pasti ada yang kesurupan.
Sampai di tujuan halaman balai desa itu sudah ramai. Â Penonton sudah berjubel. Â Namun akhirnya mereka berhasil mendapat tempat yang baik, sehingga cucu-cucu ki Narto bisa melihat pertunjukan dengan leluasa.
Sembada tidak ikut menonton pertunjukan itu. Â Ia hanya ingin melihat keadaan desa Sambirame. Â Nampak bangunan-bangunan yang sudah kusam tak terawat. Â Kebersihan desa itu juga tidak terlalu terjaga. Â Banyak sekali sampah menumpuk di mana-mana.
Ia lantas berjalan-jalan mengelilingi desa itu. Â Nampak di sebuah tanah lapang sudah berdiri sebuah panggung. Â Melihat wujudnya pasti bukan untuk pertunjukan Wayang Beber. Â Namun dipersiapkan untuk lomba adu ketangkasan berkelahi. Â Pencak Dor.
Ia dulu juga pernah menonton acara semacam itu. Â Dua orang bertarung diiringi bunyi kendang dan tambur. Bunyi tambur itulah yang mengilhami nama acara itu Pencak Dor. Â Dalam perkelahian yang bebas itu bisa terjadi kemungkinan salah satu peserta cedera atau bahkan mati.
Namun acara itu baru dilaksanakan besok. Â Bagi Sembada acara ini lebih menarik. Â Apa tujuan kepala desa yang bekas berandal itu menyelenggarakan acara semacam ini. Mugkinkah ia mencari bibit-bibit muda yang memiliki keberanian dan olah kanuragan untuk dijadikan anak buahnya. Â Sembada menggelengkan kepala sendiri, ia tidak tahu.
Namun besok ia akan datang menonton acara itu. Â Tentu sangat menarik. Â Ia bisa mengukur seberapa besar kemampuan anak-anak muda di desa ini.
Menjelang matahari tenggelam acara pertunjukan tari kuda kepang selesai. Â Penonton telah membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing. Â Para pedagang di pinggir jalan juga telah menutup jualan mereka.
Sembada yang sudah kembali dari berjalan-jalan mengelilingi desa itu telah kembali. Â Ia mendekati Ranti, dan memberinya sekeping uang.
"Ajak adik-adikmu membeli makanan yang disukai." Â Katanya.
Ranti memandang wajah Sembada sesaat, kemudian menundukkan matanya.